BY: NAHAL_2211
MAKALAH QASHASH AL QUR’AN
PENDAHULUAN
Alquran
merupakan kitab suci pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling
besar. Oleh karena itu umat Islam perlu mengkaji lebih jauh terkait isi
kandungan Alquran sehingga akan diketahui hakekat makna dalam Alquran itu.
Untuk mengetahui kandungan Alquran itu diperlukan suatu metode keilmuan yang
dikenal dengan nama ulumul quran.
Menurut
Az-Zarqani, ulumul quran merupakan suatu bidang studi yang membahas tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan Alquran, baik dilihat dari segi
turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya,
kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan
terhadap Alquran dan sebagainya.
Dalam
Alquran terdapat beberapa pokok-pokok kandungan. Diantara pokok-pokok kandungan
Alquran adalah aqidah, syariah, akhlak, sejarah, iptek, dan filsafat. Sebagian
orang seperti Mahmud Syaltut, membagi pokok ajaran Alquran menjadi dua pokok
ajaran, yaitu Akidah dan Syariah.1 Namun sesuai dengan tema makalah
ini hanya akan dijelaskan secara lebih rinci terkait dengan bidang sejarah.
Kandungan
Alquran tentang sejarah atau kisah-kisah disebut dengan istilah Qashashul
Quran (kisah-kisah Alquran). Bahkan ayat-ayat yang berbicara tentang kisah
jauh lebih banyak ketimbang ayat-ayat yang berbicara tentang hukum. Hal ini
memberikan isyarat bahwa Alquran sangat perhatian terhadap masalah kisah, yang
memang di dalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah). Sesuai firman Allah
yang artinya: “Sesungguhnya pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.[QS yusuf : 111].2
1 Mahmud
Syaltut, al-Islam Aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1966),
hlm. 11
2 murtadlo,ali
”QASHASHUL QUR’AN (Kisah-Kisah
Dalam al-Quran)” artikel diakses
dari http://rismaalqomar.wordpress.com/2010/04/29/qashashul-qur%E2%80%99an-kisah-kisah-dalam-al-quran/
A.PENGERTIAN QASHASH AL QUR’AN
Dari
segi bahasa, kata qashash berasal dari bahasa arab al qashshu atau al
qishshatu yang berarti cerita.3 dikatakan قَصَصْتُ أَثَرَهً
artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al qashash adalah bentuk
masdar. Firman allah: فَارْتَدَّا عَلىٰ آثَارِهِمَاقَصَصًا (al kahfi :64). Dan
firman allah melalui lisan ibu musa: وَقَالَتْ لأُ خِتِهِ قُصِّيهِ (dan
berkatalah ibu musa kepada saudaranya yang perempuan: ikutilahdia.) [al qashash
: 11]. Maksudnya, ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang
mengambilnya.
Qashash
berarti berita yang berurutan. Firman allah: إِنْ هَذَا لَهُوَالْقَصَصُ
الْحَقُّ (sesungguhnya ini adalah berita yang benar.) [ali imran : 62]. Sedang
al qishah berarti urusan, berita, perkara dan keadaan.
Qashash
al qur’an adalah pemberitaan qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu,
nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.4
B.MACAM-MACAM KISAH DALAM AL QUR’AN DAN
KARAKTERISTIKNYA
Kisah-kisah dalam al qur’an ada tiga macam.
Pertama,
kisah para Nabi terdahulu. Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah
mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap
orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta
akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang
mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun dan Isa.5
3 Ahmad
warson munawwir, kamus al munawwir (Yogyakarta: UPBIK pondok pesantren
krapyak, 1984), h. 1210.
4 Al
khattan, manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera
antarnusa, 1996) cetakan ke-3.
5 al
qaththan, op.cit.,h.431
Kedua,
kisah-kisah menyangkut pribadi-pribadi dan golongan-golongan dengan segala
kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah
Maryam, Lukman, Dzulqarnain, Qarun dan Ashabul kahfi.
Ketiga,
kisah-kisah menyangkut peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW. Seperti
perang badar, perang uhud, perang ahzab,bani quraizah, bani nadzir dan zaid bin
haritsah dengan abu lahab.6
Karakteristik kisah-kisah dalam al qur’an
Al
qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis).
Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dalam al qur,an dan dikemukakan
dalam berbagai bentuk yang berbeda. Disatu tempat ada bagian-bagian yang
didahulukan, sedang di tempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang
dikemukakan secara ringkas dan kadang-kadang secara panjang lebar.
Penyajian
kisah-kisah dalam al qur’an begitu rupa mengandung beberapa hikmah. Di
antaranya, pertama, menjelaskan balaghah al qur’an dalam tingkat paling
tinggi. Kisah yang berulang itu dikemukakan di setiap tempat dengan uslub yang
berbeda satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula,
sehingga tidak membuat orang merasa bosan karenannya, bahkan dapat menambah ke
dalam jiwanya makna-makna baru yang tidak didapatkan di saat membacanya di
tempat yang lain.
Kedua, menunjukkan
kehebatan al qur’an. Sebab, mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk
susunan kalimat di mana salah satu bentuk pun tidak dapat ditandingi oleh
sastrawan arab, merupakan tantangan dahsyat dan bukti bahwa al qur’an itu
datang dari Allah.
Ketiga, mengundang
perhatian yang besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap
dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara
pengukuhan dan tanda betapa besarnya perhatian al qur’an terhadap masalah
tersebut. Misalnya kisah Musa dengan Fir’aun. Kisah ini menggambarkan
pergulatan sengit antara kebenaran dengan kebatilan.
Keempat, penyajian seperti itu menunjukkan perbedaan tujuan yang
karenannya kisah itu diungkapkan. Sebagian dari makna-maknanya diterangkan di
satu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedangkan makna-makna lainnya
dikemukakan di tempat yang lain, sesuai dengan tuntutan keadaan.
6 al
utsaimin, op.cit.,h.71
C.TUJUAN KISAH DALAM AL QUR’AN
Cerita dalam al qur’an bukanlah
suatu gubahan yang hanya bernilai sastera saja, baik gaya bahasa maupun cara
menggambarkannya peristiwa-peristiwanya. Memang biasanya demikianlah wujudnya,
cerita yang merupakan hasil kesusastraan murni. Bentuknya hanya semata-mata menggambarkan
seni bahasa saja. Tetapi cerita dalam al qur’an merupakan salah satu media
untuk mewujudkan tujuannya yang asli.
Jika
dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut dapat
dirinci sebagai berikut.
Pertama, salah satu tujuan cerita itu ialah menetapkan adanya wahyu
dan kerasulan. Dalam al qur’an tujuan ini diterangkan dengan jelas di antaranya
dalam QS.12 : 2-3 dan QS 28 : 3. Sebelum mengutarakan cerita nabi musa, lebih
dahulu al qur’an menegaskan, “kami membacakan kepadamu sebagian dari cerita
Musa dan Fir’aun dengan sebenarnya untuk kamu yang beriman”. Dalam QS 3 :
44 pada permulaan cerita Maryam disebutkan, “itulah berita yang ghaib, yang
kami wahyukan kepadamu”.
Kedua, menerangkan
bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa Nabi Nuh sampai dengan masa Nabi
Muhammad SAW, bahwa kaum muslimin semuanya merupakan satu umat. Bahwa Allah
yang maha esa adalah tuhan bagi semuanya (QS 21 : 51-92).
Ketiga, menerangkan
bahwa agama itu semuanya dasarnya satu dan itu semuanya dari tuhan yang Maha
Esa (QS 7 : 59).
Keempat, menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam
berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa
(QS Hud)
Kelima, menerangkan
dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dengan agama
Nabi Ibrahim As., secara khusus, dengan agama-agama bangsa israil pada umumnya
dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hubungan yang umum
antara semua agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan dalam cerita Nabi
Ibrahim, Musa dan Isa As.7
7 ghirzin,
muhammad “Al qur’an dan ulumul qur’an”.,h. 120
D.FAEDAH KISAH-KISAH AL QUR’AN
Kisah-kisah dalam al qur’an
mempunyai banyak faedah. Berikut ini beberapa faedah terpenting diantaranya:
- Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Nabi:
“Dan
kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan
kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian
akan Aku.” (al anbiya : 25)
- Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
“Dan semua kisah rasul-rasul yang kami ceritakan kepadamu,
adalah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surah ini
telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman.” (Hud
: 120)
- Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
- Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
- Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti. Misalnya firman Allah:
“semua makanan adalah halal bagi bani israil melainkan
makanan yang diharamkan oleh israil (ya’kub) untuk dirinya sendiri sebelum
taurat diturunkan. Katakanlah: (jika kamu mengatakan ada makanan yang
diharamkan sebelum taurat), maka bawalah taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu
orang-orang yang benar.” (Ali
imran :93)
- Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman Allah:
“sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang berakal.” (Yusuf
: 111).8
8 Al
khattan, manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera
antarnusa, 1996) cetakan ke-3.
KESIMPULAN
Dari
uraian makalah di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:
- Alquran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang.
- Sebagian isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang qashas (sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang (umat Islam).
- Qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
- Tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.
- Karakteristik kisah al qur’an adalah Al qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis) dan tidak pula memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar.
- Faedah kisah dalam Alquran adalah untuk dakwah menegakkan kalimat tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya sebagai pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud
Syaltut, al-Islam Aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1966),
hlm. 11
murtadlo,ali
”QASHASHUL QUR’AN (Kisah-Kisah
Dalam al-Quran)”
artikel diakses dari http://rismaalqomar.wordpress.com/2010/04/29/qashashul-qur%E2%80%99an-kisah-kisah-dalam-al-quran/
Ahmad
warson munawwir, kamus al munawwir (Yogyakarta: UPBIK pondok pesantren
krapyak, 1984), h. 1210.
Al
khattan, manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera
antarnusa, 1996) cetakan ke-3.
ghirzin,
muhammad “Al qur’an dan ulumul qur’an”.,h. 120
Alquran
merupakan kitab suci pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling
besar. Oleh karena itu umat Islam perlu mengkaji lebih jauh terkait isi
kandungan Alquran sehingga akan diketahui hakekat makna dalam Alquran itu.
Untuk mengetahui kandungan Alquran itu diperlukan suatu metode keilmuan yang
dikenal dengan nama ulumul quran.
Menurut
Az-Zarqani, ulumul quran merupakan suatu bidang studi yang membahas tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan Alquran, baik dilihat dari segi
turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya,
kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan
terhadap Alquran dan sebagainya.
Dalam
Alquran terdapat beberapa pokok-pokok kandungan. Diantara pokok-pokok kandungan
Alquran adalah aqidah, syariah, akhlak, sejarah, iptek, dan filsafat. Sebagian
orang seperti Mahmud Syaltut, membagi pokok ajaran Alquran menjadi dua pokok
ajaran, yaitu Akidah dan Syariah.[1] Namun sesuai dengan tema makalah
ini hanya akan dijelaskan secara lebih rinci terkait dengan bidang sejarah.
Kandungan
Alquran tentang sejarah atau kisah-kisah disebut dengan istilah Qashashul
Quran (kisah-kisah Alquran). Bahkan ayat-ayat yang berbicara tentang kisah
jauh lebih banyak ketimbang ayat-ayat yang berbicara tentang hukum. Hal ini
memberikan isyarat bahwa Alquran sangat perhatian terhadap masalah kisah, yang
memang di dalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah). Sesuai firman Allah
yang artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman”.[2]
Oleh
karena itu kisah/sejarah dalam Alquran memiliki makna tersendiri bila
dibandingkan isi kandungan yang lain. Maka perlu kiranya kita sebagai umat
Islam untuk mengetahui isi sejarah yang ada dalam Alquran sehingga kita dapat
mengambil pelajaran dari kisah-kisah umat terdahulu.
Secara
garis besar makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian qashashul quran,
macam-macamnya serta manfaat mempelajari qashashul quran. Selain itu dalam
makalah ini akan dipaparkan pula beberapa pendapat kaum orientalis yang
meragukan keaslian (keoriginalan) kisah-kisah umat terdahulu yang terdapat
dalam Alquran beserta bantahan-bantahan terhadapnya.
Pengertian Qashashul Quran
Secara
bahasa, kata qashash berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar yang bermakna
urusan, berita, kabar maupun keadaan. Dalam Alquran sendiri kata qashash bisa
memiliki arti mencari jejak atau bekas[3] dan berita-berita yang berurutan.[4]
Namun
secara terminologi, pengertian qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran
tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[5] Manna al-Khalil al-Qaththan
mendefinisikan qishashul quran sebagai pemberitaan Alquran tentang ha ihwal
umat-umat dahulu dan para nabi, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi secara
empiris. Dan sesungguhnya Alquran banyak memuat peristiwa-peristiwa masa lalu,
sejarah umat-umat terdahulu, negara, perkampungan dan mengisahkan setiap kaum
dengan cara shuratan nathiqah (artinya seolah-olah pembaca kisah
tersebut menjadi pelaku sendiri yang menyaksikan peristiwa itu).[6]
Adapun
tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang
terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk
memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.[7]
Macam-Macam Qashashul Quran
Kisah-kisah
dalam Alquran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
- Kisah para Nabi yang memuat dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang ada pada mereka, sikap para penentang, perkembangan dakwah dan akibat-akibat yang diterima orang-orang yang mendustakan para Nabi.
- Kisah-kisah yang berkaitan dengan kejadian-kejadian umat-umat terdahulu dan tentang orang-orang yang tidak dapat dipastikan kenabiaanya, seperti kisah Thalut, Jalut, dua putra Adam, Ashahab al-Kahfi, Zulqarnai, Ashabul Ukhdud dsb.
- Kisah-kisah yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah seperti perang badar, uhud, tabuk dan lain sebagainya.[8]
Adapun
unsur-unsur kisah dalam Alquran adalah:
- Pelaku (al-Syaksy). Dalam Alquran para actor dari kisah tersebut tidak hanya manusia, tetapi juga malaikat, jin dan bahkan hewan seperti semut dan burung hud-hud.
- Peristiwa (al-Haditsah). Unsur peristiwa merupakan unsur pokok dalam suatu cerita, sebab tidak mungkin, ada suatu kisah tanpa ada peristiwanya. Berkaitan peristiwa, sebagian ahli membagi menjadi tiga, yaitu a) peristiwa yang merupakan akibat dari suatu pendustaan dan campur tangan qadla-qadar Allah dalam suatu kisah. b) peristiwa yang dianggap luar biasa atau yang disebut mukjizat sebagai tanda bukti kebenaran, lalu datanglah ayat-ayat Allah, namun mereka tetap mendustakannya lalu turunlah adzab. c) peristiwa biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal sebagai tokoh yang baik atau buruk, baik merupakan rasul maupun manusia biasa.
- Percakapan (Hiwar). Biasanya percakapan ini terdapat pada kisah yang banyak pelakunya, seperti kisah Nabi Yusuf, kisah Musa dsb. Isi percakapan dalam Alquran pada umumnya adalah soal-soal agama, misalnya masalah kebangkitan manusia, keesaan Allah, pendidikan dsb. Dalam hal ini Alquran menempuh model percakapan langsung. Jadi Alquran menceritakan pelaku dalam bentuk aslinya.[9]
- Tujuan dan Fungsi Qashasul Quran
Apa
sebenarnya tujuan dan fungsi kisah dalam Alquran? Kisah-kisah dalam Alquran
merupakan salah satu cara yang dipakai Alquran untuk mewujudkan tujuan yang
bersifat agama. Sebab Alquran itu juga sebagai kitab dakwah agama dan kisah
menjadi salah satu medianya untuk menyampaikan dan memantapkan dakwah tersebut.
Oleh
karena tujuan-tujuan yang bersifat religius ini, maka keseluruhan kisah dalam
Alquran tunduk pada tujuan agama baik tema-temanya, cara-cara pengungkapannya
maupun penyebutan peristiwanya.[10] Namun ketundukan secara mutlak
terhadap tujuan agama bukan berarti ciri-ciri kesusasteraan pada kisah-kisah
tersebut sudah menghilang sama sekali, terutama dalam penggambarannya. Bahkan
dapat dikatakan bahwa tujuan agama dan kesusasteraan dapat terkumpul pada
pengungkapan Alquran.[11] Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan
kisah Alquran adalah untuk tujuan agama, meskipun demikian tidak mengabaikan
segi-segi sastranya.
Adapun
tujuan dan fungsi dalam Alquran antara lain adalah:
- Untuk menunjukkan bukti kerasulan Muhammad saw. Sebab beliau meskipun tidak pernah belajar tentang sejarah umat-umat terdahulu, tapi beliau dapat tahu tentang kisah tersebut. Semua itu tidak lain berasal dari wahyu Allah.
- Untuk menjadikan uswatun hasanah suritauladan bagi kita semua, yaitu dengan mencontoh akhlak terpuji dari para Nabi dan orang-orang salih yang disebutkan dalam Alquran.[12]
- Untuk mengokohkan hati Nabi Muhammad saw dan umatnya dalam beragama Islam dan menguatkan kepercayaan orang-orang mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan hancurnya kebatilan.[13]
- Mengungkap kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang masih murni.
- Untuk menarik perhatian para pendengar dan menggugah kesadaran diri mereka melalui penuturan kisah.
- Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah agama Allah, yaitu bahwa semua ajaran para Rasul intinya adalah tauhid.[14]
Pandangan Orientalis Terhadap Kisah Dalam Alquran
Ada
beberapa orientalis yang berpendapat bahwa kisah-kisah masa lampau yang
dikemukakan Alquran diketahui Nabi Muhammad saw dari seorang pendeta atau
beliau jiplak dari kitab Perjanjian Lama. Pendapat ini jelas tidak benar dari banyak
segi.
Pertama,
Nabi Muhammad saw tidak pernah belajar pada siapapun. Memang pada masa
kanak-kanak beliau pernah ikut berdagang pamanya ke Syam dan bertemu dengan
rahib yang bernama Buhaira yang meminta pamannya agar member perhatian serius
pada nabi karena dia melihat tanda-tanda kenabian pada beliau. Namun pertemuan
ini pun hanya terjadi beberapa saat. Di sini kita bertanya, “kalau remaja kecil
(Muhammad saw) belajar pada rahib itu, apakah logis dalam pertemuan singkat itu
beliau memperoleh banyak informasi yang mendetail, bahkan sangat akurat?” tentu
saja tidak.
Ada
juga seorang orientalis yang bernama Montgomery Watt yang berkata bahwa
Nabi Muhammad saw belajar pada Waraqah bin Naufal. Menurutnya, Khadijah
merupakan anak paman Waraqah bin Naufal, sedangkan ia merupakan agamawan yang
akhirnya menganut agama Kristen. Tidak dapat disangkal Khadijah berada di bawah
pengaruhnya dan boleh jadi Muhammad telah menimba sesuatu dari semangat dan
pendapat-pendapatnya.
Kita
mengakui kalau Waraqah beragama Kristen, tapi bahwa Muhammad dating belajar
kepadanya adalah sesuatu yang tidak dapat diterima. Hal ini karena menurut
pelbagai riwayat kedatangan beliau menemui Waraqah adalah setelah beliau
menerima wahyu dan bukan sebelumnya. Di sisi lain, Waraqah berpendapat bahwa
yang datang pada Nabi Muhammad saw di gua Hira itu adalah malaikat yang pernah
datang pada Nabi Musa dan Isa a.s., dan beliau menyatakan bahwa seandainya
hidup saat Muhammad dimusuhi kaumnya, niscaya dia akan membelanya. Jika
demikian logiskah jika Nabi Muhammad saw belajar kepadanya setelah Waraqah
mengakui kenabiannya?[15]
Tidaklah
tepat jika dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw mempelajari Kitab Perjanjian Lama
karena disamping beliau tidak dapat membaca dan menulis, juga karena terdapat
sekian banyak informasi yang dikemukakan Alquran yang tidak termaktub dalam
Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, missal kisah Ashab Al-Kahfi.
Kalaupun ada yang sama, seperti beberapa kisah nabi-nabi, namun dalam rincian
atau rumusan terdapat perbedaaan-perbedaan.
Bahwa
terjadi persamaan dalam garis besar bukan lalu merupakan bukti penjiplakan.
Apakah jika seseorang pada puluhan tahun yang lalu melukis candi Borobudur,
kemudian kini datang pula pelukis lain yang melukisnya – dan ternyata
lukisan itu sama atau mirip dengan yang sebelumnya – apakah Anda berkata bahwa
pelukis kedua menjiplak dari pelukis pertama?
Nabi
Muhammad saw sejak dini telah mengakui bahwa beliau adalah pelanjut dari
risalah para nabi. Beliau mengibaratkan diri beliau dengan para nabi sebelumnya
bagaikan seorang yang membangun rumah, maka dibangunnya dengan sangat baik dan
indah, kecuali satu bata di pojok rumah itu. Orang-orang berkeliling di rumah
tersebut dan mengaguminya sambil berkata, “Seandainya diletakkan bata di pojok
rumah ini, maka Akulah (pembawa) bata itu dan Akulah penutup para nabi.”
Demikian sabda Beliau yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui Jabir bin Abdillah.[16]
Dari
uraian makalah di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:
- Alquran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang.
- Sebagian isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang qashas (sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang (umat Islam).
- Qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
- Tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.
- Kisah dalam Alquran dibedakan tiga macam, yaitu: kisah dakwah para nabi, kejadian umat terdahulu dan kejadian di zaman Rasulullah Muhammad saw.
- Unsur kisah Alquran juga ada tiga, yakni: adanya Pelaku, kejadian atau peristiwa dan percakapan.
- Inti dari fungsi kisah dalam Alquran adalah untuk dakwah menegakkan kalimat tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya sebagai pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.
- Beberapa kaum orientalis ada yang meragukan keaslian kisah-kisah dalam Alquran. Namun anggapan mereka terbantahkan dengan bukti-bukti yang telah dipaparkan di atas.
*Makalah
ini disusun oleh Ali Murtadlo
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy,
T.M. Hasbi. Ilmu-Ilmu Alquran. Jakarta: Bulan Bintang. 1972.
Charisma,
Moh. Chadziq. Tiga Aspek Kemukjizatan Alquran. Surabaya: Bina Ilmu.
1991.
Hanafi,
A. Segi-segi Kesusasteraan pada Kisah-Kisah Quran. Jakarta: Pustaka
Al-Husna. 1983.
Munawir,
Fajrul dkk. Al-Quran. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
2005.
Mushaf
Alquran
Shihab,
M. Quraish. Mukjizat Al-Quran. Bandung: Mizan. 1998
Syaltut
, Mahmud. al-Islam Aqidah wa al-Syariah. Beirut: Dar al-Qalam. 1966.
[1] Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah
wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1966), hlm. 11
[2] Q.S. Yusuf ((12): 111)
[3] Q.S. Al-Kahfi: 64 dan Q.S.
Al-Qashash: 11
[4] Q.S. Al-Imran: 62 dan Q.S. Yusuf:
111
[5] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu
Alquran. (Jakarta: Bulan Bintang, 1972). hlm. 176
[6] Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits
fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1073). Hlm. 306
[7] Fajrul Munawir dkk. Al-Quran.
(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005). Hlm. 107
[8] Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits
fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1073). Hlm.306
[9] Fajrul Munawir dkk. Al-Quran.
(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005). Hlm. 108-109
[10] Sayid Qutb. Al Tashwir al-Fannai
fil Quran. Hlm. 111
[11] A. Hanafi, Segi-segi
Kesusasteraan pada Kisah-Kisah Quran. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983).
Hlm. 68
[12] Abu Ishaq Ahmad bin Muhammad Ibn
Ibrahim an-Naisaburi. Qisas Anbiya. (Beirut: Dar al-Fikr). Hlm. 12
[13] Q.S. 11:120
[14] Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits
fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1073). Hlm. 307
[15] Al-Biqa’i. Badzl An-Nushah wa
Asy-Syafaqah li At-Ta’rif bi Shuhbah as-Sayyid Waraqah.
[16] Dirangkum dari M. Quraish Shihab. Mukjizat
Al-Quran. (Bandung: Mizan, 1998). Hlm. 206-212.
Ulumul Qur’an KISAH-KISAH (QASHASH) DALAM AL-QUR’AN
BAB. I PENDAHULUAN
A. Lantar Belakang
Al-Quran merupakan kalam
Allah sebagai pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling
besar. Untuk mengetahui kandungan Al-Quran itu diperlukan suatu metode keilmuan
yang dikenal dengan nama ulumul quran.
Menurut Az-Zarqani,
ulumul quran ialah studi yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Al-Quran, baik dilihat dari segi turunnya, kemujizatannya, penolakan
hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadap Al-Quran dan sebagainya.
Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat
dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip
pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu
merupakan faktor paling penting yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut
kedalam hati dan pada gilirannya akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran
yang terkandung didalamnya. Kesusastraan kisah dewasa ini telah menjadi seni
yang khas di antara seni-seni bahasa dan kesusastraan. Dan “kisah yang benar”
telah menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah
Qur’an.
Secara garis
besar makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian kisah Al-Qur’an,
macam-macam kisah Al-Qur’an, faedah dari kisah-kisah dalam Al-Qur’an dan
pengaruh kisah al-Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan kisah (Qashash) Al-Qur’an.
2.
Apa
saja macam-macam kisah (Qashash) Al-Qur’an.
3.
Apa
tujuan dari kisah (Qashash) Al-Qur’an.
4.
Apa saja pengaruh kisah (Qashash) Al-Qur’an dalam
pendidikan dan pengajaran.
C. Tujuan Dan Kegunaan Penulisan
1. Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui pengertian dari kisah (Qashash).
b.
Untuk mengetahui macam-macam kisah (Qashash).
c.
Untuk
mengetahui apa saja faedah
kisah (Qashash) Al-Qur’an.
d.
Dan untuk mengetahui pengaruh kisah (Qashash) Al-Qur’an dalam pendidikan dan
pengajaran.
2. Kegunaan penulisan
a.
Diharapkan dapat memberikan kontribusi penulisan
khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
b.
Untuk
melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan studi di Fakultas Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAI) Rengat TA. 2013/2014.
BAB. II PEMBAHASAN
1. Pengertian Kisah dalam
Al-Qur’an
Secara etimologi
qashash (قصص) merupakan bentuk jamak dari kata (قصة) yang berarti berita, kisah, perkara dan
keadaan.[1]
Sesuai firman ALLAH
SWT:
¨bÎ) #x‹»yd uqßgs9 ßÈ|Ás)ø9$# ‘,ysø9$# 4... ÇÏËÈ
Artinya: "Sesungguhnya
ini adalah kisah-kisah yang benar."[2]
juga berarti mengikuti jejak.
Sesuai firman ALLAH
SWT:
4... #£‰s?ö‘$$sù #’n?tã $yJÏdÍ‘$rO#uä $TÁ|Ás% ÇÏÍÈ
Artinya: "Lalu
keduanya mengikuti kembali jejak mereka sendiri."[3]
Al-Qur’an telah
menyebutkan kata kisah dalam beberapa konteks, pemakian dan tashrif
(konjugasi)nya: dalam bentuk fi’il madhi, fi’il mudhari’, fi’il amr dan
mashdar.[4]
Secara
terminologi, Qashash Al-Qur'an adalah kisah-kisah di dalam Al-Qur'an yang
menceritakan keadaan umat-umat terdahulu dan Nabi-nabi mereka serta
peristiwa-peristiwa yang terjadi masa lampau, masa Sekarang dan masa yang akan
datang.[5]
Sedangkan Mana'
al-Qathan mendefinisikan Qashash Al-Qur'an adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang
hal-ihwal umat yang telah lalu, kenabian yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa
yang telah terjadi.[6]
2. Macam-Macam Kisah dalam Al-Qur’an
Didalam Al-Qur’an banyak di kisahkan beberapa peristiwa
yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari Al-Qur’an dapat diketahui beberapa
kisah yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam seperti
kisah para Nabi dan kaumnya. Kisah Yahudi, Nasrani, Majuzi, dan lain
sebagainya.
Selain itu Al-Qur’an juga menceritakan beberapa peristiwa
yang terjadi di jaman Rasulullah Saw. Seperti kisah peperangan (Badar, Uhud,
Hunain) dan perdamaian (Hudaibiyah) dan lain sebagainya.[7]
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam diantanya
yaitu:
a. Dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu kisah dalam Al-Qur’an ada tiga,
yaitu:
1) Kisah hal gaib yang terjadi
pada masa lalu. Contohnya:
۩ Kisah tentang dialog malaikat dengan tuhannya
mengenai penciptaan khalifah bumi sebagaimana di jelaskan
dalam (QS. Al-Baqarah: 30-34).
۩ Kisah tentang penciptaan alam
semesta sebagaimana yang
diungkapkan dalam (QS. Al-Furqan: 59, Qaf: 38).
۩ Kisah tentang penciptaan nabi
adam dan kehidupanya ketika di surga sebagaimana terdapat dalam (QS. Al-a’raf:
11-25).
2) Kisah hal gaib yang terjadi
pada masa kini.
Contohnya:
۩ Kisah tentang turunya
malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar seperti diungkapkan dalam (QS.
Al-Qadar: 1-5).
۩ Kisah tentang kehidupan
makhluk-makhluk gaib seperti setan, jin, atau iblis seperti diungkapkan dalam
(QS. Al-A’raf: 13-14).
3) Kisah gaib yang terjadi pada
masa yang akan datang.
Contohnya:
۩ Kisah tentang akan datangnya
hari kiamat seperti yang diungkapkan dalam Al-Qur’an surah Al-Qari’ah, surah Al-Zalzalah, dan lainnya.
۩ Kisah tentang kehidupan orang-orang di surga dan di neraka seperti di ungkapkan dalam Al-Qur’an surah Al-Ghasyiah dan lainnya.
b. Dari Segi Materi
Ditinjau
dari segi materi, kisah-kisah (Qashash) dalam Al-Qur’an ada tiga diantaranya
yaitu:
1)
Kisah-kisah para nabi terdahulu
Bagian ini berisikan
seruan dan ajakan para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat dari ALLAH SWT
yang memperkuat dakwah mereka, sikap orang-orang yang memusuhinya, serta
tahapan-tahapan dakwah perkembangannya, dan akibat yang menimpa orang beriman
dan orang yang mendustakan para nabi. Contohnya:
| Kisah
Nabi Adam(QS.Al-Baqarah: 30-39. Al-Araf: 11 dan lainnya).
| Kisah
Nabi Nuh (QS.Hud : 25-49).
| Kisah Nabi Hud (QS. Al-A’Raf: 65, 72, 50, 58).
| Kisah Nabi Idris
(QS.Maryam: 56-57, Al-Anbiya: 85-86).
| Kisah Nabi Yunus
(QS.Yunus: 98, Al-An’am: 86-87).
| Kisah Nabi Luth
(QS.Hud: 69-83).
| Kisah Nabi Musa (QS.Al-Baqarah: 49,61, Al-A’raf: 103-157)
| Kisah Nabi Harun
(QS.An-Nisa: 163).
| Kisah Nabi Daud (QS.Saba: 10, Al-Anbiya: 78).
| Kisah Nabi
Sulaiman (QS.An-Naml : 15, 44, Saba: 12-14).
| Kisah Nabi Ayub
(QS. Al-An ‘am: 34, Al-Anbiya: 83-84).
| Kisah Nabi Ibrahim (QS.Al-Baqarah: 124, 132, Al-An’am:
74-83).
| Kisah Nabi
Ismail (QS.Al-An’am: 86-87).
| Kisah Nabi Ishaq
(QS.Al-Baqarah: 133-136).
| Kisah Nabi
Ya’qub (QS.Al-Baqarah: 132-140).
| Kisah Nabi Yusuf
(QS.Yusuf: 3-102).
| Kisah Nabi Yahya
(QS.Al-An’am: 85).
| Kisah Nabi
Zakaria (QS.Maryam: 2-15).
| Kisah Nabi Isa
(QS.Al-Maidah: 110-120).
| Kisah Nabi
Muhammad (QS.At-Takwir: 22-24, At-Taubah: 43-57 ).
Kisah-kisah para Nabi
tersebut menjadi informasi yang sangat berguna bagi upaya meyakini para Nabi
dan Rasul ALLAH. Keimanan pada para Nabi dan Rasul merupakan suatu keharusan
bagi umat Islam yang harus ditamamkan semenjak usia dini. Tanpa adanya
keyakinan ini, seseorang tidak akan bisa membenarkan wahyu ALLAH SWT yang terdapat
dalam kitab ALLAH SWT yang berisi berbagai macam perintah maupun larangan-Nya.
Jika seorang
telah memiliki kemantapan dalam mengimani para Nabi dan Rasul, mereka akan
dibawa dalam suatu keyakinan yang sama-sama diimani semua Nabi, yakni keesaan
ALLAH SWT.
Kisah Nabi juga bisa
dijadikan teladan bagi kehidupan seseorang. Keteladanan diperlukan agar
seseorang memiliki sosok yang bisa dijadikan idola. Misalnya sosok yang tampan
seperti Nabi Yusuf AS, yang kaya seperti Nabi Sulaiman, yang handal pertempuran
seperti Nabi Musa AS.
Dalam pembelajaran,
peserta didik memiliki bermacam-macam karakter, bakat, dan pembawaan. Hal ini
perlu dikembangkan dengan memberikan kisah-kisah pilihan Nabi dan Rasul.
2)
Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah.
| Kisah tentang
Ababil (QS.Al-Fil: 1-5).
| Kisah tentang
hijrahnya Nabi SAW (QS.Muhammad: 13).
| Kisah tentang
perang Badar dan Uhud (QS. Ali Imran).
| Kisah tentang
perang Hunain
dan At-Tabuk (QS. Taubah).
Dan lain sebagainya.
Kisah-kisah tersebut
dapat dipergunakan untuk memantapkan keyakinan dan keimanan peserta didik agar
benar-benar mencontoh kebaikan yang dilakukan para sahabat yang telah berjuang
dengan semangat. Peserta didik juga di motivasi untuk selalu berjuang dan
berkorban di jalan ALLAH SWT.
3) Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang
yang tidak disebutkan kenabiannya:
| Kisah tentang Luqman (QS.Luqman: 12-13).
| Kisah tantang Dzul Qarnain (QS. Al-Kahfi: 83-98).
| Kisah tentang Ashabul Kahfi (QS.Al-Kahfi: 9-26).
| Kisah tentang thalut dan jalut (QS.Al-Baqarah:
246-251).
| Kisah tentang Yajuj Ma’fuz (QS.Al-Anbiya: 95-97).
| Kisah tentang bangsa Romawi (QS.Ar-Rum: 2-4).
| Kisah tentang Maryam (QS. Ali Imron: 36-45, dan lain-lain)
| Kisah tentang Fir’aun (QS. Al-Baqarah: 49-50, dan lain-lain)
| Kisah tentang Qorun (QS. Al-Qashash: 76-79, dan lain-lain) dan lain sebagainya.
Kisah tersebut ada yang
patut kita teladani dan tidak perlu diteladani. Kisah teladan dari selain para
Nabi dan rasul dapat dijadikan pelajaran bahwa meskipun tidak sebagai Nabi atau
Rasul manusia tetap berpeluang menjadi orang baik yang bisa menjadi pilihan.
Sedangkan kisah yang tidak patut diteladani juga bermanfaat bagi upaya
penjagaan diri agar tidak terjerumus pada perbuatan yang sama.
3. Faedah Kisah dalam Al-Qur’an
Kisah-kisah Al-Qur'an pada dasarnya terdapat banyak
sekali faedah yang dapat dipetik manfaatnya.
Berikut
ini faedah kisah dalam Al-Qur’an di antaranya:
1.
Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama ALLAH SWT dan menjelaskan pokok-pokok
syari’at yang dibawa oleh para Nabi.
Sesuai
firman ALLAH SWT:
!$tBur $uZù=y™ö‘r& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqß™§‘ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmø‹s9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbr߉ç7ôã$$sù
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum
kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.”
2.
Menanamkan akhlakul karimah dan budi yang mulia.
3.
Menampakan kebenaran nabi muhammad. Dalam dakwahnya dengan tepat beliau
menerangkan keadaan umat-umat terdahulu.
4.
Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membenarkan keterangan dan
petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka
sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.
5.
Meneguhkan hati Rasulullah dan umat Muhammad atas agama Islam, memperkuat
kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya
serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
Sesuai firman
ALLAH SWT :
yxä.ur Èà)¯R y7ø‹n=tã ô`ÏB Ïä!$t6Rr& È@ß™”9$# $tB àMÎm7sVçR ¾ÏmÎ x8yŠ#xsèù 4
x8uä!%y`ur ’Îû ÍnÉ‹»yd ‘,ysø9$# ×psàÏãöqtBur
3“tø.ÏŒur tûüÏYÏB÷sßJù=Ï9 ÇÊËÉÈ
Artinya:
“Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah
yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”[8]
6.
Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta
mengabadikan jejak dan peninggalannya.
7.
Menarik perhatian para mendengar.
8.
Sugesti bagi kaum Mukminin.
9.
Peringatan kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya mereka dalam
kekufuran.
10.
Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para
pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung didalamnya kedalam jiwa.[9]
Sesuai
firman Allah SWT:
ô‰s)s9 šc%x. ’Îû öNÎhÅÁ|Ás% ×ouŽö9Ïã ’Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# 3
$tB tb%x. $ZVƒÏ‰tn 2”uŽtIøÿム`Å6»s9ur t,ƒÏ‰óÁs? “Ï%©!$# tû÷üt Ïm÷ƒy‰tƒ Ÿ@‹ÅÁøÿs?ur Èe@à2 &äóÓx« “Y‰èdur ZpuH÷qu‘ur 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏB÷sムÇÊÊÊÈ
Artinya: “Sesungguhnya pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”[10]
4. Pengaruh Kisah Al-Qur’an dalam Pendidikan dan
Pengajaran
Tidak
diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus jiwa
manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa
merasa jemu serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal.
Pelajaran
yang disampaikan dengan metode ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak
dapat di ikuti sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan mudah sulit dan
berat serta memerlukan waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, maka kisah
dalam Al-Quran sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah.
Pada
umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat
kisah, dan ingatnya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian
ia menirukan dan mengisahkannya.
Fenomena
fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam
lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang memerlukan inti pengajaran
dan guru pendidikan.
Dalam
kisah-kisah Qur’ani terdapat sarana yang dapat membantu kesuksesan para
pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan bekal
kependidikan berupa kehidupan para nabi, berita tentang umat terdahulu, sunnatullah
dalam kehidupan masyarakat dan tentang bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan
dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah
Qur’ani itu dengan aturan bahasa yang sesuai dengan nalar pelajar dalam segala
tingkatan.[11]
BAB. III PENUTUP
A. Kesimpulan
a.
Menurut
bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita atau
keadaan. Sedangkan menurut istilah Qashashul Quran ialah kisah-kisah
dalam Al-Quran tentang Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
b. Tiga macam kisah dalam Al-Quran: kisah para nabi
terdahulu, kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan
orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya, dan kisah-kisah yang terjadi
pada masa Rasulullah.
c.
Kisah
(Qashash) dalam Al-Quran dapat digunakan sebagai sarana dakwah, hiburan,
motivasi, dan lain-lain. Selain itu Qashash biasanya menceritakan semua keadaan
dengan cara yang menarik dan mempesona. Dan bahkan tulisan di dalam Al-Qur’an dapat
mengalahkan syair-syair yang terkenal di Arab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Djalal, Ulumul
Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998).
Al-Quran dan
Terjemahannya,Depag RI, Jakarta, 1989.
Ahmad Syadali, Ahmad
Rofi’I, Ulumul Qur’an II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, Cet. Ke-1.
Manna Khalil Al-Qattan,
Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001.
Luwes, al-Munjid fi
al-Lughah (Bairut: Dar al-Masyriq, 1998).
Surah Ali 'Imran: 62.
Surah Al Kahfi: 64.
Surah Hud:120.
Surah Yusuf: 111.
Shalah Abdul Fattah
al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, alih bahasa: Abdullah,
Kisah-kisah al-Qur’an; Perjalanan dari Orang-orang Dahulu (Jakarta: Gema Insani
Press, 1999).
[4]
Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, alih
bahasa: Abdullah, Kisah-kisah al-Qur’an; Perjalanan dari
Orang-orang Dahulu (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), jilid. I, hal. 21.
[6]
Mana’ al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Bairut: al-Syirkah al-Muttahidah
li al-Tauzi’, 1973),hal. 306
[9]Ahmad
Syadali, Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, Bandung: CV. Pustaka Setia,
1997, Cet. Ke-1, hal. 30.
[11] Sayid Abdul Hasan
Al-Husni An Nadwi telah menyusun pula kumpulan kisah para Nabi, yang merupakan
kisah para pelopor. (An-Nasyir, penerbit).
Kisah-kisah dalam alquran
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Rosihon Anwar dalam bukunya “Ilmu Tafsir”[1][1]
mengemukakan bahwa Alquran merupakan kalam
Allah swt. yang berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran-ajarannya disampaikan
secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada yang berisi informasi,
perintah dan larangan, ada juga yang dimodifikasi dalam bentuk diskriftif kisah-kisah
yang
mengandung pelajaran atau petunjuk yang dikenal dengan kisah-kisah dalam Alquran. Tuntunan dalam Alquran adakalanya disampaikan melalui kisah-kisah dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap setiap bujukan untuk berbuat ingkar, serta menerangkan prinsip-prinsip Islamiyah dalam berdakwah.
mengandung pelajaran atau petunjuk yang dikenal dengan kisah-kisah dalam Alquran. Tuntunan dalam Alquran adakalanya disampaikan melalui kisah-kisah dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap setiap bujukan untuk berbuat ingkar, serta menerangkan prinsip-prinsip Islamiyah dalam berdakwah.
Sudah menjadi ketentuan, bahwa
manusia merupakan makhluk ciptaan Allah swt. mempunyai banyak keunikan, salah
satu keunikannya adalah suka mendengar dan mempelajari cerita. Hal tersebut
disebabkan karena kisah dapat menarik perhatian apabila di dalamnya terselip
pesan-pesan dan pelajaran yang dapat menanamkan kesan rasa ingin tahu tentang
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Nasehat atau pelajaran yang disampaikan
tanpa variasi, walau dengan tutur kata yang indah, belum tentu dapat menarik
perhatian akal, bahkan isinya pun belum tentu dapat dipahami. Akan tetapi bila
nasehat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita
kehidupan, maka akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Sehingga akan merasa
senang mendengarkan, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa ingin
tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh akan nasehat dan pelajaran yang
terkandung di dalammya.
Dikemukakan oleh Manna Khalil al-Kattan,[2][2] bahwa kesusasteraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan kesusasteraan. Kisah yang benar telah membuktikan kondisi ini dalam Uṣlub Arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah Alquran. Kisah-kisah dalam Alquran tentu saja berbeda dengan cerita atau dongeng lainnya, karena mempunyai karakteristik di dalamnya. Dalam Alquran kisah merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat manusia yang senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.
Dikemukakan oleh Manna Khalil al-Kattan,[2][2] bahwa kesusasteraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan kesusasteraan. Kisah yang benar telah membuktikan kondisi ini dalam Uṣlub Arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah Alquran. Kisah-kisah dalam Alquran tentu saja berbeda dengan cerita atau dongeng lainnya, karena mempunyai karakteristik di dalamnya. Dalam Alquran kisah merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat manusia yang senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.
Secara
eksplisit Alquran berbicara tentang pentingnya sejarah, hal tersebut tertera
dalam Q.S. Ali Imran (3):140 berbunyi:
إِنْ
يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ
نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Dan kamu (pada perang uhud) terkena luka, Maka kaum lainpun
(kafir) kena
luka pula seperti itu. Dan hari (kejayanan dan kekalahan) itu akan datang silih
berganti.[3][3]
B. Rumusan
Masalah
Berangkat
dari pembahasan pada latar belakang di atas, maka dapatlah dikemukakan
permasalahan yang menjadi inti pembahasan dalam makalah ini, yakni sebagai
berikut:
1.
Bagaimana pengertian Qaṣaṣ al-Qur’ān?
2.
Ada berapa macam Qaṣaṣ al-Qur’ān?
3.
Bagaimana karakteristik Qaṣaṣ al-Qur’ān?
4.
Apa tujuan Qaṣaṣ al-Qur’ān?
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Qaṣaṣ al-Qur’ān
Kata qaṣaṣ berasal dari Bahasa Arab yang
merupakan bentuk jamak dari kata qiṣaṣ yang berarti tatabbu’ al-aṡar (napak tilas/ mengulang kembali masa lalu). qiṣaṣ menurut Muhammad Ismail Ibrahim yang berarti “hikayat”
(dalam bentuk) prosa yang panjang”.[4][4]
sedang menurut Manna Khalil al-Qattan “qaṣaṣtu aṡarahu” yang berarti “kisah ialah menelusuri
jejak”.[5][5]
Kata al-qaṣaṣ adalah bentuk masdar, seperti dalam firman Allah Q.S. Al-Kahfi (18): 64 disebutkan:
فَارْتَدَّا
عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا
Terjemahnya:
Lalu keduanya kembali, mengikuti
jejak mereka semula.[6][6]
Maksudnya
kedua orang itu kembali mengikuti jejak darimana keduanya itu datang. Dan
firmanNya melalui lisan ibu Musa, QS. Al-Qaṣaṣ (28): 11 sebagai berikut:
ôMs9$s%ur ¾ÏmÏG÷zT{ Ïm‹Å_Áè% (
Terjemahnya:
Maksudnya ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang
mengambilnya. Secara etimologi (bahasa),
al-qaṣaṣ mempunyai arti urusan (al-amr), berita (al-khabar),
perbuatan (al-sya’an), dan keadaan (al-hal).[8][8]
Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al-qaṣsaṣ diterjemahkan dengan kisah yang
berarti kejadian (riwayat, dan sebagainya).[9][9]
Menurut al-Raghib al-Iṣfahani, qaṣaṣ adalah akar kata (maṣdar) dari “qaṣṣa-yaquṣṣu”, secara lugawi konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan di atas,
yang dipahami sebagai “cerita yang ditelusuri”[10][10]
seperti dalam Firman Allah swt. Q.S. Yusuf
(12): 111:
لَقَدْ
كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ
Terjemahnya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang mempunya akal”.[11][11]
Berdasarkan pada beberapa arti di
atas, dapat diambil pengertian bahwa qiṣaṣ sama dengan kisah yang mempunyai arti segala peristiwa,
kejadian atau berita yang telah terjadi dari suatu cerita untuk menelusuri
jejaknya.
Adapun yang dimaksud dengan Qaṣaṣ al- Qur’ān adalah
إخبار عن
الأحوال الماضية والأنبياء القدماء والأحداث الواقعة فى الماضى.
Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi
terdahulu, dan peristiwa yang pernah terjadi”.[12][12]
Menurut perspektif Alquran, Allah
swt. mengungkapkan diriNya melalui peristiwa-peristwa, namun wahyuNya
menggunakan tema-tema yang sudah terkenal dan dinyatakan kembali sampai
orang-orang beriman meresapinya.[13][13]
Alquran banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah
bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia
menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.
Berdasarkan
pengertian di atas, maka dapat dikatakan, bahwa pada kisah-kisah yang dimuat
dalam Alquran semuanya cerita yang benar-benar terjadi, tidak ada cerita fiksi,
khayal, apalagi dongeng. Jadi bukan seperti tuduhan sebagian orientalis bahwa
Alquran ada yang tidak cocok dengan fakta sejarah.[14][14]
B.
Macam-macam Qaṣaṣ al-Qur’ān
Menurut Manna Khalil al-Kattan,[15][15] kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran dapat
dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Dilihat dari sisi pelaku
Dari
sudut pandang pelaku, kiah-kisah dalam Alquran dapat lagi dibedakan
menjadi tiga macam yaitu:
a)
Kisah para nabi
Pada
bagian ini, kisah dalam Alquran berisikan tentang ajakan para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat
yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan
dakwah dan perkembangannya serta akibat yang menimpa orang beriman
(mempercayai) dan golongan yang mendustakan para nabi. Misalnya kisah Nabi Nuh,
a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa, a.s., Nabi Harun, a.s, Nabi Isa, a.s., Nabi
Muhammad saw, dan nabi-nabi serta rasul lainnya.
b)
Kisah yang berhubungan dengan masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan
kenabiannya.
Misalnya
kisah orang yang keluar dari kampung halamannya, yang beribu-ribu jumlahnya
karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putera Adam, Aṣhabul Kahfi, Dzul Qarnain, Qarun,
Ashabus Sabti (orang–orang yang menangkap ikan pada hari sabtu), misalnya
Maryam, Aṣhabul
ukhdud, Aṣhabul
Fil dan lain-lain.
c)
Kisah yang terjadi pada masa Rasulullah saw.
Seperti
perang Badar dan Uhud dalam Surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam
Surah al-Taubah, perang al-Akhzab,
Hijrah, Isra’ dan lain-lain.
Kisah-kisah mengenai para nabi dalam Alquran bervariasi
sesuai dengan kasus, tetapi mereka semua adalah pemberi peringatan yang
mendapat perlindungan Allah swt. kepada para hambaNya. Perlindungan ini adalah
salah satu elemen dalam narasi yang dipercepat dengan insiden. Contoh Nabi
Ibrahim, a.s. diselamatkan dari api yang dilempar kedalamnya oleh umatnya
setelah dia menghancurkan patung-patung, Q.S. Al-Anbiya’ (21): 68-71. Nabi Isa, a.s. diselamatkan ketika Allah
swt, secara mukjizat menghalanginya dari orang-orang Yahudi dari menyalibnya
Q.S. an-Nisa (4): 157.[16][16]
2.
Dilihat dari panjang pendeknya
a.
Kisah yang panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf, a.s. dalam Q.S. Yusuf (12) yang hampir seluruh ayatnya
mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanak sampai dewasa dan
memiliki kekuasaan.
b.
Kisah yang sedang, seperti kisah Nabi Musa, a.s. dalam Q.S. al-Qaṣaṣ (28), kisah Nabi Nuh, a.s. dan kaumnya dalam Q.S. Nuh (71), dan lain-lain. Kisah yang
lebih pendek dari kisah yang sedang, seperti kisah Maryam dalam Q.S. Maryam (19), kisah Aṣhab al-Kahfi pada Q.S. al-Kahfi (18), kisah Nabi Adam, a.s.
dalam Q.S. al-Baqarah (2), dan Q.S. Thoha (20), yang terdiri atas sepuluh
atau beberapa belas ayat saja.
c.
Kisah yang pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat,
misalnya kisah Nabi Luth, a.s dalam Q.S.
al-A’raaf (7), kisah Nabi Ṣalih, a.s. dalam Q.S. Hud (110), dan lain-lain.
3.
Dilihat dari jenisnya
Apabila dilihat dari segi jenisnya,
kisah-kisah dalam Alquran dapat dibagi menjadi tiga macam,[18][18] yaitu:
a.
Kisah Sejarah (al-qiṣaṣ al-tarikhiyyah), berkisar tentang kisah-kisah sejarah, seperti para nabi
dan rasul.
b.
Kisah perumpamaan (al-qiṣaṣ al-tamṡlsiyah), untuk menerangkan atau
memperjelas suatu pengertian, bahwa peristiwa itu tidak benar terjadi tetapi
hanya perkiraan.
c.
Kisah asatir, kisah ini untuk mewujudkan tujuan-tujuan ilmiah atau
menafsirkan fenomena yang ada atau menguraikan masalah yang sulit diterima
akal.
Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, kisah-kisah yang
terdapat dalam Alquran pada umumnya
mengandung tiga unsur[19][19]
yaitu:
1.
Pelaku (al-sakhsiyyat), kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran tidaklah
hanya manusia, seperti dalam Q.S. al-Naml
(27): 23, tetapi juga ada malaikat, seperti dalam Q.S. Hud (11): 69-83, Jin dalam
Q.S. saba’ (34):12, dan
binatang (burung, semut, dll), dalam Q.S. al-Naml (27): 18-19.
2.
Peristiwa (ahdaṡ),
hal ini terbagi menjadi: peristiwa yang berkelanjutan, peristiwa yang dianggap
luar biasa, seperti dalam Q.S. al-Maidah
(5): 110-115, dan peristiwa yang dianggap biasa, seperti dalam Q.S. al-Maidah (5) : 116-118.
3.
Dialog (al-hiwar), seperti dalam Q.S. al-A’raf (7):11-25, Thaha
(20): 9-99.
Dr. Mardan[20][20]
dalam membagi macam-macam kisah dalam Alquran, mengemukakan bahwa kisah-kisah
dalam Alquran dapat dilihat :
1.
Dari segi pengungkapannya. Dalam hal ini, dapat dibedakan ; a) kadang-kadang
Allah menyebut suatu kisah berulang-ulang dalam uṣlub yang berbeda tanpa memberi kesan
membosankan, karenanya kadang-kadang dijumpai dalam Alquran kisah seorang nabi
disebut dibeberapa surah, seperti kisah Nabi Musa ; b) kadang-kadang pula Allah
menyebut kisah seorang nabi dalam surah tertentu, seperti kisah Nabi Yusuf.
2. Dari segi urutan permasalahan yang
dikemukakan. Dalam hal ini dapat dibedakan ; a) pengungkapan kisah dimulai
terlebih dahulu dengan intisari atau ringkasan kisah, setelah itu diuraikan
perinciannya dari awal sampai akhir, seperti kisah aṣhabul
kahfi; b)
Pengungkapan kisah dimulai dari akhir cerita, kemudian kisah itu kembali
diulangi dari awal sampai akhir, seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun; c)
kadang-kadang pula suatu kisah diuraikan secara langsung tanpa didahului oleh
pendahuluan dan kesimpulan, seperti kisah Maryam di saat kelahiran Nabi Isa; d)
kadang-kadang juga suatu kisah diungkap seperti drama, misalnya kisah Nabi
Ibrahim dan Ismail ketika membangun Ka’bah.
3.
Dilihat dari sudut dimulainya kisah dan perkembangan tokohnya. Dalam hal ini
dapat dibedakan menjadi ; a) Ada kisah Alquran dimulai dari awal kelahiran
tokohnya, seperti kisah Nabi Adam, kisah Nabi Isa, dan lain-lain; b)
kadang-kadang suatu kisah dimulai dari tidak terlalu awal kelahiran dan akhir
kehidupan tokohnya, seperti kisah Nabi Yusuf, demikian juga dengan kisah Nabi
Ibrahim; c) kadang-kadang pula kisah dimulai pada akhir perkembangan kehidupan
tokohnya, seperti kisah Nabi Nuh, Hud, dan lain-lain.
4.
Dilihat dari segi penyebutan tempat dan tokohnya. Dalam hal ini dapat dibedakan
menjadi ; a) Kisah yang ditunjukkan tempat, tokoh dan gambaran peristiwanya,
seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun, kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail,
kisah Nabi Syuaib, kisah Nabi Nuh, dan lain-lain; b) kisah yang mengemukakan peristiwa
atau keadaan tertentu pelaku sejarah tanpa menyebutkan nama tokoh dan
tempatnya, seperti kisah dua putra Nabi Adam yang melaksanakan kurban dalam
Q.S. al-Ma’idah : 27-30; c) kisah
dalam bentuk dialog yang tidak menyebut pelaku dan tempatnya, seperti kisah dua
orang pemilik kebun dalam Q.S. al-Kahfi
: 32-43.
5.
Dilihat dari segi isi dan kandungan. Dalam hal ini dapat dibedakan atas ; a)
Kisah para nabi dan rasul, kisah seperti ini berisi gambaran seruan para nabi
dan rasul kepada kaumnya; kisah yang berhungan dengan kejadian-kejadian masa
lampau; d) kisah yang ada sangkut-pautnya dengan kejadian atau peristiwa yang
terjadi pada masa Nabi Muhammad saw., seperti kisah hijrah, kisah isra’, dan
lain-lain.
C.
Karakteristik Qaṣaṣ al-Qur’ān
Secara umum, Alquran tidak menceritakan kejadian dan
peristiwa secara berurutan (kronologis) dan memaparkan kisah-kisah itu secara
panjang lebar, tetapi terkadang berbagai kisah disebutkan berulang-ulang
dibeberapa tempat, ada pula beberapa kisah disebutkan Alquran dalam bentuk yang
berbeda, disatu tempat ada bagian yang didahulukan dan ditempat lain
diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara
panjang lebar. Hal tersebut menimbulkan perdebatan di antara kalangan orang
yang meyakini dan orang-orang yang meragukan Alquran. Mereka yang ragu terhadap
Alquran sering mempertanyakan, mengapa kisah-kisah dalam Alquran tidak disusun
secara kronologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami? Karena hal
itu, menurut mereka dipandang tidak efektif
dan efisien.[21][21]
Menurut Manna Khalil al-Qattan, bahwa penyajian kisah-kisah
dalam Alquran begitu rupa mengandung beberapa hikmah, yaitu :
1.
Menunjukkan kehebatan mukjizat Alquran.
2.
Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk menguatkan kesan yang
mantap dan melekat dalam jiwa.
3.
Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut.
Kisah dalam Alquran memberikan faedah yang sangat tinggi dan
sekaligus memberikan gambaran tentang karakteristik kisahnya, yakni sebagai berikut[22][22]:
1.
Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh
setiap nabi, Q.S. Al-Anbiya’ (21) :
25.
2.
Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah swt. serta
menegakkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnya pertolongan
Allah swt. dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya, Q.S. Hud (11) : 120.
3.
Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.
4.
Memperlihatkan kebenaran nabi Muhammad saw. dalam penuturannya mengenai
orang-orang terdahulu.
5.
Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan dan
petunjuk, Q.S. Ali Imran (3) : 93
6.
Kisah merupakan salah satu bentuk sastera yang menarik bagi setiap pendengarnya
dan memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa, Q.S. Yusuf (12) : 111.
D. Tujuan Qaṣaṣ Al-Qur’ān
Kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran menjadi bukti kuat bagi umat
manusia bahwa Alquran sangat sesuai dengan kondisi mereka, karena sejak kecil
sampai dewasa bahkan sampai tua, jarang orang yang tak suka pada kisah, apalagi
bila kisah mempunyai tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan pendidikan
juga berfungsi sebagai hiburan. Alquran sebagai kitab yang berisi hidayah mencakup kedua aspek itu,
disamping tujuan yang mulia, juga kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa
yang indah dan menarik, sehingga tak ada orang yang bosan membaca dan
mendengarnya. Sejak dahulu sampai sekarang, telah berlalu empat belas abad,
kisah-kisah Alquran yang diungkapkan dalam Bahasa Arab itu masih up dated,
mendapat tempat dan hidup di hati umat, padahal bahasa-bahasa lain telah banyak
yang masuk museum, dan tidak terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti Bahasa
Ibrani, Bahasa Latin, dan lain-lain.[23][23]
Kisah-kisah dalam Alquran bukanlah
suatu gubahan yang bernilai sastera saja, baik gaya bahasa maupun cara
menggambarkan peristiwa-peristiwa, tetapi juga merupakan suatu media untuk
mewujudkan tujuan yang asli. Kisah-kisah dalam Alquran secara umum mempunyai
tujuan untuk kebenaran dan semata-mata untuk keagamaan.[24][24]
Adapun tujuan kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran, seperti yang telah
dikemukakan oleh Muhammad Chirjin[25][25]
adalah sebagai berikut :
1.
Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan.
2.
Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah swt.
3.
Menerangkan bahwa semua agama itu dasarnya satu dan semuanya dari Tuhan Yang
Maha Esa.
4.
Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu
dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa.
5.
Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
saw., dengan agama Nabi Ibrahim, a.s.
secara khusus, dan dengan agama-agama Bangsa Israil pada umumnya dan
menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hugungan umum antara semua
agama.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas, maka dapatlah ditarik beberapa
kesimpulan, yakni sebagai berikut :
1.
Bahwa yang dimaksud dengan Qaṣaṣ al-Qur’ān adalah kisah-kisah dalam Alquran
tentang kejadian dimasa lampau yang bersisi pesan-pesan kepada umat manusia
untuk senantisa bertakwah kepada Allah swt.
2.
Bahwa macam-macam kisah dalam Alquran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a. Dilihat dari segi pelaku, terdiri
dari ; 1) kisah para Nabi; 2) kisah-kisah yang berhubungan dengan kejadian masa
lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiaannya; 3) kisah-kisah tentng kejadian pada masa
Rasulullah saw.
b. Dilihat dari panjang pendeknya,
terbagi menjadi ; 1) Panjang; 2) Sedang;
3) Pendek.
c. Dilihat dari segi jenisnya,
dibagi menjadi ; 1) kisah sejarah (al-Qiṣaṣ al-Tarikhiyyah); 2) kisah perumpamaan (al-Qiṣaṣ al-Amṡaliyyah); 3) kisah Asatir
3.
Bahwa karakteristik Qaṣaṣ al-Qur’ān yaitu dengan cara pengulangan kisah
dibeberapa tempat, ada pula sebuah kisah disebutkan dalam Alquran dikemukakan
dalam bentuk yang berbeda, disuatu tempat ada bagian yang didahulukan dan
ditempat lain diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan
kadang secara panjang lebar. Penyajian kisah-kisah dalam Alquran seperti itu
mengandung hikmah dan faedah yang sangat tinggi.
4.
Bahwa tujuan dari kisah-kisah Alquran adalah supaya umat manusia bisa mengambil
pelajaran berharga dari kisah tersebut dan membuktikan kebenaran Alquran.
B. Saran-saran
Setelah menguraikan permasalahan
demi permasalahan, maka penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan
yang terdapat dalam penyusuanan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun
dalam pembasannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan
yang bersifat membangun sehingga dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya
dapat lebih sempurna.
Ayat-ayat Alquran yang memuat kisah-kisah, dapat dilihat
secara lengkap dalam lampiran makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’ān al-Karīm
Anwar, Rosihon, Ilmu Tafsir,
Cet.III; Bandung: Pustaka Setai, 2006
Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru
Ilmu Tafsir, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Basri, Hasan, Horizon Al-Qur’an,
dari judul asli Lea grands themes du Coran oleh Jasques Jomies Cet. I;
Jakarta: Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase, 2002
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang :
PT. Tanjung Mas Inti, 1992
Chitjin, Muhammad, Al-Qur’an dan
Ulumul Qur’an; Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1998.
Hanafi, Segi-Segi Kesusesteraan
pada Kisah-Kisah Al-Qur’an; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1984.
Husayn, Muhammad al-Khidr, Balaghat
Al_Qur’an, Ali al-Ridha al-Tunisi, 1971.
Ibrahim, Muhammad Ismail, Mu’jam
al-Alfazh wa A’lam al-quraniyyat, Dar al-Fikr-al-a’rabi, 1969
Al- Ishfahani, Al-Raghib, al-mufradat
fi Gharib al-Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kaylani, Mesir: musthafa al-Bab
al-Halab,t.t.
Poewarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Al-Qattan, Manna khalil, Mahabis
fi Ulum al-Qur’an, Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973.
Qutb,
Sayyid, Seni Penggambaran dalam Al-Qur’an, terjemah Chadidjah Nasution;
Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981.
Lampiran
Daftar
ayat-ayat Al-Qur’ān yang memuat kisah-kisah
1.
Al-Baqarah (2): Adam diajari benda-benda:31,
Adam digoda Setan: 36, Adam dikeluarkan dari Surga:36, Fir’aun dan pengikutnya
ditenggelamkan: 50, Kekejaman Fir’aun terhadap Bani Iarail: 49, Iblis menggoda
Adam: 36, Ibrahim berdebat dengan raja:258, Ibrahim mendirikan Baitullah dengan
Ismail:127, Israil dan Jalut: 249, Israil melanggar aturan hari Sabtu: 65,
Israil meminta Musa memperlihatkan Tuhan: 55, Daud membunuh Jalut: 251, Harut
dan Marut: 102, Nabi Musa menyeberangi laut: 50, Kaum nabi Musa: 50.
2.
Ali
Imran (3): Istri
Imran menadzarkan anaknya kepada Tuhan:35, Maryam menerima kabar kehadiran Isa:
45-49, Perang Badar dan Uhud: 121-127.
3.
Al-Nisa
(4): Israil meminta Musa memperlihatkan Tuhan: 153, Nabi Musa berbicara
langsung pada Tuhan: 164, Kaum nabi Musa menyembelih anak sapi: 153.
4.
Al-Maidah (5): Habil dan pembunuh pertama:
27-31, Isa:110-115, Irail enggan memasuki Palestina: 20-26, israil melanggar
aturan hari Sabtu: 69, Tuhan mengambil perjanjian dengan anak Israil yang dua
belas: 12, Qabil membunuh saudaranya: 30.
5.
Al-A’rāf
(7): Adam digoda setan: 22, Percakapan Musa dengan Fir’aun: 104-105, Iblis
diusir dari surge: 13-18, Iblis menggoda Adam: 20-22, Luth: 80-84, Nabi Musa
berbicara langsung dengan Tuhan: 144, Tongkat nabi Musa berubah jadi ular: 107,
Nuh: 59-64, Kaum nabi Musa menyembelih anak sapi: 148.
6.
Al-Anfāl
(8): Pembetalan perjanjian dengan musyrikin: 58
7.
Al-Taubah
(9): Kaum Ad: 70, Perang Hunain: 25-59, Tabuk: 38-43, Pembatalan perjanjian
dengan musyrikin: 12.
8.
Yunus
(10): Kekejaman Fir’aun terhadapa Bani Israil: 83, Nabi Musa menyeberangi laut:
90, Nuh: 71-74.
9.
Hud
(11): Kaum Ad’: 50,53,59,60, Hujan batu yang menimpa kaum Luth: 82, Kisah
Ibrahim didatangi tamu Malaikat: 69-76, Ibrahim menerima berita kelahiran
Ishak: 71, Nabi Nuh diperintahkan bawa sepasang untuk setiap jenis binatang ke
dalam bahteranya: 40, Nuh: 25-48, Tempat berlabuh perahu nabi Nuh: 44, Puteri
nabi Nuh: 78-79.
10. Yusuf (12): Zulaikha menggoda Yusuf: 26,
30, 32, 51, Nabi Yusuf dipenjarakan: 35.
11. Al-Rad (13): Kisah nabi Yusuf dan
Zulaikha: 33.
12. Ibrahim
(14): Kaum ‘Ad: 9.
13. Al-Hijr
(15): Hujan batu yang menimpah kaum Luth: 74, Kisah Ibrahim didatangi tamu
malaikat: 51-58, Jin dikeluarkan dari surge: 34, Luth: 59-76, Puteri nabi Luth:
71.
14. Al-Isra’
(17): Penghancuran Baitul Maqdis oleh Babilonia: 5, Penghancuran Baitul Maqdis
oleh Romawi: 7, Fir’aun dan pengikutnya ditenggelamkan: 103, Israil
diperintahkan mendiami suatu negeri: 104, Isra’:1.
15. Al-Kahfi
(18): Khidil membetulkan dinding rumah: 77, Khidil membocorkan perahu: 71,
Khidir membunuh seorang pemuda: 74, Nabi Musa bertemu dengan Khidir: 60-82.
16. Maryam
(19): Maryam membawa Isa kepada kaumnya: 27, Maryam melahirkan Isa: 23-26.
17. Thaha (20): Adam digoda setan:
120-121, Adam dikeluarkan dari surga: 123, Percakapan Musa dengan Fir’aun
:5-58, Percakapan Musa dengan tukang sihir: 64-67, Nabi Musa hijrah ke Madyan:
40, Tongkat nabi Musa menjadi ular:20, Kaum nabi Musa menyembelih anak sapi:88.
18. Al-Anbiya
(21): Ibrahim dibakar: 69-70, Ibrahim menghancurkan berhala: 57-67.
19. Al-Hajj
(22): Kaum Ad: 42, Tuhan menyiksa orang-orang yang berbuat kejahatan di
Masjidil Haram: 25.
20. Al-Mu’minun
( 23): Nabi Nuh diperintahkan membawa sepasang untuk tiap jenis hewan dalam
bahteranya: 27, Nuh: 23-29.
21. Al-Nur
(24): Fitnah terhadap istri nabi Muhammad: 11-15.
22. Al-Furqan
(25): Kaum Ad: 38, Hujan batu yang menimpah kaum Luth: 40, Negeri Sodom: 40,
Penduduk Rass yang dibinasakan Tuhan: 38.
23. Al-Syura
(26): Kaum Ad: 123, Fir’aun dan pengikutnya ditenggelamkan: 66, Musa an Fir’aun
menyeberangi laut: 61-68, Kisah Hud dan kaum ‘Ad: 123-139, Hujan batu yang
menimpah kaum Luth: 173, Luth: 167-173, Nuh: 105-120.
24. Al-Naml
(27): Pembicaraan burung-burung hud dengan nabi Sulaiman: 20-2, Hujan batu yang
menimpah kaum Luth: 58, Jin Ifrit membawa singgasana Ratu Balqis: 39, Tongkat
Nabi Musa menjadi ular: 31.
25. Al-Qashash
(28): Kekejaman Fir’aun terhadap Bani Israil:4, Kesombongan Qarun: 78, Qarun
memiliki kunci harta yang berat:76, Nabi Musa dibuang ke sungai: 7, Nabi Musa
hijrah ke Madyan: 22, Tongkat Nabi Musa menjadi ular: 31.
26. Al-Ankabut (29): Kaum Ad: 38, Ibrahim dibakar:
24, Cobaan terhadap Nabi Luth: 28, Negeri Sodom: 31.
27. Luqman
(31): Nasihat Luqman kepada anaknya: 13.
28. Al-Ahzab
(33): Umat Islam berperang dengan Bani Quraiṣah: 26, 27.
29. Saba’ (34): Negeri Saba’:15, Rayap:
14.
30. Al-Ṣafat (37): Ibrahim menghancurkan berhala: 93, Ibrahim
menyembelih Ismail: 102-103, Ibrahim menerima berita kelahiran Ishak: 112-113.
31. Shād
(38): Kaum ‘Ad:12, Nabi Ayyub diperintahkan hijrah: 41, Cobaan terhadap Nabi
Daud: 42, Iblis diusir dari surga: 17, 21, 22, 23, 26, 27.
32. Al-Mu’min
( 40): Kaum ‘Ad: 31, Fir’aun bertekad membunuh Nabi Musa: 26.
33. Fushilat
(41): Kaum ‘Ad: 15.
34. Al-Zukhruf (43): Pengaruh Fir’aun: 54.
35. Al-Dukhan
(44): Nabi Musa menyeberangi laut: 24.
36. Al-Ahkaf
(46): Kaum ‘Ad:21
37. Al-Fath (48): Hudaybiah: 18, 24.
38. Qāf
(50): Kaum Ad: 13, Penduduk Rass dibinasakan oleh Tuhan: 12.
39. Al-Zariyat
(51): Kaum ‘Ad: 51, Kisah Ibrahim bertemu malaikat :24-29, Ibrahim menerima
kehadiran Ishak: 28.
40. Al-Najm (53): Kaum ‘Ad:50, Nabi Muhammad bertemu dengan Jibril dalam
bentuk asli: 6, 13, Nabi Muahammad melihat Jibril di Sidratul Muntaha:13-14
41. Al-Qamar
(54): Kaum ‘Ad: 18,19,20, Kehancuran Fir’aun: 41-41, Kehancuran kaum Luth:
33-40, Kehancuran kaum Nuh: 9-16, Kehancuran kaum Tsamud:23-32.
42. Al-Hasyr
(59): Pengusiran orang Yahudi dari Madinah: 2-5.
43. Al-Tahrim (66): Istri Luth yang berkhianat: 10,
Kehidupan Nabi Muhammad dengan istrinya: 1-6.
44. Nuh (71): Azab yang ditimpakan kepada
kaum Nuh: 25, Nabi Nuh menyeru kaumnya: 2-4.
45. Abasa
(80): Teguran kepada Nabi Muhammad karena bermuka masam: 1-10.
46. Al-Takwīr
(81): Nabi Muhammad melihat malaikat jibril di ufuk terang: 23.
47. Al-Fajr
(89): Kaum ‘Ad: 6.
MAKALAH ULUM AL-QUR'AN "KISAH-KISAH DALAM AL-QUR'AN"
KISAH-KISAH
DALAM AL-QUR’AN
KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN
Pengertian Kisah
Dari segi bahasa al-qashash atau al-qish-shotu yang berarti cerita. Ia semakna dengan tatabbu’ul atsar, yaitu pengulangan kembali masa lalu.
Dari segi istilah, kisah berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa yang saling berurut-urut.
Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai ihwal ummat yang telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Macam-macam Kisah dalam Al-Qur’an
Ada tiga macam kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu :
Kisah Para Nabi terdahulu. Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang menentang dan mendustakannya. Misalnya kisah nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun dan Isa.
Kisah-kisah yang menyangkut pribadi-pribadi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya yang di nukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Lukman, Dzulqarnain, Qarun dan Ash-habul Kahfi.
Kisah-kisah yang menyangkut peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW, seperti perang Badar, perang Uhud, perang Ahzab, Bani Quraizah, Bani Nadzir dan Zaid bin Haritsah dengan Abu Lahab.
Karakteristik Kisah dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis) dan tidak pula memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar. Al-Qur’an juga mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di beberapa tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda.
Di satu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang ditempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal ini menimbulkan perdebatan di kalangan orang-orang yang meyakini dan orang-orang yang menentang dan meragukan Al-Qur’an. Mereka yang meragukan seringkali mempertanyakan, mengapa kisah-kisah tersebut tidak tersusun secara kronologis dan sistematis, sehingga lebih mudah dipahami.
Faedah Kisah –Kisah Qur’an
Kisah – kisah dalam Qur’an mempunyai banyak faedah. Beberapa faedah terpenting di antaranya :
Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh para nabi.
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku,maka sembahlah oolehmu sekalian akan aku.” (al-anbiya’[21]: 25)
Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat keyakinan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta kalahnya kebatilan dan para pembelanya.
“Dan semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu, adalah kisah-kisah yang dengannya Kami meneguhkan hatimu; dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran serta mengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
(Hud [11]: 20)
Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
Menampakkan kebenaran Muhammad dan dakwahnya dengan apa yang diberitakan tentang hal-ikhwal orang- orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.
“Semua makanan adalah halal bagi bani israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’kub) untuk dirinya sendiri sebelum taurat diturunkan. Katakanlah: (jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum taurat), maka bawalah taurat itu dan bacalah ia, jika kamu orang-orang yang benar.”
(Ali Imran [3]: 93)
Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa.
Firman Allah:
“Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal.” (Yusuf [12]:111)
Pengertian Kisah
Dari segi bahasa al-qashash atau al-qish-shotu yang berarti cerita. Ia semakna dengan tatabbu’ul atsar, yaitu pengulangan kembali masa lalu.
Dari segi istilah, kisah berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa yang saling berurut-urut.
Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai ihwal ummat yang telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Macam-macam Kisah dalam Al-Qur’an
Ada tiga macam kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu :
Kisah Para Nabi terdahulu. Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang menentang dan mendustakannya. Misalnya kisah nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun dan Isa.
Kisah-kisah yang menyangkut pribadi-pribadi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya yang di nukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Lukman, Dzulqarnain, Qarun dan Ash-habul Kahfi.
Kisah-kisah yang menyangkut peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW, seperti perang Badar, perang Uhud, perang Ahzab, Bani Quraizah, Bani Nadzir dan Zaid bin Haritsah dengan Abu Lahab.
Karakteristik Kisah dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis) dan tidak pula memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar. Al-Qur’an juga mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di beberapa tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda.
Di satu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang ditempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal ini menimbulkan perdebatan di kalangan orang-orang yang meyakini dan orang-orang yang menentang dan meragukan Al-Qur’an. Mereka yang meragukan seringkali mempertanyakan, mengapa kisah-kisah tersebut tidak tersusun secara kronologis dan sistematis, sehingga lebih mudah dipahami.
Faedah Kisah –Kisah Qur’an
Kisah – kisah dalam Qur’an mempunyai banyak faedah. Beberapa faedah terpenting di antaranya :
Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh para nabi.
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku,maka sembahlah oolehmu sekalian akan aku.” (al-anbiya’[21]: 25)
Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat keyakinan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta kalahnya kebatilan dan para pembelanya.
“Dan semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu, adalah kisah-kisah yang dengannya Kami meneguhkan hatimu; dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran serta mengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
(Hud [11]: 20)
Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
Menampakkan kebenaran Muhammad dan dakwahnya dengan apa yang diberitakan tentang hal-ikhwal orang- orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.
“Semua makanan adalah halal bagi bani israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’kub) untuk dirinya sendiri sebelum taurat diturunkan. Katakanlah: (jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum taurat), maka bawalah taurat itu dan bacalah ia, jika kamu orang-orang yang benar.”
(Ali Imran [3]: 93)
Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa.
Firman Allah:
“Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal.” (Yusuf [12]:111)
[2][2] Manna Khalil al-Qattan, Manahis fi Ulum al-Qur’an, (Mansyurat
al-Asr al-Haidis, 1973), h. 305
[3][3] Departemen Agama RI., Al-Qur’an
dan Terjemahannya, (Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992), h. 99
[4][4] Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa Alam
al-Qur’anniya (t.tp.: Dar al-Fikr-al’Arabi,1969), h.140
[10][10] Al-Raghib al Isfahani, al Mufradat Fi Gharit al Qur’an,
ed. Muhammad Sayyid Kailani, (Mesir: Mustafa al Bab al Halabih), t.t.,h. 404
[13][13] Hasan Basri, Horizon al Qur’an, dari judul asli Les
Grens Themes Du Coran oleh Jacquis Joner ( Cet. I; Jakarta: Balai Kajian
Tafsir al-Qur’an Pase, 2002), h. 80
[14][14] Muhammad al Khidir Husain, Balāgah al-Qur’ān, (t.tp.
; Ali al Rida al Tunisi, 1971), h. 104
[17][17] Hanafi, Segi-segi
Kesusesteraan pada Kisah-kisah al Qur’an (Jakarta: Pustaka al Husna, 1984), h. 1516
[20][20] Lihat, Mardan, Al-Qur’an-Sebuah
Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh
(Cet, I, Jakarta : Pustaka Mapan, 2009), hh. 194-198
[21][21] Muhammad Chirjin, al Qur’an dan
Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Dana
Bakti Prima Yasa, 1989), h. 11.
[23][23] Nasruddi Baidan, Wawasan
Baru Ilmu Tafsir (Cet. I;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.230
[24][24] Sayyid Qutb, Seni
Penggambaran dalam al-Qur’an, Terjemah
Khadijah Nasution (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981), h. 138.