“SEJARAH HIDUP RASULULLAH SAW”
By:
mhd. Nambin lubis
http://mujahidinalbanjari.wordpress.com/2012/12/04/makalah-tentang-sejarah-hidup-nabi-muhammad-saw/
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.
Wr. Wb
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
segala curahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu
menyelasaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada penulis untuk
menghadirkan sebuah makalah dengan judul “SEJARAH HIDUP RASULULLAH SAW.
Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan keharibaan
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat dan
para pengikut beliau sampai akhir zaman.
Makalah yang penulis sajikan sedapat mungkin penulis
hadirkan dalam bentuk yang mudah dimengerti. Namun demikian, penulis menyadari
adanya kekurangan dan keterbatasan penyampaian materi di dalam makalah penulis.
Karenanya penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak terutama dari
bapak PROF. DR. H. FAHMY ARIEF, MA selaku dosen pembimbing mata kuliah ULUMUL
QUR’AN demi kesempurnaan isi dari makalah penulis dan menjadi pelajaran
dikemudian hari.
PENDAHULUAN
Gurun tandus yang di kelilingi gurun pasir dan
gunung-gunung, yang mana pada masa itu kehidupan manusia sangat lah buruk,
sehingga disebutlah pada masa itu dengan zaman jahiliyah atau zaman kebodohan
manusia, dilahirkanlah seorang manusia pilihan, yang merupakan pembawa cahaya
iman, sebagai panutan akhlak yang mulia bagi umat manusia dan jin sampai akhir
kehidupan di dunia ini.
Bahkan nama seorang hamba yang mulia ini sudah diramalkan
dalam kitab-kitab suci agama terdahulu, seperti dalam kitab agama Buddha. Sang
Buddha berkata : “Wahai para pendeta, ketika manusia berusia 80.000
tahun, akan hadir di atas muka bumi seorang Buddha bernama Metteyya (yang
pengasih), manusia suci (Arahat), yang tercerahkan serta penuh keagungan,
dirahmati kebijaksanaan tindakannya, kesuksesan, pengatahuan atas jagat,
pengendara kereta kuda tiada tanding yang ramah; penguasa malaikat dan manusia;
Buddha yang diberkati, meskipun aku telah lahir di muka bumi ini, seorang
Buddha dengan kualitas yang sama akan diturunkan. Apa yang dia pahami dari
langit akan dia kabarkan pada dunia bersama para malaikat, sahabat, dan
malaikat utama lainnya, dan orang-orang bijak serta brahmana, pangeran, dan
rakyat biasa; seperti halnya aku sekarang yang mengatakan hal yang sama kepada
pihak yang sama. Dia akan mengkhotbahkan agamanya, mulia asalnya, agung pada
puncak kejayaannya, dan agung pula tujuannya, baik dalam jiwa maupun ucapan.
Dia akan mengumandangkan kehidupan beragama yang utuh sempurna lagi menyeluruh,
seperti aku sekarang menyebarkan agamaku dan kehidupan sama. Dia akan memimpin
ribuan masyarakat, sedangkan aku hanya memimpin beberapa ratus pendeta. [1]
Sungguh begitu agung dan mulia, nama-namanya telah terukir
indah di sorga sana dan di hati-hati orang-orang yang beriman, namanya terus di
puji-puji sebagai tanda kecintaan kepada insan pilihan, bahkan air mata terus
mengalir di mata-mata para perindu sang nabi yang mulia hingga akhir zaman.
Yang mampu memberikan cahaya kedamaian bagi hati yang sedang kegelapan, beliau
adalah “cayaha di atas cahaya”, NUURUN ALA NUURI”.
Tubuh Nabi Saw warnanya putih kemerah-merahan, kulitnya
bercahaya-cahaya mukanya indah menawan dahi beliau luas, kepala beliau besar
sempurna, hidung mancung bagai huruf alif bengkok sedikit dan bercahaya,
pipinya halus dan sedang, bulu matanya lebat, bola mata nya besar dan indah,
matanya luas dan bersangatan hitam bola matanya, putih mata beliau bercampur
kemerah-merahan, gigi muka rapi tersusun indah, jika beliau tersenyum sungguh
bercahaya-cahaya, rambut beliau lebat tidak terlalu keriting dan lurus indah
menawan, yang panjangnya sampai ketelinga, kadang panjangnya sampai kebahu,
jenggotnya lebat, perut dan belakang rata, bahu beliau besar, jari-jari lemas
dan lembut, dan bentuk tubuh beliau sedang tidak terlalu tinggi dan tidak pula
terlalu rendah, tidak gemuk dan tidak pula kurus, tutur katanya halus dan
santun, bila Nabi SAW berbicara bercahaya dan senyum manis menyertai raut
mukanya. Tatkala beliau berjalan tenang bagaikan orang yang sedang turun dari
tempat yang tinggi dan pandangan beliau lebih banyak memandang kebawah dari
pada ke atas, begitu tampan dan menawan walaupun dilihat dari jauh, dan apabila
sudah dekat tak ada kata yang bisa diucapkan sebab begitu indahnya. Abu
Hurairah ra pernah berkata : “Tak pernah aku melihat orang yang lebih tampan
dari Nabi saw. [2]
Beliau adalah bernama MUHAMMAD SAW, seorang manusia pilihan
yang dilahirkan dengan penuh kemuliaan hingga akhir hayatnya. dari betapa
agungnya beliau dari maka itu penulis akan mempersembahkan sebuah makalah yang
berisikan tentang sejarah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Namun kiranya
dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan baik dalam penyusunan
kalimat, karena keterbatasan pengetahuan penulis dan masih kurangnya buku-buku
pendukung dalam penulisan ini.
PEMBAHASAN
SEJARAH HIDUP RASULULLAH SAW
A. Prakerasulan Muhammad SAW.
- Kelahiran Muhammad SAW
Sekitar tahun 570 M, Mekah adalah sebuah kota yang sangat
penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya
ataupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai
menghubungkan Yaman di Selatan dan Syiria di Utara. Dengan adanya Ka’bah di
tengah kota, Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Di dalamnya terdapat 360
berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Mekah kelihatan
makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab pada masa itu mencerminkan realitas
kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.[3]
Nabi Muhammad dilahirkan dalam keluarga bani Hasyim di Mekah
pada hari senin, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari
Peristiwa Gajah. Maka tahun itu dikenal dengan Tahun Gajah. Dinamakan demikian
karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia),
dengan menunggang gajah menyerang Kota Mekah untuk menghancurkan Ka’bah.
Bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan April tahun 571 M. Ini
berdasarkan penelitian ulama terkenal, Muhammad Sulaiman Al-manshurfury dan
peneliti astronomi, Mahmud Pasha. [4]
Nabi Muhammad adalah anggota bani Hasyim, suatu kabilah yang
kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi
Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama
Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar
pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari bani Zuhrah. Muhammad SAW. Nabi
terakhir ini dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia tiga
bulan setelah dia menikahi Aminah. [5]
Ramalan tentang kedatangan atau kelahiran Nabi Muhammad
dapat ditemukan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Al-Qur’an dengan tegas
menyatakan bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW telah diramalkan oleh setiap dan
semua nabi terdahulu, yang melalui mereka perjanjian telah dibuat dengan umat
mereka masing-masing bahwa mereka harus menerima atas kerasulan Muhammad SAW
nanti.[6] Seperti dalam Qs. Ali
‘Imran ayat 81:
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil
perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa
Kitab dan hikmah Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa
yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan
menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku
terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman:
“Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama
kamu”.
Sejumlah penulis besar tentang Sirah dan
para pakar hadits telah banyak meriwayatkan peristiwa-peristiwa di luar
kebiasaan, yang muncul pada saat kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Peristiwa-peristiwa diluar daya nalar manusia, yang mengarah kepada dimulainya
era baru bagi alam dan kehidupan manusia, dalam hal agama dan moral.
Diantara peristiwa-peristiwa tersebut adalah singgasana Kisra yang
bergoyang-goyang hingga menimbulkan bunyi serta menyebabkan jatuh 14 balkonnya,
surutnya danau Sawa, padamnya api sembahan orang-orang Persia yang belum pernah
padam sejak seribu tahun lalu.[7]
2.
Masa Kanak-kanak
Tidak lama setelah kelahirannya, bayi Muhammad SAW
diserahkan kepada Tsuwaibah, budak perempuan pamannya, Abu Lahab, yang pernah
menyusui Hamzah. Meskipun diasuh olehnya hanya beberapa hari, nabi tetep
menyimpan rasa kekeluargaan yang mendalam dan selalu menghormatinya. Nabi SAW
selanjutnya dipercayakan kepada Halimah, seorang wanita badui dari Suku Bani
Sa’ad. Bayi tersebut diasuhnya dengan hati-hati dan penuh kasih sayang, dan
tumbuh menjadi anak yang sehat dan kekar. Pada usia lima tahun, nabi
dikembalikan Halimah kepada tanggungjawab ibunya. Sejumlah hadis menceritakan
bahwa kehidupan Halimah dan keluarganya banyak dianugrahi nasib baik
terus-menerus ketika Muhammad SAW kecil hidup di bawah asuhannya. Halimah menyayangi
baginda Rasul seperti menyayangi anak sendiri, penuh kasih sayang dan cinta,
namun karena banyak kejadian yang luar biasa sehingga takut akan terjadi
hal-hal yang tidak baik sehingga dikembalikanlah Rasul SAW kepada keluarga
beliau.
Muhammad SAW kira-kira berusia enam tahun, dimana tatkala
asik bermain-main dengan teman-teman beliau, teman-teman beliau gembira saat
ayah-ayah mereka pulang, namun Rasulullah pulang dengan tangisan menemui ibunda
beliau, seraya berkata wahai ibunda mana ayah?.. ibunda beliau terharu tampa
jawaban yang pasti, sehingga dalam ketidakmampuan atas jawaban tersebut, hingga
suatu ketika ibunda beliau mengajak baginda Nabi SAW pergi kekota tempat ayah
beliau dimakamkan. Sekembalinya dari pencarian Makan suami tercinta ibu Rasul tercinta
jatuh sakit dan meninggal dalam perjalanan pulang, dengan duka cita yang
mendalam dan pulang bersama seorang pembantu nabi. Sekembalinya pulang sebagai
anak yatim piatu maka beliau diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Namun dua
tahun kemudian, kakeknya pun yang berumur 82 tahun, juga meninggal dunia. Maka
pada usia delapan tahun itu, nabi ada di bawah tanggungjawab pamannya Abi
Thalib.
Pada usia 8 tahun, seperti kebanyakan anak muda seumurnya,
nabi memelihara kambing di Mekkah dan menggembalakan di bukit dan lembah
sekitarnya. Pekerjaan menggembala sekawanan domba ini cocok bagi perangai orang
yang bijaksana dan perenung seperti Muhammad SAW muda, ketika beliau
memperhatikan segerombolan domba, perhatiannya akan tergerak oleh tanda-tanda
kekuatan gaib yang tersebar di sekelilingnya.
3.
Masa Remaja
Diriwayatkan bahwa ketika berusia dua belas tahun, Muhammad
SAW menyertai pamannya, Abu Thalib, dalam berdagang menuju Suriah, tempat
kemudian beliau berjumpa dengan seorang pendeta, yang dalam berbagai riwayat
disebutkan bernama Bahira. Meskipun beliau merupakan satu-satunya nabi dalam
sejarah yang kisah hidupnya dikenal luas, masa-masa awal kehidupan Muhammad SAW
tidak banyak diketahui.[8]
Muhammad SAW, besar bersama kehidupan suku Quraisy Mekah,
dan hari-hari yang dilaluinya penuh dengan pengalaman yang sangat berharga.
Dengan kelembutan, kehalusan budi dan kejujuran beliau maka orang Quraisy
Mekkah memberi gelar kepada beliau dengan Al-Amin yang artinya orang yang dapat
dipercaya.
Pada usia 30 tahunan, Muhammad SAW sebagai tanda kecerdasan
dan bijaksanya beliau, Nabi SAW mampu mendamaikan perselisihan kecil yang
muncul di tengah-tengah suku Quraisy yang sedang melakukan renovasi Ka’bah.
Mereka mempersoalkan siapa yang paling berhak menempatkan posisi Hajar Aswad di
Ka’bah. Beliau membagi tugas kepada mereka dengan teknik dan strategi yang
sangat adil dan melegakan hati mereka.[9]
Pada masa mudanya, beliau telah menjadi pengusaha sukses dan
hidup berkecukupan dari hasil usahanya. Kemudian pada usia 25 tahun, beliau
menikah dengan pemodal besar Arab dan janda kaya Mekah, Khadijah binti
Khuwailid yang telah berusia 40 tahun.
Adapun isteri-isteri Nabi Muhammad SAW berjumlah 11 orang,
yaitu :
- Khadijah binti Khuwailid
- Saudah binti jam’ah
- Aisyah binti Abu Bakar ra.
- Hafshah binti Umar ra.
- Hindun ummu salamah binti Abu Umayyah
- Ramlah Ummu Habibah binti Abu Sofyan
- Zainab binti Jahsyin
- Zainab binti Khuzaimah
- Maimunah binti Al-Harts Al-Hilaliyah
- Juwairiyah binti Al-Haarits
- Sofiyah binti Huyay
Dari 11 isteri Nabi SAW ini yang wafat saat Nabi SAW masih
hidup adalah 2 orang yaitu Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, sedangkan
sedangkan isteri Nabi yang 9 orang masih hidup saat Nabi SAW wafat. Isteri Nabi
SAW yang tersebut disebut dengan Ummul Mu’minin artinya ibu orang-orang
beriman. Mereka banyak menolong penyebaran agama Islam di kalangan kaum ibu.
Nabi Muhammad SAW mempunyai 7 orang anak, 3 laki-laki dan 4
perempuan yaitu :
- Qasim
- Abdullah
- Zainab
- Fatimah
- Ummu kalsum
- Rukayyah
- Ibrahim
Ibu anak-anak Nabi SAW itu semuanya dari isteri nabi
Khadijah, kecuali Ibrahim, yang ibu Mariyatul Qibtiyyah (seorang hamba
perempuan yang dihadiahkan oleh seorang pembesar Mesir kepada Nabi SAW.
Anak-naka Nabi SAW tersebut wafat pada saat Nabi SAW masih hidup, kecuali
Fatimah yang wafat beberapa bulan setelah Nabi SAW wafat.[10]
Diriwayatkan tatkala Nabi SAW akan wafat beliau membisikkan
kepada Fatimah ra, bahwa beliau akan berpulang ke hadirat Allah, dan mendengar
itu Fatimah menangis dengan sedih, dan beberapa saat setelah itu Nabi SAW
membisikan lagi sesuatu kepada Fatimah ra, mendengar bisikan yang kedua ini
Fatimah ra tersenyum, ternyata bisikan bahwa dikabarkan bahwa setelah Nabi SAW
wafat tidak ada orang yang pertama meninggal kecuali Fatimah ra, sungguh mulia
Fatimah tersenyum walau mendengar kabar yang tentang wafat nya diri beliau,
tapi semua tertutup karena cinta yang mendalam kepada sang ayah tercinta.
B. Kerasulan Muhammad SAW
1. Awal
Kerasulan
Menjelang usianya yang keempat
puluh, Muhammad SAW terbiasa memisahkan diri dari pergaulan masyarakat umum,
untuk berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer di Utara Mekah. Di
gua tersebut, nabi mula-mula hanya berjam-jam saja, kemudian berhari-hari
bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Muhammad SAW mendapatkan
wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril.
Pada saat beliau tidur dan terbangun
dengan tiba-tiba pada malam itu di gua bernama Hira, dalam ketakutan yang luar
biasa, seluruh tubuhnya, seluruh diri bathinnya, dicengkeram oleh sebuah
kekuatan yang sangat besar, seolah-olah seorang malaikat telah mencengkeram
beliau dalam pelukan yang menakutkan yang seakan mencabut kehidupan dan napas
darinya. Ketika beliau berbaring di sana, remuk redam, beliau mendengar
perintah, “Bacalah!” beliau tidak dapat melakukan ini beliau bukan penyair
terdidik, bukan peramal, bukan penyair dengan seribu kalimat yang tersusun
dengan baik yang siap dibibir beliau. Ketika itu beliau protes bahwa beliau
adalah buta huruf, malaikat itu merangkulnya lagi dengan kekuatan yang begitu
rupa, hingga turunlah ayat yang pertama yaitu ayat 1 sampai 5 dalam surat
Al-‘Alaq. [11]
1. Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
Dia merasa ketakutan karena belum pernah mendengar dan
mengalaminya. Dengan turunnya wahyu yang pertama itu, berarti Muhammad SAW
telah dipilih Allah sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum
diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Peristiwa turunnya wahyu itu menandakan telah diangkatnya
Muhammad SAW sebagai seorang nabi penerima wahyu di tanah Arab. Malam
terjadinya peristiwa itu kemudian dikenal sebagai “Malam Penuh Keagungan” (Laylah
al-qadar), dan menurut sebagian riwayat terjadi menjelang akhir bulan
Ramadhan. Setelah wahyu pertama turun, yang menandai masa awal kenabian,
berlangsung masa kekosongan, atau masa jeda (fatrah). Ketika hati
Muhammad SAW diliputi kegelisahan yang sangat dan merasakan beban emosi yang
menghimpit, dia pulang ke rumah dengan perasaan waswas, dan meminta istrinya
untuk menyelimutinya. Saat itulah turun wahyu yang kedua yang berbunyi:
“Wahai
kau yang berselimut! Bangkit dan berilah peringatan!.”
Dan seterusnya, yaitu surat al-Muddatstsir: 1-7. Wahyu yang
telah, dan kemudian turun sepanjang hidup Muhammad SAW, muncul dalam bentuk
suara-suara yang berbeda-beda. Tapi pada periode akhir kenabiannya, wahyu
surah-surah Madaniyah turun dalam satu suara.
2.
Pertengahan Kerasulan
Setelah beberapa lama dakwah Nabi
Muhammad SAW tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah perintah agar
nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula beliau mengundang dan menyeru
kerabat karibnya dan Bani Abdul Muthalib. Beliau mengatakan di tengah-tengah
mereka, “Saya tidak melihat seorang pun di kalangan Arab yang dapat membawa
sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada
kalian. Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan
memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau
mendukung saya dalam hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali Ali bin Abi
Thalib.
Pada permulaan dakwah ini orang yang
pertama-tama merima dakwah nabi yaitu dengan masuk Islam adalah, dari pihak
laki-laki dewasa adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dari pihak perempuan adalah
isteri nabi SAW yaitu Khadijah, dan dari pihak anak-anak adalah Ali bin Abi
Thalib ra.
Dalam memulai dakwah nabi banyak
mendapat halangan dari pihak kafir quraisy mekah dan berbagai bujuk rayu yang
dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi gagal, tindakan-tindakan
kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan.
Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap kaum muslimin itu,
mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar
Mekah. Pada tahun kelima kerasulannya, nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia)
sebagi negeri tempat pengungsian.
Usaha orang-orang Quraisy
untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk membujuk Negus (Raja)
agar menolak kehadiran umat Islam di sana, gagal. Bahkan, di tengah
meningkatnya kekejaman itu, dua orang Quraisy masuk Islam, Hamzah dan Umar ibn
Khathab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar ini posisi Islam semakin kuat.
Tatkala banyaknya tekanan dari
berbagai pihak Nabi SAW mengalami kesedihan yang mendalam yaitu wafat nya
seorang paman yaitu Abu Thalib sebagai pelindung dan isteri tercinta yang setia
menemani hari-hari beliau yaitu Khadijah binti Khuwailid, sehingga Allah
menghibur hati baginda Rasul SAW dengan terjadinya Isra’ dan Mi’rajnya Nabi
Muhammad SAW. diriwayatkan pada suatu malam ketika Nabi SAW ada di Masjidil
Haram di Mekkah, datanglah Jibril as. Dan beserta malaikat yang lain, lalu
dibawanya dengan mengendarai Buroq ke Masjidil Aqsa di negeri Syam,
kemudian Nabi SAW dinaikkan ke langit untuk diperlihatkan kepada Nabi SAW
tanda-tanda kebesaran dan kekayaan Allah SWT, pada malam itu juga Nabi SAW
kembali kenegeri Mekkah. Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqso
dinamakan Isra, dan dinaikkannya Nabi SAW dari Masjidil Aqso ke langit disebut
Mi’raj. Pada malam inilah mulai di wajibkan Shalat Fardlu 5 kali dalam sehari. [12]
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu
perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan itu
diantaranya datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Mekah.
Mereka, yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga
gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa orang Khazraj
menemui Muhammad SAW untuk masuk Islam, dan mengharapkan agar ajaran Islam
dapat mendamaikan permusauhan suku ‘Aus dan Khazraj. Kedua, pada tahun
keduabelas kenabian, delegasi Yatsrib terdiri dari sepuluh orang Khazraj dan
dua orang ‘Aus serta seorang wanita menemui Muhammad SAW di tempat
bernama Aqabah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Ikrar ini dinamakan dengan
perjanjian “Aqabah Pertama”. Ketiga, pada musim haji berikutnya, jama’ah haji
yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka
meminta Muhammad SAW dan Muslimin Makkah agar berkenan pindah ke Yatsrib.
Mereka berjanji akan membelanya dari segala ancaman. Perjanjian ini dinamakan
dengan perjanjian “Aqabah Kedua”.
Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi
ditemani oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika di Quba, sebuah desa yang jaraknya
sekitar lima kilometer dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia
menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi membangun sebuah
mesjid. Inilah mesjid pertama yang dibangun nabi, sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali bin Abi Thalib menyusul nabi, setelah menyelesaikan
segala urusan di Mekah.
Sementara itu, penduduk Yatsrib
menunggu-nunggu kedatanganya. Waktu yang mereka tunggu-tunggu itu tiba, mereka
menyambut nabi dan kedua sahabatnya dengan penuh kegembiraan. Sejak itu,
sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun
Nabi (Kota Nabi) atau sering disebut Madinatul Munawwarah (Kota
yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia.
Kejadian itu disebut dengan
“hijrah” bukan sepenuhnya sebuah “pelarian”, tetapi merupakan rencana
perpindahan yang telah dipertimbangkan secara seksama selama sekitar dua tahun
sebelumnya. Tujuh belas tahun kemudian, Khalifah Umar bin Khattab menetapkan
saat terjadinya peristiwa hijrah sebagai awal tahun Islam, atau tahun
qamariyah.
- Akhir Masa Kerasulan
Pembentukan Negara Madinah
Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi Muhammad
SAW resmi sebagai pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam
pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam
merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan
masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan,
bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata
lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaam spiritual dan
kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala
negara.[13]
Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah
kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah dan
musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong
orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan
gangguan dari musuh, nabi, sebagi kepala pemerintahan, mengatur siasat dan
membentuk pasukan tentara. Umat Islam diijinkan berperang dangan dua alasan:
(1) untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya, dan (2) menjaga
keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang
yang menghalang-halanginya.
Dalam sejarah Madinah ini memang banyak terjadi peperangan
sebagai upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi
sendiri, di awal pemerintahannya, mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota
sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak
diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk.
Perjanjian damai dengan berbagai kabilah di sekitar Madinah juga diadakan
dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah.
Pada tahun 9 dan 10 Hijriyah (630-632 M) banyak suku dari
pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW menyatakan
ketundukan mereka. Masuknya orang Mekah ke dalam agama Islam rupanya mempunyai pengaruh
yang amat besar pada penduduk padang pasir yang liar itu. Tahun itu disebut
dengan tahun perutusan. Persatuan bangsa Arab telah terwujud; peperangan antara
suku yang berlangsung sebelumnya telah berubah menjadi persaudaraan seagama.
Setelah itu, Nabi Muhammad SAW segera kembali ke Madinah.
Beliau mengatur organisasi masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam.
Petugas keagamaan dan para dai’ dikirim ke berbagai daerah dan kabilah untuk
mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua
bulan setelah itu, Nabi menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat
berkurang. Pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H/ 8 Juni 632 M., Nabi
Muhammad SAW wafat di rumah istrinya Aisyah.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari perjalanan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa
Nabi Muhammad SAW, di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan,
pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun
menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukan seluruh Jazirah Arab ke
dalam kekuasaannya.
Kita dapat membagi masa dakwah Muhammad SAW menjadi dua
periode, yang satu berbeda secara total dengan yang lainnya, yaitu:
- Periode Mekah, berjalan kira-kira tiga belas tahun.
- Periode Madinah, berjalan selama sepuluh tahun penuh.
Setiap periode memiliki tahapan-tahapan tersendiri, dengan
kekhususannya masing-masing. Periode mekah dapat dibagi menjadi tiga tahapan,
yaitu:
- Tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang berjalan selama tiga tahun.
- Tahapan dakwah secara terang-terangan di tengah penduduk Mekah, yang dimulai sejak tahun keempat dari kenabian hingga akhir tahun kesepuluh.
- Tahapan dakwah di luar Mekah, yang dimulai dari tahun kesepuluh dari kenabian hingga hijrah ke Madinah.
Sedangkan periode Madinah dapat dibagi menjadi tiga tahapan
fase:
- Fase yang banyak diwarnai cobaan dan perselisihan, banyak rintangan yang muncul dari dalam, sementara musuh dari luar menyerang Madinah untuk menyingkirkan para pendatangnya. Fase ini berakhir dengan dikukuhkannya perjanjian Hudaibiyah.
- Fase perdamaian dengan para pemimpin paganisme, yang berakhir dengan Futuh Makah pada bulan Ramadhan tahun kedelapan dari Hijriyah. Ini juga merupakan fase berdakwah kepada para raja agar masuk Islam.
- Fase masuknya manusia ke dalam Islam secara berbondong-bondong, yaitu masa kedatangan para utusan dari berbagai kabilah dan kaum ke Madinah. Masa ini membentang hingga wafatnya Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Hameed Siddiqui, The Life Muhammad, (Delhi: Righway
Publication, 2001).
Abdul
Haq Vidyarthi dan Abdul Ahad Dawud, Ramalan Tentang Muhammad SAW, (Jakarta
: PT. Mizan Publika, 2006)
Ajid
Thohir, Kehidupan Umat Islam Pada Masa Rasulullah SAW, (Bandung:
Pustaka Setia, 2004).
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997)
Barnaby
Rogerson, Biografi Muhammad, (Jogjakarta : Diglossia, 2007).
Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1,
(Jakarta: UI Press, 1985, cet. 5).
Ja’far
Al-Barzanji, AL-Maulid An-Nabawi, (Jakarta: Maktabah Sa’diyah.
Tt.).
Muhammad
Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera
Antarnusa, 1990, cet. 12).
Nayla
Putri dkk, Sirah Nabawiyah. (Bandung: CV. Pustaka Islamika,
2008).
Philip
K. Hitti, History Of The Arabs, diterjemahkan R. Cecep Lukman
Yasin, Karya (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008).
Catatan
kaki:
[1] Abdul Haq Vidyarthi dan Abdul
Ahad Dawud, Ramalan Tentang Muhammad SAW, (Jakarta : PT. Mizan Publika,
2006) hal. 94
[2] Muhammad Arsyad Thalib Lubis, Risalah
Pelajaran Tarikh Riwayat Nabi Muhammad SAW, (Kandangan : Toko Buku Sahabat,
1 Muharam 1371 H/2 Oktober 1951 M) Hal. 42
[3] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 9
[4] Nayla Putri dkk, Sirah
Nabawiyah. (Bandung: CV. Pustaka Islamika, 2008), hal. 71.
[5] Muhammad Husain Haekal, Sejarah
Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera Antarnusa, 1990, cet. 12), hal. 49.
[6] Abdul Hameed Siddiqui, The
Life Muhammad, (Delhi: Righway Publication, 2001), 64.
[7] Ja’far Al-Barzanji, AL-Maulid
An-Nabawi, (Jakarta: Maktabah Sa’diyah. Tt.) 16.
[8] Philip K. Hitti, History
Of The Arabs, diterjemahkan R. Cecep Lukman Yasin, Karya
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008), 140.
[9] Ajid Thohir, Kehidupan
Umat Islam Pada Masa Rasulullah SAW, (Bandung: Pustaka Setia, 2004),
62.
[10] Muhammad Arsyad Thalib Lubis,
ibid. hal 43
[11] Barnaby Rogerson, Biografi
Muhammad, (Jogjakarta : Diglossia, 2007) hal. 94
[12] Muhammad Arsyad Thalib Lubis,
locit hal. 20
[13] Harun Nasution, Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985,
cet. 5), 101.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar