Jumat, 25 Oktober 2013

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL



Add caption

Add caption



By: Nambeen & Halimatus

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN NASIONAL


A. Pendahuluan
Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7bersama-sama dengan batang tubuh  UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interprestasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh pra penguasa pada masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila adalah label politik Orde Baru. Bukti yang secara objektif dapat disaksikan adalah erhadap hasil reformasi yang telah empat tahun berjalan, belum menampakkan hasil yang dapat dinikmati oleh rakyat, nasionalisme bangsa rapuh sehingga martabat bangsa Indonesia dipandang rendahdi masyarakat Internasional.
Oleh karena itu kiranya merupakan tugas berat kalangan intelektual untuk mengembalikan persepsi rakyat yang keliru tersebut kearah cita-cita bangsa bagi bangsa Indonesia dalam hidup bernegara.  







B. PENGERTIAN PARADIGMA
            Paradigma ialah cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar atau cara memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada masyarakat tertentu . karena itu, pancasila harus dijadikan paradigma dalam melaksanakan pembangunan nasionl, yaitu sebagai landasan, auan, metode, nilai dan sekaligus tujuan yang ingin dicapai.

C. MAKNA DAN HAKIKAT PEMBANGUNAN NASIONAL
            Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
            Hakikat pembangunan nasional adalah pembngunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan Pancasila sebagai dasar tujuan, pedoman pembangunan nasional UUD 1945 dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana yang aman, tentram, tertib serta dinamis dan dalam lngkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

D. ASAS PEMBANGUNAN NASIONAL
  1. Asas Manfaat; segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan bagi pengembangan pribadi warga negara.
  2. Asas usaha bersama kekeluargaan; usaha mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa Indonesia haruh merupakan usaha bersama seluruh rakyat Indonesia secara gotong royong dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.
  3. Asas demokrasi; demokrasi berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik, sosial, ekonomi dan penyelesaian masalah nasional berusaha semaksimal mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat.
  4. Asas keadilan dan merata; hasil-hasil material dan spritual yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmati merata oleh seluruh bangsa Indonesia dan setiap warga negara berhak menikmati hasil-hasil pembangunan yang diperlukan, sesuai dengan darma bakti yang diberikan kepada bangsa dan negara.
  5. Asas perikemanusiaan dan keseimbangan; keseimbangan antara kepentingan-kepentingan keduniawian dan akhirat, antara material dan spritual, antara kepentingan jiwa dan raga, antara kepentingan individu dan masyarakat, antara perikehidupan laut dan darat, udara serta antara kepentingan nasional dan internasional.[1]

1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Iptek
            Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa (rohani) manusia meliputi aspek akal, rasa dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungan dengan intelrktualitas , rasa dalam bidang estetis dan kehendak dalam bidang moral (etika).

2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM
            Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun pembangunan dirinci dalam berbagai macam bidang antara lain POLEKSOSBUD HANKAM. Dalam bidang kenegaraan penjabaran pembangunan dituangkan dalam GBHN yang dirinci dalam bidang-bidang operasional serta terget pencapaiannya.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
            Pembangunan dan pembangunan bidang politik harus mendasarkan pada dasar ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek negara oleh karena itu kehidupan politik dalam negara harus benar-benar untuk merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.

Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
            Dalam dunia ilmu ekonomi boleh dikatakan jarang ditemukan pakar ekonomi yang mendasarkan pemikiran pengembangan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan ketuhanan. Sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas, dan akhirnya yang kuatlah yang menang. Hal ini sebagai implikasi dari perkembangan ilmu ekonomi pada akhir abad ke-18 menumbuhkan ekonomi kapitalis. Atas dasar kenyataan objektif inilah maka Eropa pada awal abad ke-19 muncullah pemikiran sebagai reaksi atas perkembangan ekonomi tersebut yaitu sosialisme komunisme yang memperjuangkan nasib kaum proletar yang ditindas oleh kaum kapitalis. Oleh karena itu, kiranya menjadi sangat penting bahkan mendesak untuk dikembangkan sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas humanistik, ekonomi dan berkemanusiaan.

Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
            Dalam pembangunan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai sosial budaya dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai macam gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk mass yang cenderung anarkis. Bentrok antar kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah pada masa politik.

Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
            Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilayah negara Indonesia terjadi konflik sosial yang bersumber pada masalah SARA, terutama bersumber pada masalah agama. Hal ini menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan. Tragedi di ambon, Poso, Medan, mataram, Kupang serta daerah-daerah lainnya menunjukkan betapa semakin melemahnya toleransi kehidupan beragama yang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
            Dalam pengertian inilah maka negara menegaskan dalam pokok pikiran ke IV bahwa “Negara berdasar atau Ketuhanan Yang Maha easa, atas dasar kemanusiaan yang adil yang beradab”. Hal ini berarti bahwa kehidaupan dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai ketuhanan. Negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.[2]

E. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
            Ketika gelombang gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh aturan maind alam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek elit politik yang dihinggapi penyakit KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak azasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
            Secara historis telah kita pahami bersama bahwa para pendiri negara telah menentukan suatu asas, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental dari negara Indonesia yaitu Pancasila, yang bersumber apa yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai yang merupakan pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia. Nilai ketuhanan, Kemanusiaan, persatuan, Kerakyatan dan Keadilan adalah ada secara objektif dan melekat pada bangnsa Indonesia yang merupakan pandangan dalam kehidupan bangsa sehari-sehari.
1. Gerakan Reformasi
            Pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia mengahadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Terutama praktek-praktek pemerintahan di bawah orde baru hanya membawa kebahagiaan semu, ekonomi rakyat menjadi semakin terpuruk sistem ekonomi menjadi kapitalistik di mana kekuasaan ekonomi di Indonesia hanya berada pada bagian kecil penguasa dan konglomerat.
            Yang lebih mendasar lagi reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui pemilu secepatnya dan diawali dengan pengubahan :
  1. UU tentang susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD (UU No. 16/1969 jis. UU No. 5/1975 dan UU NO. 2/1985.
  2. UU tentang Partai Politik dan golongan Karya (UU No. 3/1975, jo UU No. 3/1985).
  3. UU tentang Pemilihan Umum (UU No. 16/1969 jis UU No. 4/1975, UU No. 2/1980, dan UU No. 1/1985.
a. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
            makna serta pengertian “Reformasi” dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan amsyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan pengertian reformasi itu sendiri.
            Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut:
1.       Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan Orba banyak terjadi suatu penyimpangan-penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi ‘nepotisme’, pembukaan Uud 1945 serta batang tubuh UUD1945.
2.       Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai-nilai sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
3.       suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4.       Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan ke arah kondisi serta keadaan yang lebih baik.
5.       Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Pancasila Sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
            Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarah, nampaknya tidak diletakkan dalam kedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Asas kekeluargaan sebagaimana terkandung dalam nilai Pancasila disalahgunakan menjadi praktek nepotisme, sehingga merajalela kolusi dan korupsi.
            Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun secara rinci sebagai berikut:
  1. Reformasi yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti bahwa suatu gerakan kearah perubahan harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan.
  2. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berarti bahwa reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai-nilai martabat manusia yang beradab.
  3. Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia
  4. Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada atas kerakyatan sebab justru permasalah dasar gerakan reformasi adalah pada prinsip kerakyatan.
  5.  Visi dasar reformasi harus jelas, yaitu demi terwujudnya Keadilan Sosial Bagi Seluruh Bangsa Indonesia.

2. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
            Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
            Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber positif yang dalam ilmu tata negara disebut “Staatsfundamentalnorm”

Dasar Yusridis Reformasi Hukum
            Dalam wacana reformasi hukum dewasa ini bermunculan berbagai pendapat yang pada taraf tertentu nampak hanya luapan emosional yang dan meninggalkan aspek konsepsional. Reformasi total sering disalahartikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang apapun dan dengan jalan apapun.

Pancasila SebagaiParadigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
            Dalam suatu negara betapapun baik suatu peraturan perundang-undangan namun tidak disertai jaminan dengan jaminan pelaksanaan hukum yang baik niscaya reformasi hukum akan sia-sia belaka. Pelaksanaan hukum yang baik juga harus ditunjang oleh aparat penegak hukum yang memiliki integritas sesuai dengan sumpah jabatan dan tanggungjawab moral sebagai penegak hukum. Integritas dan moralitas para aparat penegak hukum dengan sendirinya harus memiliki landasan nilai-nilai serta norma yang bersumber pada landasan filosofis negara, dan bagi bangsa Indonesia adalah dasar filsafat negara Indonesia.

3. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik
            Landasan aksiologis (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu Pembukaan UUD 1945 alinie IV yang berbunyi “…maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat indonesia.
a. Reformasi Atau Sistem Politik
            Sistem mekanisme demokrasi tersebut tertuang dalam Undang-undang Politik yang berlaku selama orde barru yaitu:
  1. UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD (UU No. 16/1969 jis UU No. 5/1975 dan UU No. 2 /1985).
  2. UU tentang Partai Politik dan golongan Karya (UU No. 3/1975, jo. UU No. 3/1985).
  3. UU tentang Pemilihan umum (UU No. 15/1969 jis UU No.4/1975. UU No.2/1980, dan UU No.1/1985)
Susunan Keanggotaan MPR
            Taget yang sangat vital dalam proses reformasi dewasa ini adalah menyangkut penjabaran sistem kekuasaan rakyat dalam sistem politik Indonesia.
            Undang-undang tentang susunan dan keududukan MPR, DPR dan DPRS paa masa orde baru termuat dalam UU No.2/1985 adalah sebagai berikut:
  1. Susunan keanggotaan MPR terdiri atas keseluruhan anggota DPR, ditambah dengan angota utusan daerah dan utusan golongan “sebagai kelompok yang lain” dalam jumlah yang sama
  2. Utusan golongan diangkat oleh presiden, sedangkan utusan daerah ditetapkan oleh DPRD Tingkat I yang di dalamnya harus termasuk Gubernur/Kepala daerah Tingkat I
  3. Susunan keanggotaan DPR dan DPRD tingkat I dan tingkat II tidak seluruhnya dipilih oleh rakyat melalui pemilu, melainkan sebagian dipilih dan diangkat oleh presiden.
  4. Kata “ditambah” seperti termaktub dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 secara matematis menunjukkan perbandingan jumlah anggota MPR Utusan Daerah dan Utusan Golongan yang notabene diangkat dan sekedar sebagai tambahan akan lebih besar dibandingkan jumlah anggota MPR yang dipilinh langsung oleh rakyat, bahkan ditambah lagi anggota DPR dari fraksi ABRI yang juga dipilih melalui pemilu.
Susunan keanggotaan MPR sebagaimana termuat dalam Undang-undang Politik No.2/1985 tersebut jelas tidak demokratis dan tidak mencerminkan nilai-nilai pancasila bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat sebagai tertuang dalam semangat UUD 1945.

Reformasi Partai Politik
            Demi terwujudnya supra struktur yang benar-benar demokratis dan spiratif maka sangat penting untuk dilakukan penataan kembali infra struktur politik, terutama tentang partai politik. Untuk itu tidak perlu dilakukan reformasi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang partai politik tersebut. Pada masa orde baru ketentuan tentang partai politik diatur dalam Undang-undang politik yaitu UU No.3 Tahun 1975, jo. UU No.3 Tahun 1985, tentang Politik dan Golongan Karya.

b. Reformasi Atas Kehidupan Politik
            Para pendiri negara serta penggali nilai-nilai pancasila menentukan pancasila sebagai dasar dlaam kehidupan berbangsa dan bernegara serta memformalkan UUD 1945 sebagau undang-Undang Dasar Negara dimaksudkan untuk mewujudkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana terkandung dalam nilai kerakyatan sila IV Pancasila. Sewaktu Pancasila dan UUD 1945 beserta pembukaan UUD 1945 ditetapkan kehidupan demokrasi dan kemakmuran dijadikan sebagai kerangka dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
            Tidak terwujudnya pelembagaan proses politik yang demokratis, mengakibatkan hubungan pribadi merupakan mekanisme utama dalam hubungan sosial, sosial dan ekonomi dalam suatu negara. Kelemahan atas sistem hubungan kelembagaan demokratis tersebut memberikan peluang bagi tumbuh kembangnya hubungan antar penguasa politik dengan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan pengusaha.[3]







Kesimpulan
Paradigma ialah cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar atau cara memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada masyarakat tertentu . karena itu, pancasila harus dijadikan paradigma dalam melaksanakan pembangunan nasionl, yaitu sebagai landasan, auan, metode, nilai dan sekaligus tujuan yang ingin dicapai.
Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketika gelombang gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh aturan main alam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek elit politik yang dihinggapi penyakit KKN.
Dalam suatu negara betapapun baik suatu peraturan perundang-undangan namun tidak disertai jaminan dengan jaminan pelaksanaan hukum yang baik niscaya reformasi hukum akan sia-sia belaka
Landasan aksiologis (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu Pembukaan UUD 1945 alinie IV yang berbunyi “…maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat indonesia.






DAFTAR PUSTAKA

Setiadi M. Elly, Pendidikan Pancasila untuk P
erguruan Tinggi, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.
H. Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta : Paradigma, 2004





[1] Elly M. Setiadi, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 173-174.
[2] Dr. H. Kaelan, M.Si., Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta : Paradigma, 2004), hlm. 228-235.
[3] Ibid., hlm. 236-257.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar