Jumat, 06 Maret 2020

HUKUM AZAN DAN KHUTBAH DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI MUTAAKHIR











HUKUM AZAN DAN KHUTBAH DENGAN MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI MUTAAKHIR

A.  Pendahuluan
Sekarang ini kita hidup pada era informasi dan globalisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat nikmat Allah kemudian kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita dapat memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidup, termasuk dalam memanfaatkan hasil teknologi sebagai sarana ibadah.
Di antara hasil teknologi yang dimanfaatkan oleh umat Islam sebagai sarana ibadah adalah kaset rekaman yang dipergunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang berbagai ajaran Islam kepada masyarakat, menyimpan dan mengumandangkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan juga adzan yang dilantunkan para muadzin baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Demikian juga halnya dengan khutbah.
Adanya fenomena pemanfaatan kaset rekaman untuk mengumandangkan adzan, baik melalui tape record, radio, televisi maupun alat komunikasi lainnya,  mengundang pertanyaan bagi kita tentang hukumnya menurut pandangan syari’at Islam.
Maka dari itu, penulis membahas hal-hal yang berhubungan dengan adzan dan khutbah yang sesuai dengan syariat Islam.
B.  Adzan Menggunakan Teknologi Mutaakhir
1.         Pengertian Adzan
Adzan secara bahasa berarti pemberitahuan. Sedangkan secara istilah adalah pemberitahuan tentang waktu shalat dengan menggunakan lafazh-lafazh tertentu sesuai syari’at Islam.
Adzan merupakan salah satu ibadah yang sangat agung dan syi’ar Islam yang sangat nampak. Adzan berisi kalimat-kalimat yang sangat dahsyat artinya berupa tauhid dan keimanan yang dapat menggetarkan hati dan telinga. Adzan juga merupakan penyebab terpeliharanya darah suatu kaum di masa Rasulullah. Sahabat Anas bin Malik berkata:
 كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا لَمْ يَكُنْ يَغْزُوْ بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ
Artinya: “Sungguhnya Nabi apabila beliau memerangi suatu kaum bersama kami, tidaklah beliau memerangi sehingga meneliti dahulu, jikalau beliau mendengar adzan, peperangan ditahan. Sebaliknya, apabila beliau tidak mendengar adzan, maka serangan pun dilancarkan kepada mereka. (HR. Bukhari 610 dan Muslim 382)
Hadits ini menunjukkan bahwa adzan merupakan pembeda dan pemisah antara negara Islam dan nagara kafir.
Menurut mazhab Safi’i adzan adalah sunnat hukumnya untuk sholat wajib, terutama lagi untuk sholat berjama’ah. Kalau sholat berjama’ah cukuplah seorang bilal untuk adzan bagi satu waktu.[1]
2.         Syarat-syarat Adzan dan Muadzin
Syarat-syarat adzan adalah:[2]
a.       Sudah masuk waktu sholat
b.      Tertib
c.       Tidak dipisah-pisahkan waktunya antara bacaan-bacaan adzan itu dengan jarak waktu yang lama.
d.      Dengan menggunakan bahasa Arab (tidak boleh dengan terjemahan)
e.       Dapat didngr oleh sebagian jama’ah atau dapat didengar sendiri jika munfarid (sendirian).
Para ahli fiqih menegaskan bahwa orang yang adzan hendaknya memiliki beberapa kriteria, yaitu:[3]
f.     Beragama Islam, karena adzan itu merupakan ibadah yang tidak boleh dikerjakan oleh orang kafir.
g.    Berakal. Menurut mayoritas ulama adzan orang gila atau mabuk tidak sah.
h.    Laki-laki
i.      Mumayyiz yaitu bisa membedakan antara baik dan buruk. Oleh karena itu, para ulama bersepakat bahwa adzan anak kecil yang belum bisa membedakan hal tersebut tidak sah.
j.      Telah masuk waktu, kecuali adzan pertama shubuh.
3.         Rukun Adzan
Adapun rukun-rukun adzan adalah:[4]
a.    Berniat yaitu memasang niat dalam hati bahwa ia akan adzan karena Allah semata
b.    Membaca Allahu Akbar empat kali.
c.    Membaca Asyhadu an La ilaaha illallah dua kali
d.   Membaca Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah dua kali
e.    Membaca Hayya ‘alal Falah dua kali
f.     Membaca Allahu akbar dua kali
g.    Membaca La ilaha illallah satu kali.
4.         Sunnah Adzan
Adzan memiliki beberapa adab dan sunnah yang selayaknya bagi muadzin melakukannya, di antaranya adalah:[5]
a.    Irja` dan Tartil yaitu ada bacaan yang dilambatkan membacanya dan ada yang dicepatkan.
b.    Tarji yaitu membaca dua kalimat syahadat secara sir sebelum dijaharkan.
c.    Membaca “ash-shalatu khairun minan naum” dua kali dalam adzan subuh.
d.   Menghadap kiblat dan memalingkan muka ke kanan dan ke kiri.
e.    Adzan itu berdiri bukan duduk.
f.     Adzan di tempat yang tinggi.
g.    Bilal harus bersuara baik.
h.    Bilal harus dalam keadaan berwudu`.
i.      Menaruhkan dua anak jari pada telinganya.
j.      Berdoa setelah adzan dengan do`a tertentu.
5.         Hukum Adzan dengan Kaset Rekaman
Pada zaman sekarang, di sebagian Negara Islam ada yang mengumandangkan adzan dengan kaset rekaman yang berisi suara lantunan adzan. Adzan dengan kaset rekaman tidaklah disyari’atkan dan dikhawatrikan termasuk perkara bid’ah dalam agama. Dengan alasan-alasan sebagai berikut:
a.    Ibadah itu harus berdasarkan dalil. Allah berfirman:
÷Pr& óOßgs9 (#às¯»Ÿ2uŽà° (#qããuŽŸ° Oßgs9 z`ÏiB ÉúïÏe$!$# $tB öNs9 .bsŒù'tƒ ÏmÎ/ ª!$# 4 Ÿwöqs9ur èpyJÎ=Ÿ2 È@óÁxÿø9$# zÓÅÓà)s9 öNæhuZ÷t/ 3 ¨bÎ)ur šúüÏJÎ=»©à9$# öNßgs9 ë>#xtã ÒOŠÏ9r& ÇËÊÈ  
Artinya: “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang Amat pedih.[6]
b.    Adzan itu diperintahkan Rasulullah SAW. kepada manusia yaitu Bilal bukan kepada benda mati seperti tape recorder, radio dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:  
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ لَمَّا كَثُرَ النَّاسُ قَالَ ذَكَرُوا أَنْ يَعْلَمُوا وَقْتَ الصَّلَاةِ بِشَيْءٍ يَعْرِفُونَهُ فَذَكَرُوا أَنْ يُورُوا نَارًا أَوْ يَضْرِبُوا نَاقُوسًا فَأُمِرَ بِلَالٌ أَنْ يَشْفَعَ الْأَذَانَ وَأَنْ يُوتِرَ الْإِقَامَةَ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad -yaitu Ibnu Salam- berkata, telah mengabarkan kepada kami 'Abdul Wahhab Ats Tsaqafi berkata, telah mengabarkan kepada kami Khalid Al Hadza' dari Abu Qilabah dari Anas bin Malik berkata, "Ketika manusia sudah banyak (yang masuk Islam), ada yang mengusulkan cara memberitahu masuknya waktu shalat dengan sesuatu yang mereka bisa pahami. Maka ada yang mengusulkan dengan menyalakan api dan ada juga yang mengusulkan dengan memukul lonceng. Lalu diperintahlah Bilal untuk mengumandangkan kalimat adzan dengan genap (dua kali dua kali) dan mengganjilkan iqamat."[7]
c.    Adzan itu adalah ibadah yang membutuhkan niat. Nabi bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
Artinya: “Sesungguhnya semua amalan itu bergantung pada niatnya”.
Dari hadis tersebut dapat diketahui jika adzan menggunakan teknologi maka niat sebelum adzan itu tidak akan terpenuhi.
d.   Adzan dengan kaset rekaman menghilangkan banyak sunnah-sunnah adzan, adab dan hukumnya, seperti sunnahnya adzan dalam keadaan bersuci, menghadap kiblat, menoleh ke kanan dan kiri. Demikian juga, menghilangkan syarat adzan seperti harus beragama islam, mumayyiz dan sebagainya, sedangkan semua itui tidak terpenuhi pada adzan dengan kaset rekaman.
Dengan alasan-alasan di atas, maka adzan dengan kaset rekaman tidak sah, tidak menggugurkan kewajiban adzan dan tidak berkaitan dengan hukum-hukum adzan seperti menjawabnya dan lain-lain.karena Hukum Menjawab Adzan dari Radio/Tape tidak ada dalil yang menjelaskannya.
6.         Dampak Negatif Adzan dengan kaset
Adanya fenomena adzan dengan kaset diduga kuat karena kegemaran manusia untuk mendengar suara-suara adzan yang memiliki lagu-lagu indah dari para muadzin ternama, padahal hal tersebut membawa dampak negatif yang tak sedikit. Sekedar contoh, terkadang kaset untuk adzan shubuh disiarkan pada siang hari sehingga terdengar lantunan “Ash-Sholah Khoirun Minan Naum”, bahkan setelah usai adzan, kaset terus berlanjut dengan lantunan musik dan nyanyian.
Sesungguhnya adzan dengan kaset rekaman memiliki dampak negatif yang cukup banyak, di antaranya:
1.      Menghilangkan pahala adzan bagi para muadzin dan mencukupkannya hanya untuk muadzin asli saja.
2.      Menyelisihi hal yang telah berjalan sepanjang sejarah Islam semenjak disyari’atkannya adzan hingga sekarang, di mana adzan terus dikumandangkan pada setiap sholat lima waktu di setiap masjid.
3.      Adzan dengan rekaman meniadakan sunnah-sunnah dan adab-adab adzan.
4.      Membuka pintu main-main dengan agama dan membuka pintu kebid’ahan dalam ibadah dan syi’ar-syiar Islam, serta menjurus ditinggalkannya adzan dan mencukupkan hanya dengan kaset rekaman.
Oleh sebab itulah, Majlis Majma’ Fiqih Islami dalam rapat mereka di Mekkah pada hari Sabtu 12/7/1406 H menetapkan sebagai berikut: “Sesungguhnya mengumandangkan adzan di masjid ketika masuknya waktu shalat dengan kaset rekaman hukumnya tidak sah. Maka wajib bagi semua kaum muslimin untuk melakukan adzan secara langsung pada setiap waktu shalat di setiap masjid sebagaimana yang telah berjalan sejak masa Nabi kita Muhammad sampai sekarang”.[8]
C.  Khutbah Menggunakan teknologi Mutaakhir
1.        Pengertian Khutbah
Khutbah, secara harfiah berarti ceramah atau pidato. Dalam fikih, khotbah diartikan dengan pidato dari seorang khotib yang diucapkan di depan jamaah sebelum shalat jum’at atau setelah shalat Id. Khutbah berisi tentang nasihat-nasihat guna mempertebal iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Khutbah yang ada dalam agama Islam seperti khotbah idul fitri, khutbah iedul adha, khotbah jum’at, khutbah gerhana , khotbah nikah dan khotbah wukuf di Arafah. Apabila khotbah sedang dikhotbahkan, para jamaah harus mendengarkan dan menyimak dengan khitmat.
Khutbah termasuk dzikrullah (mengingat Allah). Akan tetapi jika ia tidak termasuk yang dimakksud dzikir maka khutbah adalah sunah, bukan fardu. Adapun keberadaan khutbah sebagai syarat dari syarat-syarat jum’at tidaklah benar, maka dalil orang yang berkata “Bukan shalat jum’at bagi orang yang tidak mendengar atau sebagian darinya. Dan tidaklah diterima shalat jum’at kcuali dngan mendengar khutbah”. Perkataan yang semacam ini belum pernah ditemukan dalil yang mencakup perintah yang dapat difahami sebagai kewajiban, apalagi sebagai syarat. Yang ada hanyalah perbuatan-perbuatan yang diceritakan dari Rasulullah bahwa beliau pernah berkhutbah. Ini merupakan maksud dari kandungannya , yaitu khutbah sebelum shalat jum’at adalah sunah muakkad, bukan wajib, apalagi menjadi syarat shalat.[9]
2.        Rukun khutbah
Rukun dua khutbah yaitu:[10]
a.       Mengucapkan pujian (Alhamdulillah) kepada Allah
b.      Membaca sholawat atas Rasulullah Saw.
c.       Mengucapkan kalimat syahadat Tauhid dan Syahadat Rasul
d.      Brwasiat taqwa
e.       Membaca ayat al-qur’an pada salah satu kedua khutbah
f.       Mendoakan orang mukmin dan mukminat pada khutbah yang kedua.
3.        Syarat-syarat Khutbah
Syarat-syarat dua khutbah adalah:[11]
a.       Hendaknya khutbah dimulai sesudah matahari tergelincir atau sudah masuk waktu dzuhur
b.      Khutbah dilakukan dengan berdiri
c.       Khatib harus duduk diantara dua khutbah, artinya berhenti sebentar
d.      Khatib harus bersuara keras sehingga terdengar oleh para jama’ah. seperti, Khutbahnya disampaikan dengan suara lantang, bahasa yang baik dan halus, kata-katanya yang fasih, lancar, teratur, ungkapannya mudah dimengerti sehingga dapat menyentuh jiwa dan perasaan.
e.       Khatib hendaknya suci dari hadas dan najis
f.       Khatib hendaknya menutup aurat
g.      Tertib yaitu berturut-turut dalam rukun-rukunnya maupun antara khutbah pertama dan khutbah ke dua.
4.        Syarat-syarat Khotib
Sebelum shalat jumat dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan khutbah yaitu disebut dengan khutbah Jumat. Orang yang berkhutbah dinamakan khatib. Seorang khatib harus dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    Paham dengan benar ajaran agama Islam.
b.    Paham seluk beluk khutbah, baik yang menyangkut syarat, rukun dan sunat-sunatnya
c.    Dapat menyampaikan dan berbicara di public dengan jelas, santun dan gampang dipahami pendengar
d.   Dewasa atau baligh dan dapat menjauhkan diri dari berbagai macam dosa baik yang kecil apalagi yang besar          
e.    Memiliki ilmu keislaman  dan shaleh.
5.        Sunnah  Khutbah
Sunnah-sunnah khubah yaitu:[12]
a.       Khutbah dilakukan di atas mimbar atau ditmpat yang lebih tinggi.
b.      Kalimat-kalimat yang diucapkan harus fasih dan jelas, mudah diterima oleh pendengar
c.       Khatib hendaknya jangan berputar (tetap menghadap orang banyak)
d.      Membaca surat al-ikhlas sewaktu duduk antara dua khutbah
e.       Para pendengar (Jama’ah) harus memperhatikan isi khutbah
f.       Menertibkan tiga rukun yaitu dimulai dengan puji-pujian, shalawat dan berwasiat taqwa
g.      Khatib hndaknya memberi salam
h.      Khatib hendaknya duduk di atas mimbar sesudah memberi salam, dan sesudah duduk, adzan mulai dikumandangkan.
6.        Hukum Khutbah dengan Menggunakan Teknologi Mutaakhir
Untuk menentukan boleh tidaknya atau syah batalnya khutbah dengan menggunakan media elektronik, kita dapat mengkaji ulang pelajaran Usul Fiqh kita yang telah lalu. Dalam disiplin ilmu Usul Fiqh terdapat kaidah sebagai berikut: “apabila syarat tidak terpenuhi, maka yang disyaratinya-pun tidak ada.” Jika dikaitkan dengan hal ini khutbah yang menjadi salah satu syarat dan rukun jumat maka sudah barang tentu khutbah dengan menggunakan media elektronik tidak syah. Dan perbuatan tersebut bertentangan dengan Sabda Rasullullah SAW sebagai berikut:
و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ سِمَاكٍ قَالَ أَنْبَأَنِي جَابِرُ بْنُ سَمُرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا فَمَنْ نَبَّأَكَ أَنَّهُ كَانَ يَخْطُبُ جَالِسًا فَقَدْ كَذَبَ فَقَدْ وَاللَّهِ صَلَّيْتُ مَعَهُ أَكْثَرَ مِنْ أَلْفَيْ صَلَاةٍ
Artinya : Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari Simak ia berkata, ia telah memberitakan kepadaku Jabir bin Samurah bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah sambil berdiri. Kemudian beliau duduk, setelah itu beliau berdiri kembali dan menyampaikan khutbah kedua. Maka barangsiapa yang memberitakan kepadamu bahwa beliau berkhutbah sambil duduk, sesungguhnya ia telah berkata dusta. Demi Allah, saya telah shalat bersama beliau lebih dari duaribu kali.". (HR Muslim).[13]
                        Rasulullah juga brsabda dalam riwayat lain yaitu:
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ سَعْدٍ أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ سِمَاكٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا وَيَجْلِسُ بَيْنَ الْخُطْبَتَيْنِ وَيَقْرَأُ آيَاتٍ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Umar bin Sa'd Abu Dawud Al Hafari dari Sufyan dari Simak dari Jabir bin Samurah dia berkata; "Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam berkhutbah sambil berdiri, kemudian beliau duduk di antara dua khutbah, lalu membacakan beberapa ayat dan mengingatkan manusia."[14]
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa khutbah jumat itu adalah pelaksanaan ibadah kepada Allah yang mempunyai syarat dan rukunnya. Apabila itu tidak dipenuhi, maka peribadatan itu tidak syah dan apabila diadakan cara lain yang berlainan dengan sunnah Rosullallah SAW, maka perbuatan tersebut adalah Bidah Dholalah.



[1]Siradjuddin Abbas, 4o Masalah Agama Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah Jakarta, 2005), h. 193.
[2] Maftuh Ahnan, Risalah Shalat Lengkap, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2002), h. 48.
[3] Siradjuddin Abbas, Op.,Cit, h. 198.
[4]Ibid  
[5]Ibid  
[6]QS. Asy-Syuro: 21
[7]Hadis Riwayat Imam Bukhari, No. 571.
[8] Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi http://abiubaidah.com/adzan-dengan-kaset-rekaman.html/
[9] Shadiq Hasan Khan, Kumpulan Khutbah, (Jakarta: Lentera, 2003), h. 23.
[10]Maftuh Ahnan, Op., Cit, h. 103.
[11]Ibid.,  
[12] Ibid.,
[13]Hadis Riwayat Imam Muslim, No. 1427.
[14] Hadis Riwayat Imam Ahmad, No.19883.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar