NAMA : MUHAMMAD NAMBIN LUBIS
KARAKTRISTIK GURU
PROFESIONAL
DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
A.
Pengertian Guru
Profesional
Sebelum mengetahui maksud dari guru
profesional. Maka alangkah baiknya, terlebih dahulu mengetahui apa arti dari kata guru dan
profesi. Kata guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia diartikan dengan orang
yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.[1]Sedangkan arti
profesional adalah bersangkutan dengan profesi atau memerlukan kepandaian
khusus untuk menjalankannya.[2] Kalau
digabungkan maka pengertian guru profesional adalah seseorang yang ahli dalam
hal mengajar.
Salah satu tokoh pendidikan Islam
mengartikan guru secara umum memiliki tanggungjawab mendidik. Secara khusus,
guru adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan murid dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi murid, baik potensi afektif,
kognitif, dan psikomotorik.[3]
Sedangkan Syaiful Sagala dalam mengartikan profesional adalah seseorang yang ahli dalam pekerjaannya.
Dengan keahliannya, dia melakukan pekerjaannya secara sungguh-sungguh. Bukan
hanya sebagai pengisi waktu luang atau malah main-main.[4]
Selain itu juga, banyak tokoh pendidikan
yang mendefinisikan guru profesional. Seperti halnya Moh. Uzer Usman
mengartikan guru profesional adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dan
keahlian khusus dalam bidang keguruan. Sehingga ia mampu melakukan tugas dan
tujuannya sebagai guru dengan maksimal.[5]
Berbeda dengan pendapat tokoh pendidikan
di atas. Zakiah Drajat mengartikan guru secara otomatis itu sudah profesioal.
Dia berpendapat bahwa pada dasarnya tugas mendidik dan membimbing anak adalah
mutlak tanggung jawab orang tua. Tapi karena alasan tertentu orang tua
menyerahkan tugas itu kepada guru.[6]
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah seseorang yang mempunyai
keahlian atau kemampuan khusus membimbing membina peserta didik, baik dari segi
intelektual, spiritual, maupun emosional.
Dan profesional dalam Islam khususnya
dibidang pendidikan, seseorang harus benar-benar mempunyai kualitas keilmuan
kependidikan dan kenginan yang memadai guna menunjang tugas jabatan profesinya,
serta tidak semua orang bisa melakukan tugas dengan baik. Apabila tugas
tersebut dilimpahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tidak akan berhasil
bahkan akan mengalami kegagalan, sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:[7]
Atinya: Apabila suati perkara
diberikan kepada yang bukan ahlinya mak tunggulah akan kehancurannya (HR.
Bukhari).
Di dalam al-Qur’an Allah juga berfirman
dalam Q.S. al-Isra’ ayat 84 yaitu:
Artinya: “Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat
menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa
yang lebih benar jalannya”.
B. Kompetensi
Guru Profesional
Ketika seseorang dikatakan ahli, tentu dia mempunyai kompetensi dalam
bidang yang ia kuasai. Guru profesional juga mempunyai kompetensi yang harus
dimiliki. Moh. Uzer Usman menyebutkan sedikitnya ada dua kompetensi yang harus
dimiliki oleh guru.[8]
Yaitu, kompetensi kepribadian dan profesionalisme. Dalam kompetensi pribadi,
yang di dalamnya memuat berbagai kemampuan yang harus dimiliki, seperti
berkomunikasi, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, melaksanakan administrasi
sekolah, dan melakukan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
Selain kompetensi pribadi, seorang guru profesional juga dituntut mengusai
kompetensi kewajibannya sebagai guru. Yakni, kompetensi profesional. Hal ini
mensyaratkan seorang guru profesional harus mengetahui dan melaksanakan dua
point. Yaitu, landasan pendidikan, dan menyusun program pengajaran.
Dari dua kompetensi tersebut diatas,
Syaiful Sagala dalam Buku Kemampuan Profesioanal Guru dan Tenaga Kependidikan
menambahkan satu kompetensi lagi bagi seorang guru profesional, yaitu kemampuan
sosial.[9]
Dari sini dapat di ketahui, bahwa
menjadi guru profesional minimal mempunyai tiga kompetensi. Kompetensi tersebut
adalah kompetensi pribadi, profesi, dan sosial. Jika salah satu kompetensi
tidak dikuasai, maka bisa berakibat nilai dan tujuan pendidikan tidak bisa
dicapai. Hal ini tentu sangat berpengaruh, karena sosok seorang guru mempunyai
peran yang sangat besar dalam mensukseskan tujuan, visi, dan misi pendidikan.
C. Peningkatan
Kemampuan Profesional Guru
Secara sederhana peningkatan kemampuan profesional guru dapat diartikan
dengan upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak
kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi. Kematangan, kemampuan mengolah diri,
pemenuhan kualifikasi merupakan ciri-ciri profesional guru.
Dalam peningkatan kemampuan profesional guru minimal mempunyai dua prinsip
yaitu prinsip bantuan, dan prinsip bimbingan.[10] Peningkatan
kemampuan profesional guru itu merupakan upaya membantu guru yang belum
profesinal menjadi profesional. Jadi peningkatan kemampuan profesional guru
pada dasarnya datang dari diri seorang guru. Meskipun terdapat berbagai
bimbingan yang dilakukan oleh pihak lain.
Peningkatan kemampuan profesional guru tidak bisa dilakukan
setengah-setengah. Seperti hanya membimbing dalam kemampuan pegawai saja itu
kurang. Jadi tujuan pembinaan kemampuan profesional guru adalah tumbuh dan
berkembangnya kemampuan jiwa profesional pada diri guru.
Di dalam meningkatkan profesionalisme
guru harus dilaksanakan secara sistematis dalam artian direncanakan secara
matang, taat terhadap tata asas, dan dievaluasi secara obyektif.
D. Profesionalisme
Guru dalam Perspektif Islam
Profesionalisme pada dasarnya berpijak pada dua kriteria pokok, yakni,
merupakan panggilan hidup dan keahlian. Panggilan hidup atau dedikasi dan keahlian menurut
Islam harus dilakukan karena Allah Swt. Hal ini akan mengukur sejauh nilai
keikhlasan dalam perbuatan.
Dalam
Islam pun, apapun setiap pekerjaan (termasuk seorang guru), harus dilakukan
secara profesional.[11]Maka,
dua hal inilah yakni, dedikasi dan keahlian yang mewarnai tanggung jawab untuk terbentuknya
profesionalisme guru dalam perspektif pendidikan Islam. Selain itu, ada
ungkapan yang tersirat saat Islam mendefinisikan terminologi “profesionalisme”.
Ada aspek yang melibatkan kata profesionalime, yakni melimpahkan suatu urusan
atau pekerjaan pada ahlinya.[12]
Tentunya
yang menjadi tolak ukur keahlian seorang guru dalam mencapai titik
profesionalisme adalah sejauhmana mampu memenuhi dua syarat seperti yang
diuraikan sebelumnya, yakni prinsp administrasi dan prinsip operasional.
Tentunya, bila aspek ini diabaikan, maka, tinggal menunggu sebuah kehancuran
atau tujuan dari pendidikan tidak terpenuhi. Mungkin di antara banyak dampak
yang terjadi, salah satunya, guru tidak memiliki kecakapan intelektual sehingga
berdampak pada kualitas peserta didik yang menjadi binaannya. Atau juga,
melahirkan pendidik yang tidak bermoral sehingga implikasi terhadap anak didik
pun ikut tidak bermoral, dan lain sebagainya.
Dengan
demikian keseluruh komponen atau elemen yang mendukung sikap akan terbentuknya
profesionalismenya seorang guru, dalam perspektif Islam, guna mensejatikan
posisi pendidikan Islam dalam hal pendidik, perlu kiranya disesuaikan dengan
nafas Islam yang berlandaskan al-Qur`an dan as-Sunnah.
Harapan
dan cita-cita terbentuk profesionalisme guru dalam perspektif Islam, lebih
mengarahkan guru untuk bersikap baik, sopan, moral dan spritualitas. Selayaknya
guru dalam tulang punggung pendidikan Islam sangatlah memiliki eksistensi yang
kuat. Dalam perspektif Islam pendidik (guru) akan berhasil bila menjalankan
tugas dengan baik, memilki pemikiran kreatif, dan terpadu serta mempunyai
kompetensi profesionalisme yang religius.[13]
Menurut Sulani
(1981: 64), Agar tujuan pendidikan tercapai, seorang guru harus memiliki
syarat-syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah :
- Syarat Syahsiyah (memiliki kepribadian yang diandalkan)
- Syarat lmiah (memiliki pengetahuan yang mumpuni)
- Syarat Idofiyah (mengetahui, mengahayati, dan menyelami manusia yang dihadapinya, sehingga dapat menyatukan dirinya untuk membawa anak didik menuju tujuan yang ditetapkan)
Guru dalam Islam
sebagai pemegang jabatan professional membawa misi ganda dalam waktu yang
bersamaan, yaitu misi agama dan misi ilmu pengetahuan. Misi agama
menuntut guru untuk menyampaikan nilai-nilai ajaran agama kepada murid,
sehingga murid dapat menjalankan kehidupan sesuai dengan norma-norma agama
tersebut. Misi ilmu pengetahuan menuntut guru menyampaikan ilmu sesuai dengan
perkembangan zaman.
Dari hasil
analisis terhadap sejumlah literature, secara umum profesionalisme guru sebagai
pendidik Islam adalah :
- Bertaqwa
Dalam kamus
Munjid (1986: 915), kata Taqwa berasal dari kata”Waqo-Yaqy-Wiqoyah” yang
berarti menjaga, menghindari, menjauhi, takut, dan berhati-hati. Dengan
demikian, Taqwa bukan hanya sekedar takut, akan tetapi juga merupakan kekuatan
untuk taat kepada perintah Allah SWT. Dengan kesedaran ini, membuat kita
menyadari dan meyakini dalam hidup ini bahwa tidak ada jalan menghindar dari
Allah, sehingga mendorong kita untuk selalu berada dalam garis-garis yang yang
telah Allah tentukan.
- Berilmu Pegnetahuan Luas
Islam mewajibkan
kepada ummatnya untuk menuntut ilmu, Allah sangat senang kepada orang yang suka
mencari ilmu. Oleh karena itu seorang guru harus menambah perbendaharaan
keilmuannya. Karerna dengan ilmu orang akan bertambah keimanan dan derajatnya
di hadapan Allah “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu",
Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-mujadilah 11).
- Berlaku Adil
Secara harfiah,
adil berarti lurus dan tegak, bergerak dari posisi yang salah menuju posisi
yang diinginkan, adil juga berarti seimbang (balance)dan setimbang (equilibrium),
sedangkan menurut Aminudin (Muhammad Nurdin, 2004: 173) adil adalah meletakan
sesuatu pada tempatnya. Maksudnya tidak termasuk memihak antara yang satu
dengan yang lain. Dengan kata lain, bertindak atas dasar kebenaran, bukan
mengikuti nafsunya.
- Berwibawa
Guru yang
berwibawa dilukiskan oleh Allah dalam Al-Qur’an, surat Al-Furqon ayat 63 dan 64
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. “Dan orang
yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”.
- Ikhlas
Ikhlas artinya
bersih, murni, dan tidak bercampur dengan yang lain. Sedangkan ikhlas menurut
istilah adalah ketulusan hati dalam melaksanakan suatu amal yang baik, yang
semata-mata karena Allah.Ikhlas dengan sangat indah digambarkan oleh dalam
Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 162.“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.
- Mempunyai Tujuan yang Rabbani
Hendaknya guru
mempunyai tujuan yang rabbani, di mana segala sesuatunya bersandar kepada Allah
dan selalu mentaati-Nya, mengabdi kepada-Nya, mengikuti syari’at-Nya, dan
mengenal sifat-sifta-Nya. Jika guru telah mempunyai sifat rabbani, maka dalam
segala kegiatan pendidikan muridnya akan menjadi Rabbani juga, yaitu
orang-orang yang hatinya selalu bergetar ketika disebut nama
Allah dan merasakan keagungan-Nya pada setiap rentetan peristiwa
sejarah peristiwa melintas dihadapannya.“Sesungguhnya orang-orang yang
berimanialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan
apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al-Anfaal ayat:2).
- Mampu Merencanakan dan Melaksanakan Evaluasi Pendidikan
Perencanaan
adalah suatu pekerjaan mental yang memerlukan pemikiran, imajinasi dan
kesanggupan melihat ke depan. Dengan demikian seorang guru harus mampu
merencanakan proses belajar mengajar dengan baik. Guru yang dapat membuat
perencanaan adalah sama pentingnya dengan orang yang melaksanakan rencana
tersebut. Oleh karena sebuah perencanaan yang matang dalam sebuah proses
belajar mengajar membutuhkan suatu pemikiran dan kesanggupan dalam melihat masa
depan, yang akan berhasil manakala rencana tersebut dilaksanakan dengan baik.
Istiah evaluasi
berasal dari bahasa Inggris yaitu “Evalution”. Evaluasi adalah
suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi diartikan juga
segala sesuatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam
dunia pendidikan atau yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Tujuan evaluasi
adalah mengetahui kadar pemahaman murid erhadap mata pelajaran, untuk melatih
keberanian dan mengajak murid untuk mengingat kembali pelajaran tertentu yang
telah diberikan. Jenis-jenis evaluasi yang dapat dierapkan oleh seorang guru
dalam pendidikan Islam yaitu “Evaluasi forrmatif, Evaluasi sumatif, Evaluasi
penempatan, dan Evaluasi diagnostik”. Syarat-syarat yang dapat dipergunakan
dalam evaluasi pendidikan Islam adalah “Validity, Reliable, dan
Efisien”. Jenis-jenis evaluasi yang biasanya diterapkan adalah tes
tertulis (written test), tes lisan (oral test), tes perbuatan (Performance
test).
- Menguasai Bidang yang Ditekuni
Guru harus cakap
dalam mengajarkan ilmunya, karena seorang guru hidup dengan ilmunya. Guru tanpa
ilmu yang dikuasasinya bukanlah guru lagi. Oleh karena itu kewajiban seorang
guru adalah selalu menekuni dan menambah ilmu pengetahuannya. Yang dimaksud
dengan menguasai bidang yang ditekuni adalah seorang guru yang ahli dalam mata
pelajaran tertentu. Tidak menutup kemungkinan seorang guru mampu mengajar
muridnya sampai dua mata pelajaran, yang penting dia professional dan menguasai
keilmuannya.[14]
Dalam proses pendidikan, terdapat beberapa strata pendidik perspektif
pendidikan Islam, di iantaranya yaitu:
a.
Allah SWT
Dari berbagai ayat Al-Qur’an yang membicarakan tentang kedudukan Allah
sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkan-Nya kepada
Nabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Ia juga sebagai
pencipta.[15]
Diantara firmanNya:
“Dan (Allah) allama ('mengajarkan) segala macam nama kepada Adam..” (Q.S. Al-Baqarah).
Dilihat dari segi historis tentang eksistensi manusia dengan Tuhan, dapat
diambil kesimpulan bahwa terminologi pendidik keduanya sangatlah berbeda. Allah
sebagai pendidik yang mengetahui segala kebutuhan orang yang dididik-Nya sebab
Dia adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas hanya terhadap
sekelompok manusia saja, tetapi memperhatikan dan mendidik seluruh alam.[16]
b.
Nabi Muhammad SAW
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai “mualim”
(pendidik). Bahwa Rasulullah SAW yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima
Al-Qur’an, bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam
Al-Qur’an tersebut, dilanjutkan dengan mensucikan dan mengajarkan manusia.[17]
Diantara firmanNya:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang
buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah).
dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”(Q.S. Jumu’ah:02)
c.
Orang Tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga, adalah orang tua. Hal ini disebabkan
karena secara alami anak-anak pada awal kehidupannya berada di tengah-tengah
ayah dan ibunya. Objek utama dari pendidik di sini
adalah anak-anak dari sebuah keluarga itu sendiri.
Dalam konsep lingkungan pendidikan Islam, terdapat 3 aspek yang berperan
secara aktif dalam proses belajar mengajar. Bantuan atau bimbingan itu
dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi
pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga, sekolah maupun
masyarakat.[18]
Jadi, dari ketiga aspek tersebut mempunyai peranan yang penting sebagai
penanggung jawab pendidikan.
Diantara firmanNya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar". (Al-Luqman:13).
d.
Guru
Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang
meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah
menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiyai di pondok
pesantren, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, guru merupakan sebagai “naibul
walidaini”.
Dalam arti, guru sebagai fasilitator pendidikan dalam proses
mentransformasikan sebuah keilmuan, kecakapan kepada peserta didiknya yang
telah diamanatkan orang tua kepadanya. Melalui proses pendidikan dan
pengajaran, ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut menjadi landasan
seorang guru untuk mendidik dan mengarahkannya pada kecakapan-kecakapan yang
diperlukan.
Telah disebutkan di pengertian atas bahwasannya dari segi etimologi banyak
kita jumpai istilah yang berdekatan dengan esensi arti dari pendidik tersebut
Seperti “Murobbi”, “Mu’allim”, “Mua’addib”, ”mudarris”, “ustadz”, dan
“mursyid”. Kata atau istilah “murabbi" misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang
orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau
rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan
anaknya.[19]
Sedangkan untuk istilah "mu'allim", pada umumnya dipakai
dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan
ilmu pengetahuan dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. Adapun
istilah "muaddib, menurut al-Attas. lebih luas dari istilah 'mu
allim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.[20] Sedangakan ”mudarris”, “ustadz”,berarti
guru. Istilah guru sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan
pelajaran di sekolah atau di lokal.[21]
E. Paradigma Tentang Guru Dalam Perspektif
Islam Beserta Implikasinya Pada Proses Pendidikan Islam
1.
Kedudukan Guru dalam
Islam
Salah
satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan Islam yang sangat
tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan
kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul.[22] Karena guru
selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan) sedangkan Islam amat menghargai
pengetahuan. Tidak hanya itu saja, seorang guru juga harus mempunyai
sifat-sifat yang menitik beratkan pada implementasi kebaikan. Sehingga, seorang
guru sangat dipandang mempunyai strata di bawah kedudukan nabi dan rasul.
Hal ini dijelaskan Allah dan Rasulnya:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Mujadilah:11).
Ø®َÙŠْرُÙƒُÙ…ْ Ù…َÙ†ْ
تَعَÙ„َّÙ…َ الْÙ‚ُرْØ£َÙ†َ ÙˆَعَÙ„َّÙ…َÙ‡ُ
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an
dan Mengajarkannya”.
Firman Allah dan sabda Rasul tersebut
menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu Pengetahuan
(pendidik).[23]
Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk
selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam.
sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah.
2.
Tugas Guru Dalam
Proses Pendidikan Islam
Pada dasarnya, Islam adalah agama
amal atau kerja (praksis). Inti ajaranNya adalah bahwa hamba mendekati dan
memperoleh ridha Allah melalui kerja atau amal saleh dan dengan memurnikan
sikap penyembahan hanya kepadaNya.[24] Hal ini
mengandung makna bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan. Salah satu
implementasinya adalah melaksanakan tugas kodrat yang diemban oleh seorang
guru.
Dalam hal ini S. Nasution menjadikan tugas guru menjadi tiga bagian
berikut:
a)
Sebagai orang yang
mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugasnya ini maka guru harus memiliki
pengetahaun yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkan. Sebagai tindak
lanjutnya dari tugas ini maka seorang guru tidak boleh berhenti belajar, kerena
pengetahuan yang akan diberikan kepada anak didiknya terlebih dahulu harus dia
pelajari.
b)
Guru sebagai model
yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya merupakan sesuatu yang berguna dan
dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga guru menjadi model atau
contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran tersebut,
c)
Guru yang menjadi
model sebagai pribadi, ia berdisiplin, cermat berfikir, mencintai pelajarannya,
atau yang menghidupkan idealisme dan luas dalam pandangannya.[25]
F. Masalah Profesionalisme Guru
Kuaitas guru
kita, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun
2002/2003, dari 1,2 juta guru SD kita saat ini, hanya 3,8%nya yang berijasah
sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak
didik yang dihasilkan, belum lagi masalah, dimana seorang guru sering mengajar
lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang, bukan merupakan corn/inti
dari pengetahuan yang dimilikinya, telah menyebabkan proses belajar mengajar
tidak maksimal.[26]
Tidak dapat disangkal lagi
bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat
ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin
ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini.[27] Diperlukan
orang-orang yang memang benar-benar ahli di bidangnya, sesuai dengan kapasitas
yang dimilikinya agar setiap orang berperan secara maksimal, termasuk guru
sebagai profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri. Profesional
tidak hanya karena tuntutan dari perkembangan zaman, tapi pada dasarnya juga
merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam rangka perbaikan kualitas
hidup manusia. Profesionalisme menuntut
keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang di anggap layak
untuk melaksanakan sebuah tugas.[28]
G. KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat
disimpulkan antara lain, yaitu:
1.
Salah satu tokoh
pendidikan Islam mengartikan guru secara umum memiliki tanggungjawab mendidik.
Secara khusus, guru adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan
murid dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi murid, baik potensi
afektif, kognitif, dan psikomotorik.
2.
Selain itu juga,
banyak tokoh pendidikan yang mendefinisikan guru profesional. Seperti halnya
Moh. Uzer Usman mengartikan guru profesional adalah seseorang yang mempunyai
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan. Sehingga ia mampu
melakukan tugas dan tujuannya sebagai guru dengan maksimal.
3.
Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian guru
profesional adalah seseorang yang mempunyai keahlian atau kemampuan khusus
membimbing membina peserta didik, baik dari segi intelektual, spiritual, maupun
emosional.
4.
Dan profesional dalam
Islam khususnya dibidang pendidikan, seseorang harus benar-benar mempunyai
kualitas keilmuan kependidikan dan kenginan yang memadai guna menunjang tugas
jabatan profesinya, serta tidak semua orang bisa melakukan tugas dengan baik.
Apabila tugas tersebut dilimpahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tidak
akan berhasil bahkan akan mengalami kegagalan atau kehancuran.
5.
Guru profesional juga
mempunyai kompetensi yang harus dimiliki. Moh. Uzer Usman menyebutkan
sedikitnya ada dua kompetensi yang harus dimiliki oleh guru. Yaitu, kompetensi kepribadian dan profesionalisme. Dalam kompetensi
pribadi, yang di dalamnya memuat berbagai kemampuan yang harus dimiliki,
seperti berkomunikasi, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, melaksanakan
administrasi sekolah, dan melakukan penelitian sederhana untuk keperluan
pengajaran.
6.
Selain kompetensi
pribadi, seorang guru profesional juga dituntut mengusai kompetensi
kewajibannya sebagai guru. Yakni, kompetensi profesional. Hal ini mensyaratkan
seorang guru profesional harus mengetahui dan melaksanakan dua point. Yaitu,
landasan pendidikan, dan menyusun program pengajaran
7.
Dalam peningkatan
kemampuan profesional guru minimal mempunyai dua prinsip yaitu prinsip bantuan,
dan prinsip bimbingan. Peningkatan kemampuan profesional guru
itu merupakan upaya membantu guru yang belum profesinal menjadi profesional.
Jadi peningkatan kemampuan profesional guru pada dasarnya datang dari diri
seorang guru. Meskipun terdapat berbagai bimbingan yang dilakukan oleh pihak
lain.
8.
Peningkatan kemampuan
profesional guru tidak bisa dilakukan setengah-setengah. Seperti hanya
membimbing dalam kemampuan pegawai saja itu kurang. Jadi tujuan pembinaan
kemampuan profesional guru adalah tumbuh dan berkembangnya kemampuan jiwa
profesional pada diri guru.
9.
Profesionalisme pada dasarnya berpijak pada dua kriteria
pokok, yakni, merupakan panggilan hidup dan keahlian. Panggilan hidup atau dedikasi dan keahlian menurut
Islam harus dilakukan karena Allah Swt. Hal ini akan mengukur sejauh nilai
keikhlasan dalam perbuatan.
10. Dalam Islam pun, apapun setiap pekerjaan
(termasuk seorang guru), harus dilakukan secara profesional. Maka, dua hal
inilah yakni, dedikasi dan keahlian yang mewarnai tanggung jawab untuk
terbentuknya profesionalisme guru dalam perspektif pendidikan Islam. Selain
itu, ada ungkapan yang tersirat saat Islam mendefinisikan terminologi “profesionalisme”.
Ada aspek yang melibatkan kata profesionalime, yakni melimpahkan suatu urusan
atau pekerjaan pada ahlinya.
11.
Menurut Sulani (1981: 64), Agar tujuan pendidikan tercapai, seorang guru
harus memiliki syarat-syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah Syarat Syahsiyah, Syarat lmiah, dan Syarat Idofiyah.
12.
Dari hasil analisis terhadap sejumlah literature, secara umum
profesionalisme guru sebagai pendidik Islam adalah bertaqwa, berilmu pengetahuan luas, berlaku adil, berwibawa, ikhlas, mempunyai tujuan yang Rabbani, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan, dan menguasai bidang yang ditekuni.
H. Daftar Pustaka
Bafadal, Ibrahim. Peningkatan Profesional
Guru Sekolah Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Daryanto. Guru Profesional,
Yogyakarta : Gava Media, 2013
Drajat, Zakiah. Peran Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung,
1996
Nasir, Nanat Fattah. Pemberdayaan
Kualitas Guru dalam Perspektif Islam Bandung: UPI, 2007
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1992
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.
Uzer, Moh Usman. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosda Karya,
2002
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Basuki, M. Pengantar Ilmu
Pendidikan Islam, Ponorogo: Stain Press, 2007
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006
Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakar: taPustaka
Pelajar, 2003
[1]Tim Penyusun Kamus
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) hlm. 263
[3]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992) hlm. 74
[4]Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011) hlm. 1
[5]Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002) hlm. 15
[6]Zakiah Drajat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental,
(Jakarta: Gunung Agung, 1996) hlm. 39
[7]Moh. Uzer Usman, Op., Cit., hlm. 16-20
[8]Syaiful Sagala, Op.,
Cit., hlm. 29
[9]Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2003) hlm. 44
[11] Ahmad
Tafsir, Op., Cit., hal. 113
[13] Nanat Fattah Nasir, Pemberdayaan
Kualitas Guru dalam Perspektif Islam, (Bandung: UPI, 2007) hlm. 27
[16] Ibid., hlm. 59
[21] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006) hlm. 175
[23] Ibid.
[24] M. Basuki, Op. Cit.,
hlm. 84
[26]Daryanto, Guru Profesional, (Yogyakarta : Gava Media, 2013)
hlm. 2
[28] Ibid.