Sabtu, 14 Desember 2013

KUMPULAN MAKALAH KISAH-KISAH DALAM AL-QUR'AN
















BY: NAHAL_2211

MAKALAH QASHASH AL QUR’AN
PENDAHULUAN
Alquran merupakan kitab suci pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling besar. Oleh karena itu umat Islam perlu mengkaji lebih jauh terkait isi kandungan Alquran sehingga akan diketahui hakekat makna dalam Alquran itu. Untuk mengetahui kandungan Alquran itu diperlukan suatu metode keilmuan yang dikenal dengan nama ulumul quran.
Menurut Az-Zarqani, ulumul quran merupakan suatu bidang studi yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Alquran, baik dilihat dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadap Alquran dan sebagainya.
Dalam Alquran terdapat beberapa pokok-pokok kandungan. Diantara pokok-pokok kandungan Alquran adalah aqidah, syariah, akhlak, sejarah, iptek, dan filsafat. Sebagian orang seperti Mahmud Syaltut, membagi pokok ajaran Alquran menjadi dua pokok ajaran, yaitu Akidah dan Syariah.1 Namun sesuai dengan tema makalah ini hanya akan dijelaskan secara lebih rinci terkait dengan bidang sejarah.
Kandungan Alquran tentang sejarah atau kisah-kisah disebut dengan istilah Qashashul Quran (kisah-kisah Alquran). Bahkan ayat-ayat yang berbicara tentang kisah jauh lebih banyak ketimbang ayat-ayat yang berbicara tentang hukum. Hal ini memberikan isyarat bahwa Alquran sangat perhatian terhadap masalah kisah, yang memang di dalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah). Sesuai firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.[QS yusuf : 111].2




1 Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1966), hlm. 11
A.PENGERTIAN QASHASH AL QUR’AN
Dari segi bahasa, kata qashash berasal dari bahasa arab al qashshu atau al qishshatu yang berarti cerita.3 dikatakan قَصَصْتُ أَثَرَهً artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al qashash adalah bentuk masdar. Firman allah: فَارْتَدَّا عَلىٰ آثَارِهِمَاقَصَصًا (al kahfi :64). Dan firman allah melalui lisan ibu musa: وَقَالَتْ لأُ خِتِهِ قُصِّيهِ (dan berkatalah ibu musa kepada saudaranya yang perempuan: ikutilahdia.) [al qashash : 11]. Maksudnya, ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.
Qashash berarti berita yang berurutan. Firman allah: إِنْ هَذَا لَهُوَالْقَصَصُ الْحَقُّ (sesungguhnya ini adalah berita yang benar.) [ali imran : 62]. Sedang al qishah berarti urusan, berita, perkara dan keadaan.
Qashash al qur’an adalah pemberitaan qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.4
B.MACAM-MACAM KISAH DALAM AL QUR’AN DAN KARAKTERISTIKNYA
Kisah-kisah dalam al qur’an ada tiga macam.
Pertama, kisah para Nabi terdahulu. Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun dan Isa.5


3 Ahmad warson munawwir, kamus al munawwir (Yogyakarta: UPBIK pondok pesantren krapyak, 1984), h. 1210.
4 Al khattan, manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera antarnusa, 1996) cetakan ke-3.
5 al qaththan, op.cit.,h.431
Kedua, kisah-kisah menyangkut pribadi-pribadi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Lukman, Dzulqarnain, Qarun dan Ashabul kahfi.
Ketiga, kisah-kisah menyangkut peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW. Seperti perang badar, perang uhud, perang ahzab,bani quraizah, bani nadzir dan zaid bin haritsah dengan abu lahab.6
Karakteristik kisah-kisah dalam al qur’an
Al qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis). Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dalam al qur,an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda. Disatu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang di tempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang-kadang secara panjang lebar.
Penyajian kisah-kisah dalam al qur’an begitu rupa mengandung  beberapa hikmah. Di antaranya, pertama, menjelaskan balaghah al qur’an dalam tingkat paling tinggi. Kisah yang berulang itu dikemukakan di setiap tempat dengan uslub yang berbeda satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan karenannya, bahkan dapat menambah ke dalam jiwanya makna-makna baru yang tidak didapatkan di saat membacanya di tempat yang lain.
Kedua, menunjukkan kehebatan al qur’an. Sebab, mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat di mana salah satu bentuk pun tidak dapat ditandingi oleh sastrawan arab, merupakan tantangan dahsyat dan bukti bahwa al qur’an itu datang dari Allah.
Ketiga, mengundang perhatian yang besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan tanda betapa besarnya perhatian al qur’an terhadap masalah tersebut. Misalnya kisah Musa dengan Fir’aun. Kisah ini menggambarkan pergulatan sengit antara kebenaran dengan kebatilan.
Keempat, penyajian seperti itu menunjukkan perbedaan tujuan yang karenannya kisah itu diungkapkan. Sebagian dari makna-maknanya diterangkan di satu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedangkan makna-makna lainnya dikemukakan di tempat yang lain, sesuai dengan tuntutan keadaan.


6 al utsaimin, op.cit.,h.71
C.TUJUAN KISAH DALAM AL QUR’AN
          Cerita dalam al qur’an bukanlah suatu gubahan yang hanya bernilai sastera saja, baik gaya bahasa maupun cara menggambarkannya peristiwa-peristiwanya. Memang biasanya demikianlah wujudnya, cerita yang merupakan hasil kesusastraan murni. Bentuknya hanya semata-mata menggambarkan seni bahasa saja. Tetapi cerita dalam al qur’an merupakan salah satu media untuk mewujudkan tujuannya yang asli.
Jika dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
Pertama, salah satu tujuan cerita itu ialah menetapkan adanya wahyu dan kerasulan. Dalam al qur’an tujuan ini diterangkan dengan jelas di antaranya dalam QS.12 : 2-3 dan QS 28 : 3. Sebelum mengutarakan cerita nabi musa, lebih dahulu al qur’an menegaskan, “kami membacakan kepadamu sebagian dari cerita Musa dan Fir’aun dengan sebenarnya untuk kamu yang beriman”. Dalam QS 3 : 44 pada permulaan cerita Maryam disebutkan, “itulah berita yang ghaib, yang kami wahyukan kepadamu”.
            Kedua, menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa Nabi Nuh sampai dengan masa Nabi Muhammad SAW, bahwa kaum muslimin semuanya merupakan satu umat. Bahwa Allah yang maha esa adalah tuhan bagi semuanya (QS 21 : 51-92).
Ketiga, menerangkan bahwa agama itu semuanya dasarnya satu dan itu semuanya dari tuhan yang Maha Esa (QS 7 : 59).
Keempat, menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa (QS Hud)
Kelima, menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dengan agama Nabi Ibrahim As., secara khusus, dengan agama-agama bangsa israil pada umumnya dan menerangkan  bahwa hubungan ini lebih erat daripada hubungan yang umum antara semua agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan dalam cerita Nabi Ibrahim, Musa dan Isa As.7


7 ghirzin, muhammad “Al qur’an dan ulumul qur’an”.,h. 120
D.FAEDAH KISAH-KISAH AL QUR’AN
          Kisah-kisah dalam al qur’an mempunyai banyak faedah. Berikut ini beberapa faedah terpenting diantaranya:
  1. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Nabi:
Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (al anbiya : 25)
  1. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
“Dan semua kisah rasul-rasul yang kami ceritakan kepadamu, adalah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Hud : 120)
  1. Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
  2. Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang  hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
  3. Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan  dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti. Misalnya firman Allah:
“semua makanan adalah halal bagi bani israil melainkan makanan yang diharamkan oleh israil (ya’kub) untuk dirinya sendiri sebelum taurat diturunkan. Katakanlah: (jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum taurat), maka bawalah taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu orang-orang yang benar.” (Ali imran :93)
  1. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman Allah:
“sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.” (Yusuf : 111).8


8 Al khattan, manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera antarnusa, 1996) cetakan ke-3.



KESIMPULAN
Dari uraian makalah di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:
  1. Alquran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang.
  2. Sebagian isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang qashas (sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang (umat Islam).
  3. Qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
  4. Tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.
  5. Karakteristik kisah al qur’an adalah Al qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis) dan tidak pula memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar.
  6. Faedah kisah dalam Alquran adalah untuk dakwah menegakkan kalimat tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya sebagai pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.






DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1966), hlm. 11
Ahmad warson munawwir, kamus al munawwir (Yogyakarta: UPBIK pondok pesantren krapyak, 1984), h. 1210.
Al khattan, manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera antarnusa, 1996) cetakan ke-3.
ghirzin, muhammad “Al qur’an dan ulumul qur’an”.,h. 120











Alquran merupakan kitab suci pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling besar. Oleh karena itu umat Islam perlu mengkaji lebih jauh terkait isi kandungan Alquran sehingga akan diketahui hakekat makna dalam Alquran itu. Untuk mengetahui kandungan Alquran itu diperlukan suatu metode keilmuan yang dikenal dengan nama ulumul quran.
Menurut Az-Zarqani, ulumul quran merupakan suatu bidang studi yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Alquran, baik dilihat dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadap Alquran dan sebagainya.
Dalam Alquran terdapat beberapa pokok-pokok kandungan. Diantara pokok-pokok kandungan Alquran adalah aqidah, syariah, akhlak, sejarah, iptek, dan filsafat. Sebagian orang seperti Mahmud Syaltut, membagi pokok ajaran Alquran menjadi dua pokok ajaran, yaitu Akidah dan Syariah.[1] Namun sesuai dengan tema makalah ini hanya akan dijelaskan secara lebih rinci terkait dengan bidang sejarah.
Kandungan Alquran tentang sejarah atau kisah-kisah disebut dengan istilah Qashashul Quran (kisah-kisah Alquran). Bahkan ayat-ayat yang berbicara tentang kisah jauh lebih banyak ketimbang ayat-ayat yang berbicara tentang hukum. Hal ini memberikan isyarat bahwa Alquran sangat perhatian terhadap masalah kisah, yang memang di dalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah). Sesuai firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.[2]
Oleh karena itu kisah/sejarah dalam Alquran memiliki makna tersendiri bila dibandingkan isi kandungan yang lain. Maka perlu kiranya kita sebagai umat Islam untuk mengetahui isi sejarah yang ada dalam Alquran sehingga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah umat terdahulu.
Secara garis besar makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian qashashul quran, macam-macamnya serta manfaat mempelajari qashashul quran. Selain itu dalam makalah ini akan dipaparkan pula beberapa pendapat kaum orientalis yang meragukan keaslian (keoriginalan) kisah-kisah umat terdahulu yang terdapat dalam Alquran beserta bantahan-bantahan terhadapnya.
Pengertian Qashashul Quran
Secara bahasa, kata qashash berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar yang bermakna urusan, berita, kabar maupun keadaan. Dalam Alquran sendiri kata qashash bisa memiliki arti mencari jejak atau bekas[3] dan berita-berita yang berurutan.[4]
Namun secara terminologi, pengertian qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[5] Manna al-Khalil al-Qaththan mendefinisikan qishashul quran sebagai pemberitaan Alquran tentang ha ihwal umat-umat dahulu dan para nabi, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi secara empiris. Dan sesungguhnya Alquran banyak memuat peristiwa-peristiwa masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu, negara, perkampungan dan mengisahkan setiap kaum dengan cara shuratan nathiqah (artinya seolah-olah pembaca kisah tersebut menjadi pelaku sendiri yang menyaksikan peristiwa itu).[6]
Adapun tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.[7]
Macam-Macam Qashashul Quran
Kisah-kisah dalam Alquran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
  1. Kisah para Nabi yang memuat dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang ada pada mereka, sikap para penentang, perkembangan dakwah dan akibat-akibat yang diterima orang-orang yang mendustakan para Nabi.
  2. Kisah-kisah yang berkaitan dengan kejadian-kejadian umat-umat terdahulu dan tentang orang-orang yang tidak dapat dipastikan kenabiaanya, seperti kisah Thalut, Jalut, dua putra Adam, Ashahab al-Kahfi, Zulqarnai, Ashabul Ukhdud dsb.
  3. Kisah-kisah yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah seperti perang badar, uhud, tabuk dan lain sebagainya.[8]
Adapun unsur-unsur kisah dalam Alquran adalah:
  1. Pelaku (al-Syaksy). Dalam Alquran para actor dari kisah tersebut tidak hanya manusia, tetapi juga malaikat, jin dan bahkan hewan seperti semut dan burung hud-hud.
  2. Peristiwa (al-Haditsah). Unsur peristiwa merupakan unsur pokok dalam suatu cerita, sebab tidak mungkin, ada suatu kisah tanpa ada peristiwanya. Berkaitan peristiwa, sebagian ahli membagi menjadi tiga, yaitu a) peristiwa yang merupakan akibat dari suatu pendustaan dan campur tangan qadla-qadar Allah dalam suatu kisah. b) peristiwa yang dianggap luar biasa atau yang disebut mukjizat sebagai tanda bukti kebenaran, lalu datanglah ayat-ayat Allah, namun mereka tetap mendustakannya lalu turunlah adzab. c) peristiwa biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal sebagai tokoh yang baik atau buruk, baik merupakan rasul maupun manusia biasa.
  3. Percakapan (Hiwar). Biasanya percakapan ini terdapat pada kisah yang banyak pelakunya, seperti kisah Nabi Yusuf, kisah Musa dsb. Isi percakapan dalam Alquran pada umumnya adalah soal-soal agama, misalnya masalah kebangkitan manusia, keesaan Allah, pendidikan dsb. Dalam hal ini Alquran menempuh model percakapan langsung. Jadi Alquran menceritakan pelaku dalam bentuk aslinya.[9]
  4. Tujuan dan Fungsi Qashasul Quran
Apa sebenarnya tujuan dan fungsi kisah dalam Alquran? Kisah-kisah dalam Alquran merupakan salah satu cara yang dipakai Alquran untuk mewujudkan tujuan yang bersifat agama. Sebab Alquran itu juga sebagai kitab dakwah agama dan kisah menjadi salah satu medianya untuk menyampaikan dan memantapkan dakwah tersebut.
Oleh karena tujuan-tujuan yang bersifat religius ini, maka keseluruhan kisah dalam Alquran tunduk pada tujuan agama baik tema-temanya, cara-cara pengungkapannya maupun penyebutan peristiwanya.[10] Namun ketundukan secara mutlak terhadap tujuan agama bukan berarti ciri-ciri kesusasteraan pada kisah-kisah tersebut sudah menghilang sama sekali, terutama dalam penggambarannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan agama dan kesusasteraan dapat terkumpul pada pengungkapan Alquran.[11] Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan kisah Alquran adalah untuk tujuan agama, meskipun demikian tidak mengabaikan segi-segi sastranya.
Adapun tujuan dan fungsi dalam Alquran antara lain adalah:
  1. Untuk menunjukkan bukti kerasulan Muhammad saw. Sebab beliau meskipun tidak pernah belajar tentang sejarah umat-umat terdahulu, tapi beliau dapat tahu tentang kisah tersebut. Semua itu tidak lain berasal dari wahyu Allah.
  2. Untuk menjadikan uswatun hasanah suritauladan bagi kita semua, yaitu dengan mencontoh akhlak terpuji dari para Nabi dan orang-orang salih yang disebutkan dalam Alquran.[12]
  3. Untuk mengokohkan hati Nabi Muhammad saw dan umatnya dalam beragama Islam dan menguatkan kepercayaan orang-orang mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan hancurnya kebatilan.[13]
  4. Mengungkap kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang masih murni.
  5. Untuk menarik perhatian para pendengar dan menggugah kesadaran diri mereka melalui penuturan kisah.
  6. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah agama Allah, yaitu bahwa semua ajaran para Rasul intinya adalah tauhid.[14]
Pandangan Orientalis Terhadap Kisah Dalam Alquran
Ada beberapa orientalis yang berpendapat bahwa kisah-kisah masa lampau yang dikemukakan Alquran diketahui Nabi Muhammad saw dari seorang pendeta atau beliau jiplak dari kitab Perjanjian Lama. Pendapat ini jelas tidak benar dari banyak segi.
Pertama, Nabi Muhammad saw tidak  pernah belajar pada siapapun. Memang pada masa kanak-kanak beliau pernah ikut berdagang pamanya ke Syam dan bertemu dengan rahib yang bernama Buhaira yang meminta pamannya agar member perhatian serius pada nabi karena dia melihat tanda-tanda kenabian pada beliau. Namun pertemuan ini pun hanya terjadi beberapa saat. Di sini kita bertanya, “kalau remaja kecil (Muhammad saw) belajar pada rahib itu, apakah logis dalam pertemuan singkat itu beliau memperoleh banyak informasi yang mendetail, bahkan sangat akurat?” tentu saja tidak.
Ada juga seorang orientalis yang bernama Montgomery Watt yang berkata bahwa  Nabi Muhammad saw belajar pada Waraqah bin Naufal. Menurutnya, Khadijah merupakan anak paman Waraqah bin Naufal, sedangkan ia merupakan agamawan yang akhirnya menganut agama Kristen. Tidak dapat disangkal Khadijah berada di bawah pengaruhnya dan boleh jadi Muhammad telah menimba sesuatu dari semangat dan pendapat-pendapatnya.
Kita mengakui kalau Waraqah beragama Kristen, tapi bahwa Muhammad dating belajar kepadanya adalah sesuatu yang tidak dapat diterima. Hal ini karena menurut pelbagai riwayat kedatangan beliau menemui Waraqah adalah setelah beliau menerima wahyu dan bukan sebelumnya. Di sisi lain, Waraqah berpendapat bahwa yang datang pada Nabi Muhammad saw di gua Hira itu adalah malaikat yang pernah datang pada Nabi Musa dan Isa a.s., dan beliau menyatakan bahwa seandainya hidup saat Muhammad dimusuhi kaumnya, niscaya dia akan membelanya. Jika demikian logiskah jika Nabi Muhammad saw belajar kepadanya setelah Waraqah mengakui kenabiannya?[15]
Tidaklah tepat jika dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw mempelajari Kitab Perjanjian Lama karena disamping beliau tidak dapat membaca dan menulis, juga karena terdapat sekian banyak informasi yang dikemukakan Alquran yang tidak termaktub dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, missal kisah Ashab Al-Kahfi. Kalaupun ada yang sama, seperti beberapa kisah nabi-nabi, namun dalam rincian atau rumusan terdapat perbedaaan-perbedaan.
Bahwa terjadi persamaan dalam garis besar bukan lalu merupakan bukti penjiplakan. Apakah jika seseorang pada puluhan tahun yang lalu melukis candi Borobudur, kemudian kini datang pula  pelukis lain yang melukisnya – dan ternyata lukisan itu sama atau mirip dengan yang sebelumnya – apakah Anda berkata bahwa pelukis kedua menjiplak dari pelukis pertama?
Nabi Muhammad saw sejak dini telah mengakui bahwa beliau adalah pelanjut dari risalah para nabi. Beliau mengibaratkan diri beliau dengan para nabi sebelumnya bagaikan seorang yang membangun rumah, maka dibangunnya dengan sangat baik dan indah, kecuali satu bata di pojok rumah itu. Orang-orang berkeliling di rumah tersebut dan mengaguminya sambil berkata, “Seandainya diletakkan bata di pojok rumah ini, maka Akulah (pembawa) bata itu dan Akulah penutup para nabi.” Demikian sabda Beliau yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui Jabir bin Abdillah.[16]
Dari uraian makalah di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:
  1. Alquran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang.
  2. Sebagian isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang qashas (sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang (umat Islam).
  3. Qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
  4. Tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.
  5. Kisah dalam Alquran dibedakan tiga macam, yaitu: kisah dakwah para nabi, kejadian umat terdahulu dan kejadian di zaman Rasulullah Muhammad saw.
  6. Unsur kisah Alquran juga ada tiga, yakni: adanya Pelaku, kejadian atau peristiwa dan percakapan.
  7. Inti dari fungsi kisah dalam Alquran adalah untuk dakwah menegakkan kalimat tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya sebagai pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.
  8. Beberapa kaum orientalis ada yang meragukan keaslian kisah-kisah dalam Alquran. Namun anggapan mereka terbantahkan dengan bukti-bukti yang telah dipaparkan di atas.
*Makalah ini disusun oleh Ali Murtadlo
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Ilmu-Ilmu Alquran. Jakarta: Bulan Bintang. 1972.
Charisma, Moh. Chadziq. Tiga Aspek Kemukjizatan Alquran. Surabaya: Bina Ilmu. 1991.
Hanafi, A. Segi-segi Kesusasteraan pada Kisah-Kisah Quran. Jakarta: Pustaka Al-Husna. 1983.
Munawir, Fajrul dkk. Al-Quran. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005.
Mushaf Alquran
Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Quran. Bandung: Mizan. 1998
Syaltut , Mahmud. al-Islam Aqidah wa al-Syariah. Beirut: Dar al-Qalam. 1966.


[1] Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1966), hlm. 11
[2] Q.S. Yusuf ((12): 111)
[3] Q.S. Al-Kahfi: 64 dan Q.S. Al-Qashash: 11
[4] Q.S. Al-Imran: 62 dan Q.S. Yusuf: 111
[5] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Alquran. (Jakarta: Bulan Bintang, 1972). hlm. 176
[6] Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1073). Hlm. 306
[7] Fajrul Munawir dkk. Al-Quran. (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005). Hlm. 107
[8] Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1073). Hlm.306
[9] Fajrul Munawir dkk. Al-Quran. (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005). Hlm. 108-109
[10] Sayid Qutb. Al Tashwir al-Fannai fil Quran. Hlm. 111
[11] A. Hanafi, Segi-segi Kesusasteraan pada Kisah-Kisah Quran. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983). Hlm. 68
[12] Abu Ishaq Ahmad bin Muhammad Ibn Ibrahim an-Naisaburi. Qisas Anbiya. (Beirut: Dar al-Fikr). Hlm. 12
[13] Q.S. 11:120
[14] Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1073). Hlm. 307
[15] Al-Biqa’i. Badzl An-Nushah wa Asy-Syafaqah li At-Ta’rif bi Shuhbah as-Sayyid Waraqah.
[16] Dirangkum dari M. Quraish Shihab. Mukjizat Al-Quran. (Bandung: Mizan, 1998). Hlm. 206-212.






Ulumul Qur’an KISAH-KISAH (QASHASH) DALAM AL-QUR’AN


BAB. I    PENDAHULUAN


A.    Lantar Belakang
Al-Quran merupakan kalam Allah sebagai pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling besar. Untuk mengetahui kandungan Al-Quran itu diperlukan suatu metode keilmuan yang dikenal dengan nama ulumul quran.
Menurut Az-Zarqani, ulumul quran ialah studi yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Al-Quran, baik dilihat dari segi turunnya, kemujizatannya, penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadap Al-Quran dan sebagainya.
Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor paling penting yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut kedalam hati dan pada gilirannya akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung didalamnya. Kesusastraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas di antara seni-seni bahasa dan kesusastraan. Dan “kisah yang benar” telah menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah Qur’an.
Secara garis besar makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian kisah Al-Qur’an, macam-macam kisah Al-Qur’an, faedah dari kisah-kisah dalam Al-Qur’an dan pengaruh kisah al-Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran.
B.     Rumusan Masalah
1.             Apa yang dimaksud dengan kisah (Qashash) Al-Qur’an.
2.             Apa saja macam-macam kisah (Qashash) Al-Qur’an.
3.             Apa tujuan dari kisah (Qashash) Al-Qur’an.
4.             Apa saja pengaruh kisah (Qashash) Al-Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran.
C.     Tujuan Dan Kegunaan Penulisan
1.    Tujuan Penulisan
a.              Untuk mengetahui pengertian dari kisah (Qashash).
b.             Untuk mengetahui macam-macam kisah (Qashash).
c.              Untuk mengetahui apa saja faedah kisah (Qashash)  Al-Qur’an.
d.             Dan untuk mengetahui pengaruh kisah (Qashash)  Al-Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran.
2.    Kegunaan penulisan
a.              Diharapkan dapat memberikan kontribusi penulisan khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
b.             Untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan studi di Fakultas Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Rengat TA. 2013/2014.





BAB. II   PEMBAHASAN


1.    Pengertian Kisah dalam Al-Qur’an
Secara etimologi qashash (قصص) merupakan bentuk jamak dari kata (قصة) yang berarti berita, kisah, perkara dan keadaan.[1]
Sesuai firman ALLAH SWT:
¨bÎ) #x»yd uqßgs9 ßÈ|Ás)ø9$# ,ysø9$# 4... ÇÏËÈ  
Artinya: "Sesungguhnya ini adalah kisah-kisah yang benar."[2]
juga berarti mengikuti jejak.
Sesuai firman ALLAH SWT:
4... #£s?ö$$sù #n?tã $yJÏdÍ$rO#uä $TÁ|Ás% ÇÏÍÈ  
Artinya: "Lalu keduanya mengikuti kembali jejak mereka sendiri."[3]

Al-Qur’an telah menyebutkan kata kisah dalam beberapa konteks, pemakian dan tashrif  (konjugasi)nya: dalam bentuk fi’il madhi, fi’il mudhari’, fi’il amr dan mashdar.[4]
 Secara terminologi, Qashash Al-Qur'an adalah kisah-kisah di dalam Al-Qur'an yang menceritakan keadaan umat-umat terdahulu dan Nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi masa lampau, masa Sekarang dan masa yang akan datang.[5]
 Sedangkan Mana' al-Qathan mendefinisikan Qashash Al-Qur'an adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang hal-ihwal umat yang telah lalu, kenabian yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[6]

2.    Macam-Macam Kisah dalam Al-Qur’an
Didalam Al-Qur’an banyak di kisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari Al-Qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam seperti kisah para Nabi dan kaumnya. Kisah Yahudi, Nasrani, Majuzi, dan lain sebagainya.
Selain itu Al-Qur’an juga menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi di jaman Rasulullah Saw. Seperti kisah peperangan (Badar, Uhud, Hunain) dan perdamaian (Hudaibiyah) dan lain sebagainya.[7] Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam diantanya yaitu:
a.    Dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu kisah dalam Al-Qur’an ada tiga, yaitu:
1)   Kisah hal gaib yang terjadi pada masa lalu. Contohnya:
۩     Kisah tentang dialog malaikat dengan tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi sebagaimana di jelaskan dalam (QS. Al-Baqarah: 30-34).
۩     Kisah tentang penciptaan alam semesta sebagaimana yang diungkapkan dalam (QS. Al-Furqan: 59, Qaf: 38).
۩     Kisah tentang penciptaan nabi adam dan kehidupanya ketika di surga sebagaimana terdapat dalam (QS. Al-a’raf: 11-25).
2)   Kisah hal gaib yang terjadi pada masa kini.
Contohnya:
۩     Kisah tentang turunya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar seperti diungkapkan dalam (QS. Al-Qadar: 1-5).
۩     Kisah tentang kehidupan makhluk-makhluk gaib seperti setan, jin, atau iblis seperti diungkapkan dalam (QS. Al-A’raf: 13-14).
3)   Kisah gaib yang terjadi pada masa yang akan datang.
Contohnya:
۩     Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti yang diungkapkan dalam Al-Qur’an surah Al-Qari’ah, surah Al-Zalzalah, dan lainnya.
۩     Kisah tentang kehidupan orang-orang di surga dan di  neraka seperti di ungkapkan dalam Al-Qur’an surah Al-Ghasyiah dan lainnya.
b.    Dari Segi Materi
Ditinjau dari segi materi, kisah-kisah (Qashash) dalam Al-Qur’an ada tiga diantaranya yaitu:
1)   Kisah-kisah para nabi terdahulu
Bagian ini berisikan seruan dan ajakan para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat dari ALLAH SWT yang memperkuat dakwah mereka, sikap orang-orang yang memusuhinya, serta tahapan-tahapan dakwah perkembangannya, dan akibat yang menimpa orang beriman dan orang yang mendustakan para nabi. Contohnya:
|   Kisah Nabi Adam(QS.Al-Baqarah: 30-39. Al-Araf: 11 dan  lainnya).
|   Kisah Nabi Nuh (QS.Hud : 25-49).
|   Kisah Nabi Hud (QS. Al-A’Raf: 65, 72, 50, 58).
|   Kisah Nabi Idris (QS.Maryam: 56-57, Al-Anbiya: 85-86).
|   Kisah Nabi Yunus (QS.Yunus: 98, Al-An’am: 86-87).
|   Kisah Nabi Luth (QS.Hud: 69-83).
|   Kisah Nabi Musa (QS.Al-Baqarah: 49,61, Al-A’raf: 103-157)
|   Kisah Nabi Harun (QS.An-Nisa: 163).
|   Kisah Nabi Daud (QS.Saba: 10, Al-Anbiya: 78).
|   Kisah Nabi Sulaiman (QS.An-Naml : 15, 44, Saba: 12-14).
|   Kisah Nabi Ayub (QS. Al-An ‘am: 34, Al-Anbiya: 83-84).
|   Kisah Nabi Ibrahim (QS.Al-Baqarah: 124, 132, Al-An’am: 74-83).
|   Kisah Nabi Ismail (QS.Al-An’am: 86-87).
|   Kisah Nabi Ishaq (QS.Al-Baqarah: 133-136).
|   Kisah Nabi Ya’qub (QS.Al-Baqarah: 132-140).
|   Kisah Nabi Yusuf (QS.Yusuf: 3-102).
|   Kisah Nabi Yahya (QS.Al-An’am: 85).
|   Kisah Nabi Zakaria (QS.Maryam: 2-15).
|   Kisah Nabi Isa (QS.Al-Maidah: 110-120).
|   Kisah Nabi Muhammad (QS.At-Takwir: 22-24, At-Taubah: 43-57 ).
Kisah-kisah para Nabi tersebut menjadi informasi yang sangat berguna bagi upaya meyakini para Nabi dan Rasul ALLAH. Keimanan pada para Nabi dan Rasul merupakan suatu keharusan bagi umat Islam yang harus ditamamkan semenjak usia dini. Tanpa adanya keyakinan ini, seseorang tidak akan bisa membenarkan wahyu ALLAH SWT yang terdapat dalam kitab ALLAH SWT yang berisi berbagai macam perintah maupun larangan-Nya.
 Jika seorang telah memiliki kemantapan dalam mengimani para Nabi dan Rasul, mereka akan dibawa dalam suatu keyakinan yang sama-sama diimani semua Nabi, yakni keesaan ALLAH SWT.
Kisah Nabi juga bisa dijadikan teladan bagi kehidupan seseorang. Keteladanan diperlukan agar seseorang memiliki sosok yang bisa dijadikan idola. Misalnya sosok yang tampan seperti Nabi Yusuf AS, yang kaya seperti Nabi Sulaiman, yang handal pertempuran seperti Nabi Musa AS.
Dalam pembelajaran, peserta didik memiliki bermacam-macam karakter, bakat, dan pembawaan. Hal ini perlu dikembangkan dengan memberikan kisah-kisah pilihan Nabi dan Rasul.
2)      Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah.
|   Kisah tentang Ababil (QS.Al-Fil: 1-5).
|   Kisah tentang hijrahnya Nabi SAW (QS.Muhammad: 13).
|   Kisah tentang perang Badar dan Uhud (QS. Ali Imran).
|   Kisah tentang perang Hunain dan At-Tabuk (QS. Taubah). Dan lain sebagainya.
Kisah-kisah tersebut dapat dipergunakan untuk memantapkan keyakinan dan keimanan peserta didik agar benar-benar mencontoh kebaikan yang dilakukan para sahabat yang telah berjuang dengan semangat. Peserta didik juga di motivasi untuk selalu berjuang dan berkorban di jalan ALLAH SWT.
3)   Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya:
|   Kisah tentang Luqman (QS.Luqman: 12-13).
|   Kisah tantang Dzul Qarnain (QS. Al-Kahfi: 83-98).
|   Kisah tentang Ashabul Kahfi (QS.Al-Kahfi: 9-26).
|   Kisah tentang thalut dan jalut (QS.Al-Baqarah: 246-251).
|   Kisah tentang Yajuj Ma’fuz (QS.Al-Anbiya: 95-97).
|   Kisah tentang bangsa Romawi (QS.Ar-Rum: 2-4).
|   Kisah tentang Maryam (QS. Ali Imron: 36-45, dan lain-lain)
|   Kisah tentang Fir’aun (QS. Al-Baqarah: 49-50, dan lain-lain)
|   Kisah tentang Qorun (QS. Al-Qashash: 76-79, dan lain-lain) dan lain sebagainya.
Kisah tersebut ada yang patut kita teladani dan tidak perlu diteladani. Kisah teladan dari selain para Nabi dan rasul dapat dijadikan pelajaran bahwa meskipun tidak sebagai Nabi atau Rasul manusia tetap berpeluang menjadi orang baik yang bisa menjadi pilihan. Sedangkan kisah yang tidak  patut diteladani juga bermanfaat bagi upaya penjagaan diri agar tidak terjerumus pada perbuatan yang sama.

3.    Faedah Kisah dalam Al-Qur’an
Kisah-kisah Al-Qur'an pada dasarnya terdapat banyak sekali faedah yang dapat dipetik manfaatnya.
Berikut ini faedah kisah dalam Al-Qur’an di antaranya:
1.    Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama ALLAH SWT dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Nabi.
Sesuai firman ALLAH SWT:
!$tBur $uZù=yör& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqߧ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmøs9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbrßç7ôã$$sù
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.”

2.    Menanamkan akhlakul karimah dan budi yang mulia.
3.    Menampakan kebenaran nabi muhammad. Dalam dakwahnya dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat-umat terdahulu.
4.    Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membenarkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.
5.    Meneguhkan hati Rasulullah dan umat Muhammad atas agama Islam, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
Sesuai firman ALLAH SWT :
yxä.ur Èà)¯R y7øn=tã ô`ÏB Ïä!$t6Rr& È@ߍ9$# $tB àMÎm7sVçR ¾ÏmÎ x8yŠ#xsèù 4 x8uä!%y`ur Îû ÍnÉ»yd ,ysø9$# ×psàÏãöqtBur
3tø.ÏŒur tûüÏYÏB÷sßJù=Ï9 ÇÊËÉÈ  
Artinya: “Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”[8]

6.    Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
7.    Menarik perhatian para mendengar.
8.    Sugesti bagi kaum Mukminin.
9.    Peringatan kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya mereka dalam kekufuran.
10.     Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung didalamnya kedalam jiwa.[9]
Sesuai firman Allah SWT:
ôs)s9 šc%x. Îû öNÎhÅÁ|Ás% ×ouŽö9Ïã Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# 3 $tB tb%x. $ZVƒÏtn 2uŽtIøÿム`Å6»s9ur t,ƒÏóÁs? Ï%©!$# tû÷üt Ïm÷ƒytƒ Ÿ@ÅÁøÿs?ur Èe@à2 &äóÓx« Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏB÷sムÇÊÊÊÈ  
Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.[10]

4.    Pengaruh Kisah Al-Qur’an dalam Pendidikan dan Pengajaran
Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus jiwa manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jemu serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal.
Pelajaran yang disampaikan dengan metode ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak dapat di ikuti sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan mudah sulit dan berat serta memerlukan waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, maka kisah dalam Al-Quran sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah.
Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah, dan ingatnya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan mengisahkannya.
Fenomena fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang memerlukan inti pengajaran dan guru pendidikan.
Dalam kisah-kisah Qur’ani terdapat sarana yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan bekal kependidikan berupa kehidupan para nabi, berita tentang umat terdahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan tentang bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah Qur’ani itu dengan aturan bahasa yang sesuai dengan nalar pelajar dalam segala tingkatan.[11]


BAB. III   PENUTUP
A.      Kesimpulan
a.    Menurut bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita atau keadaan. Sedangkan menurut istilah Qashashul Quran ialah kisah-kisah dalam Al-Quran tentang Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
b.    Tiga macam kisah dalam Al-Quran: kisah para nabi terdahulu, kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya, dan kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah.
c.    Kisah (Qashash) dalam Al-Quran dapat digunakan sebagai sarana dakwah, hiburan, motivasi, dan lain-lain. Selain itu Qashash biasanya menceritakan semua keadaan dengan cara yang menarik dan mempesona. Dan bahkan tulisan di dalam Al-Qur’an dapat mengalahkan syair-syair yang terkenal di Arab.














DAFTAR PUSTAKA

Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998).
Al-Quran dan Terjemahannya,Depag RI, Jakarta, 1989.
Ahmad Syadali, Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, Cet. Ke-1.
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001.
Luwes, al-Munjid fi al-Lughah (Bairut: Dar al-Masyriq, 1998).
Surah Ali 'Imran: 62.
Surah Al Kahfi: 64.
Surah Hud:120.
Surah Yusuf: 111.
Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, alih bahasa: Abdullah, Kisah-kisah al-Qur’an; Perjalanan dari Orang-orang Dahulu (Jakarta: Gema Insani Press, 1999).



[1]Luwes, al-Munjid fi al-Lughah (Bairut: Dar al-Masyriq, 1998), hal. 631
[2] Surah Ali 'Imran: 62
[3] Surah Al Kahfi: 64
[4] Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, alih bahasa: Abdullah, Kisah-kisah al-Qur’an;    Perjalanan dari Orang-orang Dahulu (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), jilid. I, hal. 21.
[5]Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hal. 294.
[6] Mana’ al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Bairut: al-Syirkah al-Muttahidah li al-Tauzi’, 1973),hal. 306
[7] Al-Quran dan Terjemahannya,Depag RI, Jakarta, 1989, hal.116.
[8] Surah Hud:120
[9]Ahmad Syadali, Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, Cet. Ke-1, hal. 30.
[10]Surah Yusuf:111
[11]    Sayid Abdul Hasan Al-Husni An Nadwi telah menyusun pula kumpulan kisah para Nabi, yang merupakan kisah para pelopor. (An-Nasyir, penerbit).

Kisah-kisah dalam alquran
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Rosihon Anwar dalam bukunya “Ilmu Tafsir[1][1] mengemukakan bahwa Alquran merupakan kalam Allah swt. yang berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran-ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada yang berisi informasi, perintah dan larangan, ada juga yang dimodifikasi dalam bentuk diskriftif kisah-kisah yang
mengandung pelajaran atau petunjuk yang dikenal dengan kisah-kisah dalam Alquran. Tuntunan dalam Alquran adakalanya disampaikan melalui kisah-kisah dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap setiap bujukan untuk berbuat ingkar, serta menerangkan prinsip-prinsip Islamiyah dalam berdakwah.
            Sudah menjadi ketentuan, bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah swt. mempunyai banyak keunikan, salah satu keunikannya adalah suka mendengar dan mempelajari cerita. Hal tersebut disebabkan karena kisah dapat menarik perhatian apabila di dalamnya terselip pesan-pesan dan pelajaran yang dapat menanamkan kesan rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Nasehat atau pelajaran yang disampaikan tanpa variasi, walau dengan tutur kata yang indah, belum tentu dapat menarik perhatian akal, bahkan isinya pun belum tentu dapat dipahami. Akan tetapi bila nasehat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan, maka akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Sehingga akan merasa senang mendengarkan, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh akan nasehat dan pelajaran yang terkandung di dalammya.
             Dikemukakan oleh Manna Khalil al-Kattan,[2]
[2] bahwa kesusasteraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan kesusasteraan. Kisah yang benar telah membuktikan kondisi ini dalam Ulub Arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah Alquran. Kisah-kisah dalam Alquran tentu saja berbeda dengan cerita atau dongeng lainnya, karena mempunyai karakteristik di dalamnya. Dalam Alquran kisah merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat manusia yang senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.
            Secara eksplisit Alquran berbicara tentang pentingnya sejarah, hal tersebut tertera dalam Q.S. Ali Imran (3):140 berbunyi:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Dan kamu (pada perang uhud) terkena luka, Maka kaum lainpun (kafir) kena luka pula seperti itu. Dan hari (kejayanan dan kekalahan) itu akan datang silih berganti.[3][3]
B. Rumusan Masalah
            Berangkat dari pembahasan pada latar belakang di atas, maka dapatlah dikemukakan permasalahan yang menjadi inti pembahasan dalam makalah ini, yakni sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian Qaa al-Qur’ān?
2.      Ada berapa macam Qaa al-Qur’ān?
3.      Bagaimana karakteristik Qaa al-Qur’ān?
4.      Apa tujuan Qaa al-Qur’ān?

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Qaa al-Qur’ān
            Kata qaa berasal dari Bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata qia yang berarti tatabbu’ al-aar (napak tilas/ mengulang kembali masa lalu).  qia menurut Muhammad Ismail Ibrahim yang berarti “hikayat” (dalam bentuk) prosa yang panjang”.[4][4] sedang menurut Manna Khalil al-Qattan “qaatu aarahu” yang berarti “kisah ialah menelusuri jejak”.[5][5] Kata al-qaa adalah bentuk masdar, seperti dalam firman Allah Q.S. Al-Kahfi (18): 64 disebutkan:
فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا
Terjemahnya:
            Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.[6][6]
Maksudnya kedua orang itu kembali mengikuti jejak darimana keduanya itu datang. Dan firmanNya melalui lisan ibu Musa, QS. Al-Qaa (28): 11 sebagai berikut:
ôMs9$s%ur ¾ÏmÏG÷zT{ ÏmÅ_Áè% (
Terjemahnya:

Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ikutilah dia.[7][7]
Maksudnya ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya. Secara etimologi  (bahasa), al-qaa mempunyai arti urusan (al-amr), berita (al-khabar), perbuatan (al-sya’an), dan keadaan (al-hal).[8][8] Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al-qasa diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan sebagainya).[9][9] Menurut al-Raghib al-Ifahani, qaa adalah akar kata (madar) dari “qaṣṣa-yaquṣṣu”, secara lugawi konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan di atas, yang dipahami sebagai “cerita yang ditelusuri”[10][10] seperti dalam Firman Allah swt. Q.S. Yusuf (12): 111:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ
Terjemahnya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunya akal”.[11][11]
            Berdasarkan pada beberapa arti di atas, dapat diambil pengertian bahwa qia sama dengan kisah yang mempunyai arti segala peristiwa, kejadian atau berita yang telah terjadi dari suatu cerita untuk menelusuri jejaknya.
Adapun yang dimaksud dengan Qaa al- Qur’ān adalah
 إخبار عن الأحوال الماضية والأنبياء القدماء والأحداث الواقعة فى الماضى.
Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu, dan peristiwa yang pernah terjadi”.[12][12]
            Menurut perspektif Alquran, Allah swt. mengungkapkan diriNya melalui peristiwa-peristwa, namun wahyuNya menggunakan tema-tema yang sudah terkenal dan dinyatakan kembali sampai orang-orang beriman meresapinya.[13][13] Alquran banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.
            Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan, bahwa pada kisah-kisah yang dimuat dalam Alquran semuanya cerita yang benar-benar terjadi, tidak ada cerita fiksi, khayal, apalagi dongeng. Jadi bukan seperti tuduhan sebagian orientalis bahwa Alquran ada yang tidak cocok dengan fakta sejarah.[14][14]
B. Macam-macam Qaa al-Qur’ān
            Menurut Manna Khalil al-Kattan,[15][15]  kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.      Dilihat dari sisi pelaku
Dari sudut pandang pelaku, kiah-kisah dalam Alquran dapat lagi dibedakan menjadi  tiga macam yaitu:
a)      Kisah para nabi
Pada bagian ini, kisah dalam Alquran berisikan tentang ajakan  para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat yang menimpa orang beriman (mempercayai) dan golongan yang mendustakan para nabi. Misalnya kisah Nabi Nuh, a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa, a.s., Nabi Harun, a.s, Nabi Isa, a.s., Nabi Muhammad saw, dan nabi-nabi serta rasul lainnya.
b)      Kisah yang berhubungan dengan masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya.
Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung halamannya, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putera Adam, Ahabul Kahfi, Dzul Qarnain, Qarun, Ashabus Sabti (orang–orang yang menangkap ikan pada hari sabtu), misalnya Maryam, Ahabul ukhdud, Ahabul Fil dan lain-lain.
c)      Kisah yang terjadi pada masa Rasulullah saw.
Seperti perang Badar dan Uhud dalam Surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam Surah al-Taubah, perang al-Akhzab, Hijrah, Isra’ dan lain-lain.
Kisah-kisah mengenai para nabi dalam Alquran bervariasi sesuai dengan kasus, tetapi mereka semua adalah pemberi peringatan yang mendapat perlindungan Allah swt. kepada para hambaNya. Perlindungan ini adalah salah satu elemen dalam narasi yang dipercepat dengan insiden. Contoh Nabi Ibrahim, a.s. diselamatkan dari api yang dilempar kedalamnya oleh umatnya setelah dia menghancurkan patung-patung, Q.S. Al-Anbiya’ (21): 68-71. Nabi Isa, a.s. diselamatkan ketika Allah swt, secara mukjizat menghalanginya dari orang-orang Yahudi dari menyalibnya Q.S. an-Nisa (4): 157.[16][16] 
2.      Dilihat dari panjang pendeknya
Dalam hal ini, kisah-kisah dalam Alquran dapat dibedakan menjadi tiga bagian,[17][17] yakni :
a.       Kisah yang panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf, a.s. dalam Q.S. Yusuf (12) yang hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanak sampai dewasa dan memiliki kekuasaan.
b.      Kisah yang sedang, seperti kisah Nabi Musa, a.s. dalam Q.S. al-Qaa (28), kisah Nabi Nuh, a.s. dan kaumnya dalam Q.S. Nuh (71), dan lain-lain. Kisah yang lebih pendek dari kisah yang sedang, seperti kisah Maryam dalam Q.S. Maryam (19), kisah Ahab al-Kahfi pada Q.S. al-Kahfi (18), kisah Nabi Adam, a.s. dalam Q.S. al-Baqarah (2), dan Q.S. Thoha (20), yang terdiri atas sepuluh atau beberapa belas ayat saja.
c.       Kisah yang pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, misalnya kisah Nabi  Luth, a.s dalam Q.S. al-A’raaf (7), kisah Nabi alih, a.s. dalam Q.S. Hud (110), dan lain-lain.
3.      Dilihat dari jenisnya
Apabila dilihat dari segi jenisnya, kisah-kisah dalam Alquran dapat dibagi menjadi tiga macam,[18][18] yaitu:
a.       Kisah Sejarah (al-qia al-tarikhiyyah), berkisar tentang kisah-kisah sejarah, seperti para nabi dan rasul.
b.      Kisah perumpamaan (al-qia al-tamlsiyah), untuk menerangkan atau memperjelas suatu pengertian, bahwa peristiwa itu tidak benar terjadi tetapi hanya perkiraan.
c.       Kisah asatir, kisah ini untuk mewujudkan tujuan-tujuan ilmiah atau menafsirkan fenomena yang ada atau menguraikan masalah yang sulit diterima akal.
Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran  pada umumnya mengandung tiga unsur[19][19] yaitu:
1.      Pelaku (al-sakhsiyyat), kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran tidaklah hanya manusia, seperti dalam Q.S. al-Naml (27): 23, tetapi juga ada malaikat, seperti dalam Q.S. Hud (11): 69-83, Jin dalam  Q.S. saba’ (34):12, dan binatang (burung, semut, dll), dalam Q.S. al-Naml  (27): 18-19.
2.      Peristiwa (ahda), hal ini terbagi menjadi: peristiwa yang berkelanjutan, peristiwa yang dianggap luar biasa, seperti dalam Q.S. al-Maidah (5): 110-115, dan peristiwa yang dianggap biasa, seperti  dalam Q.S. al-Maidah (5) : 116-118.
3.      Dialog (al-hiwar), seperti dalam Q.S. al-A’raf (7):11-25, Thaha (20): 9-99.
Dr. Mardan[20][20] dalam membagi macam-macam kisah dalam Alquran, mengemukakan bahwa kisah-kisah dalam Alquran dapat dilihat :
1.      Dari segi pengungkapannya. Dalam hal ini, dapat dibedakan ; a) kadang-kadang Allah menyebut suatu kisah berulang-ulang dalam ulub yang berbeda tanpa memberi kesan membosankan, karenanya kadang-kadang dijumpai dalam Alquran kisah seorang nabi disebut dibeberapa surah, seperti kisah Nabi Musa ; b) kadang-kadang pula Allah menyebut kisah seorang nabi dalam surah tertentu, seperti kisah Nabi Yusuf.
2.        Dari segi urutan permasalahan yang dikemukakan. Dalam hal ini dapat dibedakan ; a) pengungkapan kisah dimulai terlebih dahulu dengan intisari atau ringkasan kisah, setelah itu diuraikan perinciannya dari awal sampai akhir, seperti kisah ahabul kahfi; b) Pengungkapan kisah dimulai dari akhir cerita, kemudian kisah itu kembali diulangi dari awal sampai akhir, seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun; c) kadang-kadang pula suatu kisah diuraikan secara langsung tanpa didahului oleh pendahuluan dan kesimpulan, seperti kisah Maryam di saat kelahiran Nabi Isa; d) kadang-kadang juga suatu kisah diungkap seperti drama, misalnya kisah Nabi Ibrahim dan Ismail ketika membangun Ka’bah.
3.      Dilihat dari sudut dimulainya kisah dan perkembangan tokohnya. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi ; a) Ada kisah Alquran dimulai dari awal kelahiran tokohnya, seperti kisah Nabi Adam, kisah Nabi Isa, dan lain-lain; b) kadang-kadang suatu kisah dimulai dari tidak terlalu awal kelahiran dan akhir kehidupan tokohnya, seperti kisah Nabi Yusuf, demikian juga dengan kisah Nabi Ibrahim; c) kadang-kadang pula kisah dimulai pada akhir perkembangan kehidupan tokohnya, seperti kisah Nabi Nuh, Hud, dan lain-lain.
4.      Dilihat dari segi penyebutan tempat dan tokohnya. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi ; a) Kisah yang ditunjukkan tempat, tokoh dan gambaran peristiwanya, seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun, kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, kisah Nabi Syuaib, kisah Nabi Nuh, dan lain-lain; b) kisah yang mengemukakan peristiwa atau keadaan tertentu pelaku sejarah tanpa menyebutkan nama tokoh dan tempatnya, seperti kisah dua putra Nabi Adam yang melaksanakan kurban dalam Q.S. al-Ma’idah : 27-30; c) kisah dalam bentuk dialog yang tidak menyebut pelaku dan tempatnya, seperti kisah dua orang pemilik kebun dalam Q.S. al-Kahfi : 32-43.
5.      Dilihat dari segi isi dan kandungan. Dalam hal ini dapat dibedakan atas ; a) Kisah para nabi dan rasul, kisah seperti ini berisi gambaran seruan para nabi dan rasul kepada kaumnya; kisah yang berhungan dengan kejadian-kejadian masa lampau; d) kisah yang ada sangkut-pautnya dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw., seperti kisah hijrah, kisah isra’, dan lain-lain.
C. Karakteristik  Qaa al-Qur’ān
Secara umum, Alquran tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara berurutan (kronologis) dan memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar, tetapi terkadang berbagai kisah disebutkan berulang-ulang dibeberapa tempat, ada pula beberapa kisah disebutkan Alquran dalam bentuk yang berbeda, disatu tempat ada bagian yang didahulukan dan ditempat lain diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal tersebut menimbulkan perdebatan di antara kalangan orang yang meyakini dan orang-orang yang meragukan Alquran. Mereka yang ragu terhadap Alquran sering mempertanyakan, mengapa kisah-kisah dalam Alquran tidak disusun secara kronologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami? Karena hal itu,  menurut mereka dipandang tidak efektif dan efisien.[21][21]
Menurut Manna Khalil al-Qattan, bahwa penyajian kisah-kisah dalam Alquran begitu rupa mengandung beberapa hikmah, yaitu :
1.        Menunjukkan kehebatan mukjizat Alquran.
2.        Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk menguatkan kesan yang mantap dan melekat dalam jiwa.
3.        Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut.
Kisah dalam Alquran memberikan faedah yang sangat tinggi dan sekaligus memberikan gambaran tentang karakteristik kisahnya, yakni  sebagai berikut[22][22]:
1.        Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh setiap nabi, Q.S. Al-Anbiya’ (21) : 25.
2.        Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah swt. serta menegakkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnya pertolongan Allah swt. dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya, Q.S. Hud (11) : 120.
3.        Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.
4.        Memperlihatkan kebenaran nabi Muhammad saw. dalam penuturannya mengenai orang-orang terdahulu.
5.        Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan dan petunjuk, Q.S. Ali Imran (3) : 93
6.        Kisah merupakan salah satu bentuk sastera yang menarik bagi setiap pendengarnya dan memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa, Q.S. Yusuf (12) : 111.

D. Tujuan Qaa Al-Qur’ān
                Kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran menjadi bukti kuat bagi umat manusia bahwa Alquran sangat sesuai dengan kondisi mereka, karena sejak kecil sampai dewasa bahkan sampai tua, jarang orang yang tak suka pada kisah, apalagi bila kisah mempunyai tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan. Alquran sebagai kitab yang berisi hidayah mencakup kedua aspek itu, disamping tujuan yang mulia, juga kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa yang indah dan menarik, sehingga tak ada orang yang bosan membaca dan mendengarnya. Sejak dahulu sampai sekarang, telah berlalu empat belas abad, kisah-kisah Alquran yang diungkapkan dalam Bahasa Arab itu masih up dated, mendapat tempat dan hidup di hati umat, padahal bahasa-bahasa lain telah banyak yang masuk museum, dan tidak terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti Bahasa Ibrani, Bahasa Latin, dan lain-lain.[23][23]
          Kisah-kisah dalam Alquran bukanlah suatu gubahan yang bernilai sastera saja, baik gaya bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa-peristiwa, tetapi juga merupakan suatu media untuk mewujudkan tujuan yang asli. Kisah-kisah dalam Alquran secara umum mempunyai tujuan untuk kebenaran dan semata-mata untuk keagamaan.[24][24] Adapun tujuan kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran, seperti yang telah dikemukakan oleh Muhammad Chirjin[25][25] adalah  sebagai berikut :
1.        Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan.
2.        Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah swt.
3.        Menerangkan bahwa semua agama itu dasarnya satu dan semuanya dari Tuhan Yang Maha Esa.
4.        Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa.
5.        Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.,  dengan agama Nabi Ibrahim, a.s. secara khusus, dan dengan agama-agama Bangsa Israil pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hugungan umum antara semua agama.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian-uraian  di atas, maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yakni sebagai berikut :
1.        Bahwa yang dimaksud dengan Qaa al-Qur’ān adalah kisah-kisah dalam Alquran tentang kejadian dimasa lampau yang bersisi pesan-pesan kepada umat manusia untuk senantisa bertakwah kepada Allah swt.
2.        Bahwa macam-macam kisah dalam Alquran dapat dibedakan menjadi  tiga macam yaitu:
a. Dilihat dari segi pelaku, terdiri dari ; 1) kisah para Nabi; 2) kisah-kisah yang berhubungan dengan kejadian masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiaannya;  3) kisah-kisah tentng kejadian pada masa Rasulullah saw.
b. Dilihat dari panjang pendeknya, terbagi menjadi ;  1) Panjang; 2) Sedang; 3) Pendek.
c. Dilihat dari segi jenisnya, dibagi menjadi ; 1) kisah sejarah (al-Qia al-Tarikhiyyah);  2) kisah perumpamaan (al-Qia al-Amaliyyah); 3) kisah Asatir
3.        Bahwa karakteristik Qaa al-Qur’ān yaitu dengan cara pengulangan kisah dibeberapa tempat, ada pula sebuah kisah disebutkan dalam Alquran dikemukakan dalam bentuk yang berbeda, disuatu tempat ada bagian yang didahulukan dan ditempat lain diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Penyajian kisah-kisah dalam Alquran seperti itu mengandung hikmah dan faedah yang sangat tinggi.
4.        Bahwa tujuan dari kisah-kisah Alquran adalah supaya umat manusia bisa mengambil pelajaran berharga dari kisah tersebut dan membuktikan kebenaran Alquran.

B. Saran-saran
            Setelah menguraikan permasalahan demi permasalahan, maka penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam penyusuanan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun dalam pembasannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun sehingga dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya dapat lebih sempurna.
Ayat-ayat Alquran yang memuat kisah-kisah, dapat dilihat secara lengkap dalam lampiran makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’ān al-Karīm
Anwar, Rosihon, Ilmu Tafsir, Cet.III; Bandung: Pustaka Setai, 2006

Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Basri, Hasan, Horizon Al-Qur’an, dari judul asli Lea grands themes du Coran oleh Jasques Jomies Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase, 2002
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992
Chitjin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an; Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1998.
Hanafi, Segi-Segi Kesusesteraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1984.
Husayn, Muhammad al-Khidr, Balaghat Al_Qur’an, Ali al-Ridha al-Tunisi, 1971.
Ibrahim, Muhammad Ismail, Mu’jam al-Alfazh wa A’lam al-quraniyyat, Dar al-Fikr-al-a’rabi, 1969
Al- Ishfahani, Al-Raghib, al-mufradat fi Gharib al-Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kaylani, Mesir: musthafa al-Bab al-Halab,t.t.
Poewarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Al-Qattan, Manna khalil, Mahabis fi Ulum al-Qur’an, Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973.
Qutb, Sayyid, Seni Penggambaran dalam Al-Qur’an, terjemah Chadidjah Nasution;
  Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981.

Lampiran
Daftar ayat-ayat Al-Qur’ān yang memuat kisah-kisah
1.         Al-Baqarah (2): Adam diajari benda-benda:31, Adam digoda Setan: 36, Adam dikeluarkan dari Surga:36, Fir’aun dan pengikutnya ditenggelamkan: 50, Kekejaman Fir’aun terhadap Bani Iarail: 49, Iblis menggoda Adam: 36, Ibrahim berdebat dengan raja:258, Ibrahim mendirikan Baitullah dengan Ismail:127, Israil dan Jalut: 249, Israil melanggar aturan hari Sabtu: 65, Israil meminta Musa memperlihatkan Tuhan: 55, Daud membunuh Jalut: 251, Harut dan Marut: 102, Nabi Musa menyeberangi laut: 50, Kaum nabi Musa: 50.
2.         Ali Imran (3): Istri Imran menadzarkan anaknya kepada Tuhan:35, Maryam menerima kabar kehadiran Isa: 45-49, Perang Badar dan Uhud: 121-127.
3.         Al-Nisa (4): Israil meminta Musa memperlihatkan Tuhan: 153, Nabi Musa berbicara langsung pada Tuhan: 164, Kaum nabi Musa menyembelih anak sapi: 153.
4.         Al-Maidah (5): Habil dan pembunuh pertama: 27-31, Isa:110-115, Irail enggan memasuki Palestina: 20-26, israil melanggar aturan hari Sabtu: 69, Tuhan mengambil perjanjian dengan anak Israil yang dua belas: 12, Qabil membunuh saudaranya: 30.
5.         Al-A’rāf (7): Adam digoda setan: 22, Percakapan Musa dengan Fir’aun: 104-105, Iblis diusir dari surge: 13-18, Iblis menggoda Adam: 20-22, Luth: 80-84, Nabi Musa berbicara langsung dengan Tuhan: 144, Tongkat nabi Musa berubah jadi ular: 107, Nuh: 59-64, Kaum nabi Musa menyembelih anak sapi: 148.
6.         Al-Anfāl (8): Pembetalan perjanjian dengan musyrikin: 58
7.         Al-Taubah (9): Kaum Ad: 70, Perang Hunain: 25-59, Tabuk: 38-43, Pembatalan perjanjian dengan musyrikin: 12.
8.         Yunus (10): Kekejaman Fir’aun terhadapa Bani Israil: 83, Nabi Musa menyeberangi laut: 90, Nuh: 71-74.
9.         Hud (11): Kaum Ad’: 50,53,59,60, Hujan batu yang menimpa kaum Luth: 82, Kisah Ibrahim didatangi tamu Malaikat: 69-76, Ibrahim menerima berita kelahiran Ishak: 71, Nabi Nuh diperintahkan bawa sepasang untuk setiap jenis binatang ke dalam bahteranya: 40, Nuh: 25-48, Tempat berlabuh perahu nabi Nuh: 44, Puteri nabi Nuh: 78-79.
10.     Yusuf (12): Zulaikha menggoda Yusuf: 26, 30, 32, 51, Nabi Yusuf dipenjarakan: 35.
11.     Al-Rad (13): Kisah nabi Yusuf dan Zulaikha: 33.
12.     Ibrahim (14): Kaum ‘Ad: 9.
13.     Al-Hijr (15): Hujan batu yang menimpah kaum Luth: 74, Kisah Ibrahim didatangi tamu malaikat: 51-58, Jin dikeluarkan dari surge: 34, Luth: 59-76, Puteri nabi Luth: 71.
14.     Al-Isra’ (17): Penghancuran Baitul Maqdis oleh Babilonia: 5, Penghancuran Baitul Maqdis oleh Romawi: 7, Fir’aun dan pengikutnya ditenggelamkan: 103, Israil diperintahkan mendiami suatu negeri: 104, Isra’:1.
15.     Al-Kahfi (18): Khidil membetulkan dinding rumah: 77, Khidil membocorkan perahu: 71, Khidir membunuh seorang pemuda: 74, Nabi Musa bertemu dengan Khidir: 60-82.
16.     Maryam (19): Maryam membawa Isa kepada kaumnya: 27, Maryam melahirkan Isa: 23-26.
17.     Thaha (20): Adam digoda setan: 120-121, Adam dikeluarkan dari surga: 123, Percakapan Musa dengan Fir’aun :5-58, Percakapan Musa dengan tukang sihir: 64-67, Nabi Musa hijrah ke Madyan: 40, Tongkat nabi Musa menjadi ular:20, Kaum nabi Musa menyembelih anak sapi:88.
18.     Al-Anbiya (21): Ibrahim dibakar: 69-70, Ibrahim menghancurkan berhala: 57-67.
19.     Al-Hajj (22): Kaum Ad: 42, Tuhan menyiksa orang-orang yang berbuat kejahatan di Masjidil Haram: 25.
20.     Al-Mu’minun ( 23): Nabi Nuh diperintahkan membawa sepasang untuk tiap jenis hewan dalam bahteranya: 27, Nuh: 23-29.
21.     Al-Nur (24): Fitnah terhadap istri nabi Muhammad: 11-15.
22.     Al-Furqan (25): Kaum Ad: 38, Hujan batu yang menimpah kaum Luth: 40, Negeri Sodom: 40, Penduduk Rass yang dibinasakan Tuhan: 38.
23.     Al-Syura (26): Kaum Ad: 123, Fir’aun dan pengikutnya ditenggelamkan: 66, Musa an Fir’aun menyeberangi laut: 61-68, Kisah Hud dan kaum ‘Ad: 123-139, Hujan batu yang menimpah kaum Luth: 173, Luth: 167-173, Nuh: 105-120.
24.     Al-Naml (27): Pembicaraan burung-burung hud dengan nabi Sulaiman: 20-2, Hujan batu yang menimpah kaum Luth: 58, Jin Ifrit membawa singgasana Ratu Balqis: 39, Tongkat Nabi Musa menjadi ular: 31.
25.     Al-Qashash (28): Kekejaman Fir’aun terhadap Bani Israil:4, Kesombongan Qarun: 78, Qarun memiliki kunci harta yang berat:76, Nabi Musa dibuang ke sungai: 7, Nabi Musa hijrah ke Madyan: 22, Tongkat Nabi Musa menjadi ular: 31.
26.     Al-Ankabut (29): Kaum Ad: 38, Ibrahim dibakar: 24, Cobaan terhadap Nabi Luth: 28, Negeri Sodom: 31.
27.     Luqman (31): Nasihat Luqman kepada anaknya: 13.
28.     Al-Ahzab (33): Umat Islam berperang dengan Bani Quraiah: 26, 27.
29.     Saba’ (34): Negeri Saba’:15, Rayap: 14.
30.     Al-afat (37): Ibrahim menghancurkan berhala: 93, Ibrahim menyembelih Ismail: 102-103, Ibrahim menerima berita kelahiran Ishak: 112-113.
31.     Shād (38): Kaum ‘Ad:12, Nabi Ayyub diperintahkan hijrah: 41, Cobaan terhadap Nabi Daud: 42, Iblis diusir dari surga: 17, 21, 22, 23, 26, 27.
32.     Al-Mu’min ( 40): Kaum ‘Ad: 31, Fir’aun bertekad membunuh Nabi Musa: 26.
33.     Fushilat (41): Kaum ‘Ad: 15.
34.     Al-Zukhruf (43): Pengaruh Fir’aun: 54.
35.     Al-Dukhan (44): Nabi Musa menyeberangi laut: 24.
36.     Al-Ahkaf (46): Kaum ‘Ad:21
37.     Al-Fath (48): Hudaybiah: 18, 24.
38.     Qāf (50): Kaum Ad: 13, Penduduk Rass dibinasakan oleh Tuhan: 12.
39.     Al-Zariyat (51): Kaum ‘Ad: 51, Kisah Ibrahim bertemu malaikat :24-29, Ibrahim menerima kehadiran Ishak: 28.
40.     Al-Najm (53): Kaum ‘Ad:50,  Nabi Muhammad bertemu dengan Jibril dalam bentuk asli: 6, 13, Nabi Muahammad melihat Jibril di Sidratul Muntaha:13-14
41.     Al-Qamar (54): Kaum ‘Ad: 18,19,20, Kehancuran Fir’aun: 41-41, Kehancuran kaum Luth: 33-40, Kehancuran kaum Nuh: 9-16, Kehancuran kaum Tsamud:23-32.
42.     Al-Hasyr (59): Pengusiran orang Yahudi dari Madinah: 2-5.
43.     Al-Tahrim (66): Istri Luth yang berkhianat: 10, Kehidupan Nabi Muhammad dengan istrinya: 1-6.
44.     Nuh (71): Azab yang ditimpakan kepada kaum Nuh: 25, Nabi Nuh menyeru kaumnya: 2-4.
45.     Abasa (80): Teguran kepada Nabi Muhammad karena bermuka masam: 1-10.
46.     Al-Takwīr (81): Nabi Muhammad melihat malaikat jibril di ufuk terang: 23.
47.     Al-Fajr (89): Kaum ‘Ad: 6.



MAKALAH ULUM AL-QUR'AN "KISAH-KISAH DALAM AL-QUR'AN"


KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN
KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN
Pengertian Kisah
Dari segi bahasa al-qashash atau al-qish-shotu yang berarti cerita. Ia semakna dengan tatabbu’ul atsar, yaitu pengulangan kembali masa lalu.

Dari segi istilah, kisah berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa yang saling berurut-urut.
Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai ihwal ummat yang telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Macam-macam Kisah dalam Al-Qur’an
Ada tiga macam kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu :

Kisah Para Nabi terdahulu. Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang menentang dan mendustakannya. Misalnya kisah nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun dan Isa.

Kisah-kisah yang menyangkut pribadi-pribadi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya yang di nukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Lukman, Dzulqarnain, Qarun dan Ash-habul Kahfi.

Kisah-kisah yang menyangkut peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW, seperti perang Badar, perang Uhud, perang Ahzab, Bani Quraizah, Bani Nadzir dan Zaid bin Haritsah dengan Abu Lahab.
Karakteristik Kisah dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis) dan tidak pula memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar. Al-Qur’an juga mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di beberapa tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda.

Di satu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang ditempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal ini menimbulkan perdebatan di kalangan orang-orang yang meyakini dan orang-orang yang menentang dan meragukan Al-Qur’an. Mereka yang meragukan seringkali mempertanyakan, mengapa kisah-kisah tersebut tidak tersusun secara kronologis dan sistematis, sehingga lebih mudah dipahami.
Faedah Kisah –Kisah Qur’an
Kisah – kisah dalam Qur’an mempunyai banyak faedah. Beberapa faedah terpenting di antaranya :
Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh para nabi.
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku,maka sembahlah oolehmu sekalian akan aku.” (al-anbiya’[21]: 25)
Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat keyakinan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta kalahnya kebatilan dan para pembelanya.
“Dan semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu, adalah kisah-kisah yang dengannya Kami meneguhkan hatimu; dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran serta mengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
(Hud [11]: 20)

Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.

Menampakkan kebenaran Muhammad dan dakwahnya dengan apa yang diberitakan tentang hal-ikhwal orang- orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.
“Semua makanan adalah halal bagi bani israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’kub) untuk dirinya sendiri sebelum taurat diturunkan. Katakanlah: (jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum taurat), maka bawalah taurat itu dan bacalah ia, jika kamu orang-orang yang benar.”
(Ali Imran [3]: 93)

Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa.
Firman Allah:
“Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal.” (Yusuf [12]:111)







[1][1] Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir  (Crt. III; Bandung: Pustaka Setia, 2006). H. 65.
[2][2] Manna Khalil al-Qattan, Manahis fi Ulum al-Qur’an, (Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973), h. 305
[3][3] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992), h. 99
[4][4] Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa Alam al-Qur’anniya (t.tp.: Dar al-Fikr-al’Arabi,1969), h.140
[5][5] Manna Khalil al-Qattan, op.cit., h. 305
[6][6] Departemen Agama RI., , Op, cit., h. 454
[7][7] Ibid., h. 610
[8][8] Manna khalil al-Qattan, Op. cit., 305
[9][9] Purwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 512
[10][10] Al-Raghib al Isfahani, al Mufradat Fi Gharit al Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kailani, (Mesir: Mustafa al Bab al Halabih), t.t.,h. 404
[11][11] M. Said, Op. Cit., h. 224
[12][12] Ibid.
[13][13] Hasan Basri, Horizon al Qur’an, dari judul asli Les Grens Themes Du Coran oleh Jacquis Joner ( Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir al-Qur’an Pase, 2002), h. 80
[14][14] Muhammad al Khidir Husain, Balāgah al-Qur’ān, (t.tp. ; Ali al Rida al Tunisi, 1971), h. 104
[15][15] Manna Khalil al-Qattan, Op. Cit., h. 306
[16][16]Hasan Basri, Op. Cit., h. 82
[17][17] Hanafi, Segi-segi Kesusesteraan pada Kisah-kisah al Qur’an  (Jakarta: Pustaka al Husna, 1984), h. 1516
[18][18] Ibid, h. 74
[19][19] Rosihan Anwar, Op. Cit,. h. 67-72
[20][20] Lihat, Mardan,  Al-Qur’an-Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh  (Cet, I, Jakarta : Pustaka Mapan, 2009), hh. 194-198
[21][21] Muhammad Chirjin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an  (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1989), h. 11.
[22][22] Ibid, h. 30.
[23][23] Nasruddi Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir  (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.230
[24][24] Sayyid Qutb, Seni Penggambaran dalam al-Qur’an, Terjemah Khadijah Nasution (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981), h. 138.
[25][25] Muhammad Chirjin, Op. Cit,. h. 120-121

Tidak ada komentar:

Posting Komentar